Sebuah foto tanda terima pungutan uang gedung Rp 1,5 juta per siswa SMKN 1 Jombang viral di media sosial. Postingan itu memicu polemik lantaran dianggap janggal dan menuai banyak komentar dari warganet.
Pihak sekolah pun buka suara dan menjelaskan bahwa pungutan tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama dengan komite sekolah serta wali murid. Namun, perdebatan tak terhindarkan karena sebagian warganet menilai hal itu bertentangan dengan kebijakan pendidikan gratis.
Berikut sejumlah fakta terkait polemik pungutan di SMKN 1 Jombang:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Pungutan Viral di Media Sosial
Unggahan tanda terima pembayaran Rp 1,5 juta yang diklaim sebagai uang gedung SMKN 1 Jombang viral setelah diposting akun Instagram @brorondm. Postingan tersebut mendapat ribuan like, ratusan komentar, dan dibagikan puluhan kali oleh warganet yang ikut mengkritisi.
"Tanda terima tidak ada nama sekolah, tidak ada stempel, tidak ada ttd. Begitu liciknya kah para pendidik anak kita atau ini hanyalah hoax dari alam ghoib?" tulis akun @brorondm.
2. Warganet Soroti Bukti Pembayaran
Bukti pembayaran yang beredar justru makin memancing kritik karena dianggap tidak jelas dan tidak resmi. Tanda terima itu dinilai janggal lantaran tanpa kop sekolah, tanpa stempel, serta nominal ditulis dengan singkatan yang dianggap mencurigakan.
"Kalau setau saya, bukannya Jatim sudah seharusnya tidak ada biaya seperti uang gedung dan SPP atau sejenisnya yaa? Tapi ini ternyata masih ada pak bro.. dan yang bikin saya jengkel, tanda terimanya sangat ngga jelas," tulis salah satu komentar warganet.
3. Pihak Sekolah Sebut Hasil Kesepakatan
Humas SMKN 1 Jombang, Zainuri, menyatakan pungutan itu merupakan hasil rapat bersama komite dan wali murid. Dalam rapat tersebut disepakati ada kontribusi komite sebesar Rp 1,5 juta sekali bayar dan partisipasi pendidikan atau SPP Rp 100 ribu per bulan.
"Kesepakatan itu ada berita acaranya," kata Zainuri.
4. Dana yang Terkumpul Bisa Capai Rp 918 Juta
Jumlah siswa kelas X di SMKN 1 Jombang mencapai 612 anak sehingga bila seluruh orang tua membayar, dana yang terkumpul bisa mencapai Rp 918 juta. Namun, Zainuri menegaskan tidak semua wajib membayar karena ada jalur afirmasi keluarga tidak mampu dan keringanan untuk yang mengajukan permohonan.
"Itu pun tidak mengikat. Siswa yang masuknya lewat jalur afirmasi keluarga tidak mampu tidak dikenakan seperti itu," terang Zainuri.
5. Dana Dikelola Komite Sekolah
Meski disebut kontribusi komite, pembayaran dilakukan melalui loket sekolah dan diserahkan kepada bendahara komite. Penggunaan dana pun harus berdasarkan persetujuan bendahara dengan payung hukum berupa MoU antara sekolah dan komite.
"Setiap pengeluaran kami harus disetujui bendahara komite. Ada MoU (nota kesepahaman) antara sekolah dengan komite," jelasnya.
6. Dipakai untuk Bangun Fasilitas Sekolah
Uang gedung dipakai membiayai pembangunan fasilitas sekolah yang tidak bisa dibiayai BOS atau BPOPP. Rencana penggunaan dana meliputi pembangunan atap lapangan basket, joging track, hingga perbaikan parkir siswa dan guru.
"Itu tidak tercover dari BOS maupun BPOPP," kata Zainuri.
7. SPP untuk Kegiatan di Luar BOS dan BPOPP
Selain uang gedung, orang tua siswa dibebankan partisipasi pendidikan Rp 100 ribu per bulan. Dana ini digunakan untuk honor tenaga honorer, pelatih, dan akomodasi pendamping ketika siswa mengikuti lomba.
"Setahu kami tidak ada larangan (dari Dinas Pendidikan Jatim) selama tidak mengikat atau memaksa," tandasnya.