Wacana pengembalian jurusan IPA/IPS/Bahasa pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mulai mencuat. Pakar pendidikan Jatim rupanya mendukung hal tersebut sebagai upaya untuk menggali potensi siswa.
"Potensi itu kan tentu satu sama lain berbeda. Untuk mengetahui potensi itu sebetulnya anak-anak dapat diarahkan belajar apa, tujuannya apa. Sehingga kalau misal Pak Menteri mengembalikan prosesnya sesuai dengan potensi (anak), saya kira ini upaya mengembalikan pendidikan kita ke jalan yang benar," ujar Pakar pendidikan Jatim Isa Anshori saat dihubungi detikJatim, Selasa (22/4/2025).
Menurut Isa, dengan dikembalikannya jurusan SMA ini, sama dengan mengembalikan "jalan pendidikan" di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan kembalinya (jurusan) ke IPA/IPS/Bahasa, sebetulnya Pak Menteri ingin mengembalikan jalan pendidikan kita pada pengembangan potensi anak, apa yang harus dipelajari dan apa yang harus dicapai," bebernya.
Namun, ia juga menyoroti beberapa hal apabila kebijakan pengembalian jurusan benar-benar ditetapkan. Terutama, untuk memastikan agar anak-anak belajar di jurusan yang sesuai dengan minat bakatnya.
"Menurut saya, sejak SMP anak harusnya sudah dideteksi (potensinya) melalui guru bimbingan konseling. Jadi arah potensi anak itu ke mana (dapat diketahui). Ini akan menjadi rekomendasi dan catatan untuk di tingkat lanjutan," tutur Isa.
Pemberlakuan tes assesment atau psikologi saat siswa mulai memasuki jenjang SMA juga menjadi hal penting. Tujuannya, untuk mempertajam potensi dalam bidang pendidikan yang akan ditempuh siswa.
"Anak-anak jadi tidak perlu belajar banyak (dengan pengembalian jurusan). Tapi bisa fokus pada apa saja yang bisa dikembangkan (sesuai jurusan dan potensinya)," kata Isa.
Isa juga memberi saran, terutama kepada para orang tua agar tidak memaksakan jurusan tertentu kepada anak-anaknya jika nantinya kebijakan ini ditetapkan.
"Saya kira bagi para orang tua, perlu memahami keterampilan dan potensi yang dimiliki anak. Sehingga, tidak perlu memaksakan ke jurusan tertentu, karena dampaknya bisa terjadi demotivasi dalam belajar," tuturnya.
Orang tua diharapkan mempercayakan anak kepada pihak sekolah yang telah mengantongi data-data ilmiah berdasarkan tes potensi siswa saat akan menentukan tujuan. Sehingga, anak-anak dapat belajar dengan optimal di sekolah.
"Saya kira itu semua untuk kepentingan perbaikan anak. Disesuaikan saja dengan hasil tes potensi anak, karena itulah yang juga menjadi kesenangannya anak," pungkas Isa.
Diberitakan sebelumnya, Kurikulum Merdeka meniadakan format penjurusan di SMA yang biasa dikategorikan sebagai IPA/IPS/Bahasa. Baru sebentar kebijakan tersebut diterapkan, kini Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana mengembalikan format lama itu pada tahun ajaran 2025/2026.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Aries Agung Paewai menyambut baik rencana tersebut. Sebab, model penjurusan bisa menguatkan karakter serta ilmu siswa terhadap minat tertentu.
"Penerapan kembali penjurusan ini sangat penting untuk menguatkan karakter dan pondasi keilmuan siswa. Selama ini, dengan sistem tanpa penjurusan yang diterapkan dalam Kurikulum Merdeka, fokus penguatan karakter akademik siswa sedikit terpinggirkan," kata Aries saat dikonfirmasi detikJatim, Minggu (20/4/2025).
Aries yakin jika kebijakan tersebut diterapkan, maka siswa-siswi akan semakin kuat dalam mendalami suatu ilmu pendidikan untuk bekal setelah lulus sekolah
"Siswa bisa menguatkan karakternya. Apabila regulasi ini benar-benar diterapkan, maka pendidikan dasar siswa sejak SD, SMP, hingga SMA/SMK akan menjadi lebih kuat," jelasnya.
(hil/iwd)