Apa Itu Deepfake? Ini Bahayanya

Apa Itu Deepfake? Ini Bahayanya

Irma Budiarti - detikJatim
Senin, 01 Sep 2025 16:30 WIB
Ilustrasi deepfake
ILUSTRASI DEEPFAKE. Foto: dok. Shutterstok
Surabaya -

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) melahirkan teknologi deepfake, yang mampu mengubah wajah dan suara seseorang dalam video hingga terlihat sangat meyakinkan. Di balik kecanggihannya, teknologi ini menyimpan bahaya besar karena dapat digunakan untuk menyebarkan informasi palsu dan mengancam privasi.

Teknologi ini pertama kali populer pada tahun 2017 dan terus berkembang pesat. Deepfake memungkinkan wajah atau suara seseorang "dipinjam" dan dipasang pada konten lain, seolah-olah orang tersebut benar-benar mengucapkan atau melakukan hal tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa Itu Deepfake?

Dilansir Dinas Kominfo Kabupaten Kubu Raya, deepfake adalah teknologi berbasis AI yang mampu memanipulasi video dan audio hingga membuat seseorang tampak atau terdengar melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi.

Istilah deepfake sendiri merupakan gabungan dari deep learning (teknik pembelajaran mendalam dalam AI) dan kata fake (palsu). Sejak kemunculannya pada 2017, teknologi ini berkembang pesat, khususnya dalam kemampuan mengubah wajah dan suara dengan tingkat kemiripan yang semakin sulit dibedakan dari aslinya.

ADVERTISEMENT

Perjalanan deepfake berawal dari pemanfaatan algoritma pemrosesan citra untuk menempelkan wajah seseorang ke video lain. Kini, teknik tersebut telah menjadi semakin canggih dan meluas penggunaannya, mulai dari dunia hiburan hingga ranah politik.

Namun, kemajuan ini juga memunculkan risiko serius karena deepfake berpotensi digunakan untuk menyebarkan informasi palsu atau merusak reputasi individu. Akibatnya, deepfake menjadi sorotan dalam isu keamanan digital dan privasi.

Pemahaman yang baik tentang teknologi ini sangat penting agar masyarakat lebih waspada terhadap ancaman yang mungkin muncul. Dengan kesadaran dan strategi pencegahan yang tepat, dampak negatif deepfake dapat ditekan, sementara pemanfaatan positifnya tetap bisa dikembangkan.

Cara Kerja Deepfake

Deepfake bekerja dengan memanfaatkan algoritma AI canggih untuk mempelajari wajah, suara, hingga ekspresi seseorang dari berbagai sudut. Dua teknologi utama yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Deep Neural Networks (DNN)

Teknologi ini melatih jaringan saraf buatan agar dapat meniru ekspresi wajah, gerakan bibir, hingga kedipan mata seseorang dengan presisi tinggi. Prosesnya membutuhkan banyak data wajah dan waktu pelatihan yang panjang.

2. Generative Adversarial Networks (GANs)

Model ini melibatkan dua algoritma yang "bertarung": generator yang menciptakan gambar atau video palsu, dan discriminator yang menilai apakah hasilnya tampak asli. Persaingan ini membuat kualitas deepfake semakin realistis dari waktu ke waktu.

Selain itu, teknik manipulasi deepfake dapat dilakukan melalui beberapa cara. Misalnya, dengan mengambil wajah seseorang, lalu menempelkannya ke dalam video orang lain sehingga terlihat seolah-olah orang tersebut benar-benar ada di dalam video.

Ada juga metode peniruan suara atau audio cloning, di mana suara seseorang direplikasi untuk membuat pernyataan palsu. Selain itu, ada teknik lip-sync yang menyelaraskan gerakan bibir dengan ucapan yang sebenarnya tidak pernah diucapkan orang tersebut.

Bahaya Deepfake

Deepfake memang menawarkan peluang untuk kreasi digital yang mengesankan, tetapi di balik kecanggihannya tersimpan risiko besar yang dapat mengancam keamanan, merusak privasi, memanipulasi opini publik, hingga menimbulkan persoalan etika dan hukum. Berikut bahaya deepfake yang harus diwaspadai.

