Alokasi anggaran pendidikan pada APBN 2026 ditetapkan sebesar Rp757,8 triliun. Dari jumlah itu, Rp 335 triliun atau hampir separuhnya dianggarkan untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurut Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Achmad Hidayatullah PhD, program itu memiliki dampak positif baik bagi peningkatan gizi peserta didik maupun penciptaan lapangan kerja baru.
Namun, dia menyoroti besarnya porsi anggaran MBG yang diambil dari pos pendidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang menjadi catatan dan perdebatan di masyarakat, ketika anggaran MBG Rp335 triliun itu diambil dari alokasi anggaran pendidikan yang 20 persen," kata Dayat, Senin (25/8/2025).
"Jika benar, maka anggaran untuk beasiswa, kesejahteraan guru dan dosen, riset, serta infrastruktur pendidikan masih kecil," tambahnya.
Baginya, pemerintah perlu menjelaskan lebih rinci skema pembiayaan MBG dan mempertimbangkan sumber pendanaan lain. Berdasarkan amanat konstitusi mengenai alokasi minimal 20 persen APBN untuk pendidikan harus tetap dijaga secara substansial, bukan hanya formalitas angka.
Dayat juga menyoroti masih lemahnya dukungan pendidikan di daerah tertinggal. Di mana kesejahteraan guru yang belum memadai, hingga minimnya anggaran riset di perguruan tinggi.
"Kalau dibandingkan negara maju, anggaran pendidikan kita bukan hanya kecil, tapi juga terhambat kerumitan administrasi," ujarnya.
Diketahui, dari total Rp757,8 Triliun anggaran pendidikan 2026, terbanyak digunakan untuk program MBG sebesar Rp335 Triliun. Kemudian, sebesar Rp178,7 Triliun digunakan untuk tunjangan guru/dosen. Rp64,3 Triliun untuk BOS. 57,8 Triliun untuk beasiswa LPDP, KIP, PIP.
Meski menuai kritik, pemerintah menyebut MBG sebagai investasi pendidikan jangka panjang. Dayat menjelaskan, sejumlah riset internasional menunjukkan manfaat pemberian makan bergizi di sekolah.
Studi Kristjansson (2006) menemukan bahwa program ini meningkatkan kemampuan matematika siswa, sementara riset Zenebi et al (2018) membuktikan adanya peningkatan kehadiran sekolah dan pertumbuhan anak yang lebih baik.
"Negara-negara maju sudah melaksanakan program serupa sejak lama. Indonesia tidak boleh ketinggalan," pungkasnya.
(dpe/abq)