Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur mengklaim telah melakukan penelitian di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo Surabaya. Hasilnya emisi yang ada di sekitar PLTSa itu melampaui ambang batas yang ditetapkan WHO dan secara nasional.
Berdasarkan hasil pantauan kualitas udara di sekitar PLSA Benowo oleh WALHI Jatim, rata-rata PM 2.5 mencapai 26,78 µg/m³, hampir dua kali lipat dari batas harian WHO dalam Global Air Qualiy Guideline sebesar 15 26,78 µg/m³.
Pada beberapa titik pemantauan, nilai PM2.5 melampaui 100 µg/m³, yang tergolong sangat bahaya. Kemudian untuk PM10 juga demikian, konsentrasi puncak PM10 mencapai 150 µg/m³.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan kalau untuk nasional itu ditetapkan oleh pusat di angka 55 µg/m³ untuk PM2,5. Kalau untuk PM10 data kami ratanya 1 hari itu bisa sampai 150 µg/m³," kata Staf Kampanye Divisi Jaringan Publik, WALHI Jatim, Muhammad Jibril, Selasa (5/8/2025).
Pemkot Surabaya pun memastikan PLTSa Benowo beroperasi tanpa mencemari lingkungan. Untuk itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya turut melakukan uji emisi sebagai pembuktian.
Berdasarkan uji kualitas udara terbaru yang dilakukan oleh laboratorium terakreditasi, emisi yang dihasilkan PLTSa Benowo berada jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan pemerintah.
Kepala DLH Surabaya Dedik Irianto mengatakan pengujian dilakukan untuk menepis kekhawatiran masyarakat terkait dampak lingkungan dari aktivitas pengolahan sampah.
"Kami tidak hanya memastikan PLTSa Benowo berjalan efisien, tapi juga memastikan seluruh prosesnya aman bagi warga sekitar. Hasil ini membuktikan bahwa udara di sekitar PLTSa tetap bersih dan sehat," kata Dedik.
Dedik menjelaskan, pengujian ini melibatkan parameter debu partikulat PM2.5 di area sekitar cerobong dan permukiman, serta emisi dari cerobong PLTSa itu sendiri. Rangkuman dari pengujian itu antara lain pengujian di titik buang aktif atau di dekat cerobong (827 meter dari cerobong) sebesar 3,9 µg/Nm³.
Selain itu di titik buang tidak aktif (448 meter) sebesar 2,8 µg/Nm³. Angka ini jauh di bawah baku mutu udara ambien yang ditetapkan, yaitu 55 µg/Nm³ sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021.
"Kemudian pengukuran di permukiman Jawar (1,2 km dari TPA Benowo) menunjukkan kadar PM2.5 sebesar 1,6 µg/Nm³. Ini membuktikan bahwa lingkungan permukiman tetap aman dari paparan emisi," ujarnya.
Selain itu, emisi yang dihasilkan dari 3 boiler PLTSa terpantau sangat rendah. Boiler 1 tercatat 2,0 mg/Nm³, boiler 2 sebesar 3,5 mg/Nm³, dan boiler 3 sebesar 2,5 mg/Nm³.
Angka-angka ini jauh di bawah baku mutu yang ditetapkan, yaitu 120 mg/Nm³ sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) No. 15 Tahun 2019.
Kemudian untuk emisi dari LFG 1 sebesar 4,7 mg/Nm³ dan LFG 2 sebesar 1,4 mg/Nm³. Kedua hasil ini juga berada jauh di bawah baku mutu yang ditetapkan, yaitu 95 mg/Nm³ melalui PermenLHK No. 11 Tahun 2021.
Dedik menegaskan pengujian ini merupakan bukti komitmen Pemkot Surabaya menjaga kualitas lingkungan sekaligus bentuk transparansi kepada masyarakat. PLTSa Benowo merupakan salah satu proyek pengolahan sampah menjadi energi pertama di Indonesia yang konsisten beroperasi.
Teknologi yang digunakan diklaim telah mampu mengubah limbah padat kota menjadi listrik tanpa menimbulkan pencemaran udara yang membahayakan bagi masyarakat.
"Dengan hasil uji terbaru ini, kami berharap masyarakat dapat lebih tenang dan terus mendukung solusi energi berbasis lingkungan yang berkelanjutan," pungkasnya.
(dpe/abq)