Di balik bangunan toilet umum yang semestinya menjadi tempat singgah sesaat bagi warga di Taman Lumumba, Surabaya, tersimpan kisah pilu seorang ibu lansia dan anak perempuannya. Video yang viral di media sosial itu mengungkap potret getir kehidupan rakyat kecil, yang bertahan hidup di tengah keterbatasan, menjaga fasilitas umum demi sesuap nasi.
Warga sempat dihebohkan dengan viralnya sebuah video di media sosial yang menampilkan toilet umum di sebuah taman kota berubah fungsi menjadi tempat tinggal liar.
Video tersebut diunggah oleh salah satu akun Instagram dan memperlihatkan ponten (toilet umum) di Taman Lumumba, Ngagel, Kecamatan Wonokromo, Surabaya, dipenuhi perabot rumah tangga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam video itu, tertulis keterangan: "Toilet atau ponten umum yang seharusnya menjadi fasilitas untuk digunakan warga diduga berubah fungsi menjadi tempat tinggal liar. Hal ini terjadi di sebuah taman yang ada di Kota Surabaya. Ada yang bisa nebak lokasinya?"
Hasil penelusuran detikJatim mengonfirmasi lokasi tersebut berada di Taman Lumumba, di bantaran Kali Jagir. Pantauan di lokasi menemukan berbagai barang seperti lemari pakaian, bak berisi pakaian, kompor gas, hingga lemari es di dalam bangunan ponten tersebut.
Sosok yang disebut-sebut tinggal di ponten itu adalah Taspiah (72). Saat ditemui, Taspiah menegaskan bahwa ia bukan menetap di ponten, melainkan menjaga toilet tersebut atas permintaan anaknya, Tumini (46), pengelola ponten tersebut.
"Saya di sini disuruh jaga sama anak saya," tutur Taspiah, Selasa (1/7/2025).
![]() |
"Anakku namanya Tumini, aku asline (aslinya) Jombang. Terus aku dipanggil ke sini. 'Mak jogono kene. Aku tak ngaji, sama ngeterno putuku' (Mak tolong jagain sini. Aku mau mengaji sama mengantarkan cucuku). Aku nggak tahu apa-apa," tambahnya.
Tiap hari, Taspiah bersama Tumini membuka ponten sejak pagi hingga tutup sekitar pukul 22.00 WIB. Setelah itu, mereka pulang ke rumah Tumini di Jalan Lumumba, Ngagel.
Tumini sendiri membantah bahwa toilet umum itu dijadikan tempat tinggal. Dia menjelaskan, keberadaan barang-barang rumah tangga di dalam ponten hanya untuk keperluan berjaga sepanjang hari dan menunjang kenyamanan ibunya.
"Ini bukan tempat tinggal. Kalau malam jam 10 tutup," ujar Tumini.
"Dulu beberapa tahun itu, ditinggal pulang ke Lumumba (rumah). Di sini diganggu orang, buang kotoran di sini, berak sembarangan dan kencing (berserakan)," tambahnya.
Karena situasi tersebut, Tumini yang merupakan janda meminta tolong sang ibu untuk menjaga toilet hingga malam hari.
"Kalau masalah ada kompor itu, bukan untuk masak sehari-hari. Tapi jika ada orang dari ponten butuh minum kopi, teh, dan rokok eceran. Karena biasanya kalau orang ke ponten sambil merokok," jelasnya.
Sementara soal keberadaan lemari pakaian, Tumini mengaku itu lemari ibunya agar memudahkan saat berjaga hampir seharian.
"Kalau lemari itu untuk baju ibu. Dan lemari es itu juga kredit. Buat menyimpan ikan," katanya.
![]() |
Di balik polemik ini, Tumini juga mengungkap adanya perjanjian kerja sama dengan pihak pemilik bangunan, yakni Jasa Tirta. Dia memperlihatkan surat kontrak yang menyebut dirinya membayar Rp 2 juta untuk mengelola toilet umum tersebut.
Namun, seiring waktu, pendapatan dari jasa toilet yang hanya Rp 2 ribu sekali pakai makin menurun. Dari semula Rp 100 ribu sehari, kini Rp 50 ribu saja sudah sangat bagus.
"Kadang nggak target. Kadang ada orang baik hati mengasih lima ribu. Kalau anak kecil-kecil itu 'nggak punya uang bu', nggak apa-apa nggak bayar," ujar Tumini.
Kini setelah video viral, Tumini hanya bisa pasrah. Ia mengaku telah membersihkan barang-barang di dalam toilet sebelum didatangi petugas Satpol PP Kota Surabaya. Dia berharap tidak kehilangan kepercayaan untuk tetap mengelola toilet yang sudah dikelola keluarganya sejak sebelum Taman Lumumba dibangun.
(auh/hil)