1. Keamanan Terancam

Deepfake dapat menjadi alat kejahatan siber. Misalnya, penipu bisa membuat video atau rekaman suara palsu yang terlihat seperti atasan perusahaan untuk menginstruksikan transfer uang.

Bisa juga memalsukan suara pejabat penting guna menyebarkan perintah palsu. Dalam konteks politik, deepfake bisa dipakai untuk menyudutkan lawan dengan membuat video yang tampak asli tetapi berisi pernyataan bohong.

2. Privasi Rentan

Teknologi deepfake memungkinkan siapa pun untuk memalsukan wajah seseorang dan menempatkannya dalam video kompromi, seperti konten asusila atau rekaman skandal. Hal ini tidak hanya merusak nama baik korban, tetapi juga berdampak psikologis seperti stres, kecemasan, bahkan depresi.

3. Manipulasi Opini Publik

Deepfake dapat digunakan untuk membuat pernyataan palsu dari tokoh publik atau pemimpin negara, yang berpotensi mengubah persepsi masyarakat atau memicu konflik sosial. Ini sangat berbahaya menjelang Pemilu atau di tengah situasi krisis, karena masyarakat sulit membedakan mana yang asli dan mana yang palsu.

4. Masalah Etika dan Hak Cipta

Membuat deepfake biasanya memanfaatkan gambar, video, atau suara asli orang lain tanpa izin. Hal ini dapat melanggar hak cipta dan menimbulkan sengketa hukum. Dari sisi etika, pemalsuan wajah atau suara melanggar hak privasi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap media digital.

Cara Mendeteksi Deepfake

Meski terlihat meyakinkan, video atau audio deepfake masih menyimpan banyak kejanggalan. Peneliti, termasuk dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), membagikan sejumlah trik sederhana untuk mengenali konten palsu ini dengan mengamati detail wajah, suara, dan cahaya secara cermat.

1. Perhatikan Wajah

Wajah dalam deepfake sering tampak tidak alami. Ekspresi bisa terasa terlalu kaku-seolah wajah tidak ikut bergerak dengan emosinya-atau justru terlalu halus, seakan kulit wajah diselimuti filter. Ini terjadi karena algoritma deepfake kesulitan mereplikasi detail otot wajah manusia.

2. Cek Area Pipi dan Dahi

Tekstur kulit biasanya berubah sesuai usia dan pencahayaan. Pada deepfake, kulit bisa tampak terlalu mulus atau pencahayaannya tidak seragam dengan latar sekitar. Misalnya, dahi terlihat bersinar terang sementara lingkungan sekitar tidak tampak memiliki sumber cahaya yang sama.

3. Amati Mata dan Alis

Kedipan mata sering jadi kelemahan deepfake. Orang normal berkedip tidak teratur, tetapi deepfake kadang membuat kedipan terlalu jarang atau gerak alis tidak sinkron dengan ekspresi. Selain itu, bayangan di sekitar mata mungkin tidak tampak realistis.

4. Periksa Pantulan di Kacamata

Jika seseorang memakai kacamata, cahaya di dunia nyata akan memantul secara konsisten. Deepfake sering gagal mereplikasi efek ini, sehingga pantulan di lensa tampak aneh atau bahkan hilang.

5. Rambut Wajah dan Tahi Lalat

Detail kecil seperti janggut tipis, kumis, atau tahi lalat bisa "hilang-muncul" atau berubah posisi dari satu frame ke frame lain. Hal ini disebabkan karena model deepfake kesulitan mempertahankan detail mikro yang tetap stabil.

6. Gerakan Bibir

Sinkronisasi antara bibir dan suara menjadi indikator penting. Pada deepfake, suara bisa terdengar tepat, tetapi bibir bergerak tidak sesuai fonetik ucapan, terutama pada huruf-huruf yang menuntut gerakan mulut jelas seperti "M", "B", dan "P".




(auh/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads