Tawuran antar dua kelompok massa mengguncang kawasan Jalan Embong Malang, Surabaya pada Minggu (24/8) dini hari. Suasana mencekam bermula dari sengketa tanah dan bangunan hingga jalan protokol di tengah kota Surabaya itu sempat ditutup selama beberapa jam.
Sehari setelah kejadian tawuran yang membuat jalan sempat ditutup itu Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Surabaya menyatakan deklarasi damai. Namun deklarasi itu bukan karena kejadian kemarin.
Ketua FPK Surabaya Hoslih Abdullah mengatakan pihaknya telah berkoordinasi mempercepat penyelesaian konflik antara 2 kelompok yang terjadi di Jalan Embong Malang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena itu sudah menjadi persoalan hukum jadi ditangani oleh aparat penegak hukum. Tapi karena itu ada suku-suku ya kami berupaya untuk mengkoordinasikan untuk menambah lebih cepat persoalan itu bisa bisa selesai dengan baik," kata Hoslih di Surabaya, Senin (25/8/2025).
Terkait penyebab bentrok kedua kelompok massa, Hoslih tidak mengetahui itu. Dia hanya sempat melakukan koordinasi karena adanya keterlibatan suku dalam tawuran tersebut.
"Penyebab persis enggak tahu ya, tapi karena ada keterlibatan menyebut nama suku, ya kami berupaya menghubungi para tokoh sesepuh yang ada di FPK Kota Surabaya," ujarnya.
Meski begitu, Hoslih menegaskan deklarasi hari ini bukan karena kejadian bentrok kemarin. Tetapi sudah direncanakan jauh-jauh hari.
"Deklarasi ini bukan karena muncul permasalahan itu tapi memang sudah rencana program lama yang bisa dilaksanakan hari ini dan situasinya seperti ini," tegasnya.
![]() |
Total FPK membawa perwakilan dari 21 suku anggotanya dalam deklarasi.
"Macam-macam dari Suku Manggarai, Sumba, Bima, Rote, Jawa, Bali, Madura, dan lain-lain," katanya.
Perwakilan dari suku Ambon, Erick Tahalele juga mengatakan hal yang sama. Ia menekankan, bila deklarasi ini tidak memiliki kaitan dengan tawuran kemarin.
"Rencana kami sudah lama menindaklanjuti deklarasi Jogo Suroboyo di Taman Surya. Kok kebetulan memang, kemarin ada kejadian. Sebenarnya nggak ada kaitannya dengan itu (tawuran di Jalan Embong Malang). Tidak ada kaitannya dengan kejadian kemarin dan ini sudah direncanakan sebelumnya," ujar Erick.
Sementara Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Surabaya Tundjung Iswandaru memastikan tetap rutin komunikasi dengan FPK untuk mengantisipasi kejadian berulang.
"Apa yang menjadi isu-isu di masing-masing suku, apa yang bisa diperbuat oleh pemkot, terkait apapun, lapangan pekerjaan, terkait dengan dengan apa namanya? kehidupan sosial ekonomi. Nah, isu-isu apa yang berkembang di masing-masing suku. Jadi, kita komunikasikan karena tentunya dalam kehidupan bermasyarakat adalah sedikit gesekan-gesekan. Nah, ini kita antisipasi agar tidak menjadi besar," pungkasnya.
Berikut 5 poin isi pernyataan sikap FPK:
1. Menjadikan Surabaya sebagai rumah kita bersama, tempat seluruh warga tanpa memandang asal-usul, agama, budaya, bahasa, dan status sosial dapat hidup berdampingan secara damai, setara, dan bermartabat.
2. Meneguhkan semangat kebhinekaan sebagai kekuatan utama membangun kota yang maju, humanis, dan berkeadilan, serta menolak segala bentuk diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan berbasis identitas.
3. Menguatkan dialog, kolaborasi, dan gotong-royong di antara seluruh elemen masyarakat untuk menjaga kohesi sosial dan mencegah potensi perpecahan.
4. Mendorong peran aktif pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan generasi muda dalam memperkuat budaya toleransi serta mengedepankan kepentingan terbaik masyarakat Surabaya.
5. Mengajak seluruh warga Surabaya untuk menjaga kota ini sebagai ruang hidup yang aman, nyaman, sejahtera, dan ramah bagi semua, sehingga Surabaya benar-benar menjadi "Rumah Kita" yang membanggakan.
(dpe/abq)