Setiap tanggal 24 April diperingati sebagai Hari Angkutan Nasional. Momen ini menjadi pengingat pentingnya peran moda transportasi dalam mendukung mobilitas masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Tak hanya kendaraan modern, Indonesia, termasuk Jawa Timur, juga memiliki transportasi tradisional yang unik dan masih digunakan hingga kini.
Hari Angkutan Nasional pertama kali diperingati untuk mengenang tonggak sejarah perkembangan sistem transportasi di Indonesia. Meski era digital dan kendaraan bermotor semakin mendominasi, transportasi tradisional tetap memiliki tempat tersendiri, terutama di kawasan pedesaan dan destinasi wisata.
Sejarah Hari Angkutan Nasional
Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kudus, tanggal 24 April diperingati sebagai Hari Angkutan Nasional, sebuah momentum untuk mengenang perjalanan panjang sistem transportasi umum di Indonesia. Tak banyak yang tahu, cikal bakal angkutan umum di tanah air justru bermula di masa penjajahan Jepang pada tahun 1943.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kala itu, Indonesia memiliki dua jenis layanan transportasi, yaitu Jawa Unyu Zigyosha, yang digunakan untuk mengangkut barang dengan truk, dan Cikarn Zidosha Sokyoku, yang khusus melayani penumpang menggunakan kendaraan bermotor. Kedua layanan ini menjadi awal mula sistem angkutan yang lebih terstruktur di masa mendatang.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pengelolaan kedua angkutan tersebut beralih ke pemerintah melalui Kementerian Perhubungan. Nama-nama Jepang itu pun berubah menjadi Djawatan Pengangkoetan untuk angkutan barang, dan Djawatan Angkoetan Darat untuk layanan penumpang.
Seiring waktu, kedua instansi ini kemudian digabungkan dalam satu organisasi resmi yang dikenal hingga kini, yaitu Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia (DAMRI). DAMRI menjadi simbol penting dalam perjalanan angkutan nasional, dan keberadaannya turut melatarbelakangi penetapan 24 April sebagai Hari Angkutan Nasional.
Tak sekadar peringatan sejarah, Hari Angkutan Nasional punya tujuan yang relevan hingga saat ini, mendorong masyarakat agar lebih sadar pentingnya menggunakan transportasi umum. Selain mengurangi kemacetan, penggunaan angkutan publik juga merupakan cara konkret menjaga dan memajukan fasilitas umum yang telah dibangun bersama.
Alat Transportasi Tradisional Khas Jatim
Tak sekadar alat angkut, kehadiran alat transportasi tradisional menjadi cermin budaya lokal yang terus hidup, bahkan menarik minat wisatawan. Di sejumlah daerah, kendaraan seperti becak, delman, hingga perahu getek masih bisa dijumpai, menjadi saksi bisu perjalanan masyarakat dari masa ke masa.
1. Becak
Becak menjadi salah satu ikon transportasi tradisional di banyak kota di Jawa Timur seperti Surabaya, Malang, hingga Madiun. Mengandalkan tenaga manusia, becak biasa digunakan untuk perjalanan jarak dekat.
Becak biasanya ada di kawasan pasar, stasiun, atau pusat kota lama. Kini, meski sebagian telah tergantikan ojek online, becak tetap bertahan, dan tak jarang, bahkan menjadi wahana nostalgia bagi wisatawan.
2. Delman, Bendi, dan Dokar
Tiga jenis kendaraan ini sebenarnya merujuk pada moda transportasi yang ditarik kuda, namun namanya berbeda tergantung daerahnya. Di beberapa wilayah Jatim seperti Pasuruan, Probolinggo, dan Mojokerto, kendaraan ini masih digunakan, terutama untuk acara budaya atau wisata.
Delman biasanya memiliki atap melengkung, sementara bendi lebih ramping, dan dokar memiliki bentuk yang agak lebih berat. Ketiganya sama-sama menawarkan sensasi berkendara yang khas zaman dulu.
3. Cikar dan Pedati
Berbeda dengan delman, cikar atau pedati adalah kendaraan roda dua atau empat yang ditarik sapi atau kerbau. Transportasi ini dulunya digunakan mengangkut hasil panen dari sawah ke rumah atau pasar. Saat ini, cikar lebih sering ditemui di acara adat atau sebagai media edukasi pertanian tradisional di desa wisata seperti Banyuwangi atau Bojonegoro.
4. Perahu Getek
Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar sungai besar seperti Bengawan Solo atau Sungai Brantas, perahu getek menjadi alat transportasi vital. Perahu getek terbuat dari rakitan bambu atau kayu.
Perahu getek biasanya digunakan untuk menyeberang sungai. Di beberapa wilayah seperti Lamongan dan Tulungagung, perahu getek masih digunakan warga karena lebih cepat dibanding harus memutar lewat jembatan.
Meski keberadaan transportasi tradisional mulai tergerus zaman, perannya tetap penting sebagai bagian dari warisan budaya. Selamat Hari Angkutan Nasional, mari lestarikan alat transportasi tradisional sebagai bagian dari identitas bangsa.
(hil/irb)