Mandalay yang dikenal Kota Emas dengan sejuta pesona wisata kini berubah mengerikan. Gempa dahsyat berkekuatan 7,7 skala Richter meluluhlantakkan kota ini merenggut ribuan nyawa dan meninggalkan duka mendalam bagi penduduknya.
Dulu, pagoda berwarna emas berkilauan di sana. Deretan situs seperti gundukan pemakaman Buddha yang bersemayam di Mandalay dan tempat bersejarah berjajar mulai dari Mandalay Hill, Desa kuil Buddha Sima, hingga Mandalay Palace yang merupakan bekas istana kerajaan menjadi hiasannya.
Mandalay setelah gempa dahsyat seolah kehilangan sinar. Dikutip detikTravel dari BBC, Rabu (2/4), Mandalay merupakan pusat gempa yang menjadi saksi ribuan korban jiwa dan korban luka. Angkanya tembus 2.700 orang meninggal dan 4.521 orang terluka, serta ratusan lainnya hilang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penduduk di kota terpadat kedua di negara itu mengatakan bahwa mereka telah menghabiskan malam-malam tanpa tidur dengan berkeliaran di jalan-jalan karena putus asa karena persediaan makanan dan air menipis.
Begitu banyak mayat menumpuk sehingga jenazah harus dikremasi dalam tumpukan tersebut. Bau anyir jenazah menyeruak mengisi udara yang dihirup orang-orang yang mulai putus asa.
Seorang penduduk Mandalay berbicara tentang kehilangan bibinya dalam gempa dahsyat itu. Bibinya adalah satu dari sekian banyak jenazah yang dikremasi secara massal.
"Namun, jasadnya baru berhasil dikeluarkan dari reruntuhan dua hari kemudian, pada 30 Maret," kata mahasiswi berusia 23 tahun yang ingin dikenal dengan inisial J.
Infrastruktur yang buruk dan konflik sipil yang tidak merata sangat menghambat upaya bantuan di Myanmar, tempat militer memiliki sejarah dalam menekan skala bencana nasional.
Jumlah korban tewas diperkirakan akan terus meningkat karena tim penyelamat memperoleh akses ke lebih banyak bangunan yang runtuh dan distrik yang terputus.
J, yang tinggal di distrik Mahaaungmyay, Mandalay merasa pusing karena kurang tidur. Banyak penduduk yang tinggal di tenda atau tak tinggal di mana pun di sepanjang jalan karena khawatir sisa-sisa rumah mereka tidak akan mampu menahan gempa susulan.
"Saya melihat banyak orang, termasuk saya, berjongkok dan menangis keras di jalan," kata J.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Selasa, Kepala Militer Min Aung Hlaing mengatakan jumlah korban tewas mungkin melebihi 3.000. Tetapi Survei Geologi AS pada hari Jumat menyatakan, "jumlah korban tewas lebih dari 10.000 adalah kemungkinan besar," dari lokasi dan besarnya gempa.
Seorang pendeta setempat bernama Ruate mengatakan kepada BBC bahwa putranya yang berusia 8 tahun tiba-tiba menangis beberapa kali dalam beberapa hari terakhir setelah menyaksikan beberapa bagian lingkungan tempat tinggalnya terkubur di bawah reruntuhan dalam sekejap.
"Dia berada di kamar tidur di lantai atas ketika gempa terjadi, dan istri saya sedang menjaga adik perempuannya, jadi beberapa puing jatuh menimpanya," katanya.
"Kemarin kami melihat jenazah dikeluarkan dari gedung-gedung yang runtuh di lingkungan kami," kata Ruate, yang tinggal di daerah Pyigyitagon.
"Ini sangat menyadarkan. Myanmar telah dilanda begitu banyak bencana, beberapa bencana alam, beberapa bencana buatan manusia. Semua orang menjadi sangat lelah. Kami merasa putus asa dan tidak berdaya," dia menambahkan.
Gempa bumi minggu lalu juga berdampak pada Thailand dan China. Pada Selasa (1/4), Myanmar mengheningkan cipta selama 1 menit untuk mengenang para korban sebagai bagian dari minggu berkabung nasional.
Junta militer meminta agar bendera dikibarkan setengah tiang, siaran media dihentikan, dan meminta orang-orang untuk memberikan penghormatan terakhir.
Artikel ini sudah tayang di detikTravel. Baca selengkapnya di sini.
(dpe/fat)