Di usia 90 tahun, Misringah membuktikan bahwa mimpi tidak pernah mengenal kata terlambat. Warga Desa Gandu Kepuh, Kecamatan Sukorejo, Ponorogo itu bersiap menunaikan ibadah haji tahun ini. Ia tercatat sebagai calon jemaah haji tertua dari daerahnya.
Perjalanan Mbah Misringah menuju Tanah Suci penuh kisah haru. Sejak lama, ia menabung dari hasil menjadi buruh tani dan menjual buah asem yang ia cari sendiri dari kebun.
"Ibu dulu kerja buruh, punya tanaman asem. Setiap hari cari asem dijual, jadi uang, dibikin cincin," ujar anaknya, Mujiatin (49), saat ditemui wartawan, Selasa (6/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2019, Mbah Misringah bahkan menjual perhiasan emas miliknya seberat 45 gram seharga Rp 19 juta. Emas itu merupakan hasil jerih payah bertahun-tahun.
"Emas-emasannya dijual, seminggu kemudian langsung daftar haji," lanjut Mujiatin.
Namun, bukan hanya dari emas, pembiayaan haji juga dibantu anak-anaknya. Mbah Misringah memiliki tujuh anak, 24 cucu, 18 buyut, dan bahkan satu canggah.
"Kami anak-anaknya gotong royong bantu biaya pelunasan haji ibu," tambahnya.
Setelah mendaftar, Mbah Misringah harus menunggu selama lima tahun hingga akhirnya pada tahun keenam ini, ia mendapat kesempatan berangkat ke Tanah Suci. Perjuangannya tak hanya dari sisi materi, tetapi juga semangat hidup. Meski sudah sepuh, ia tetap aktif di kebun.
"Usia 90 tahun masih cabut rumput, cari asem. Tapi sejak enam bulan terakhir, sudah kami larang cari asem lagi biar istirahat," tutur Mujiatin.
Semangat Mbah Misringah menjadi inspirasi banyak orang. Dari kebun kecil di Ponorogo, kini ia akan melangkah ke Tanah Suci.
"Alhamdulillah, akhirnya bisa berangkat. Semoga sehat dan lancar ibadahnya," pungkas Mujiatin penuh haru.
(auh/hil)