Pakar Hukum Nilai Pembahasan UU KUHAP Harus Selesai Lebih Awal

Pakar Hukum Nilai Pembahasan UU KUHAP Harus Selesai Lebih Awal

Muhammad Aminudin - detikJatim
Kamis, 30 Jan 2025 20:13 WIB
Seminar Nasional Sinkronisasi dan Harmonisasi Materi RUU Kejaksaan & RUI KUHAP di Universitas Muhammadiyah Malang
Seminar Nasional Sinkronisasi dan Harmonisasi Materi RUU Kejaksaan & RUI KUHAP di Universitas Muhammadiyah Malang (Foto: Muhammad Aminudin.detikJatim)
Malang -

Universitas Muhammadiya Malang (UMM) menggelar Seminar Nasional Sinkronisasi dan Harmonisasi Materi RUU Kejaksaan & RUI KUHAP. Ini karena KUHAP dinilai menjadi induk aturan sistem peradilan pidana di Indonesia.

Dalam seminar ini, hadir Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Trisno Raharjo. Ia berharap KUHAP dapat terselesaikan lebih dahulu sebelum RUU lembaga penegak hukum.

"Hukum acara pidana (KUHAP) harus diselesaikan dulu. Baru kemudian menyusul Undang-Undang Kejaksaan, Undang-Undang Kepolisian bisa kemudian dilakukan," ujar Trisno di Gedung Kuliah Bersama (GKB) 4 Universitas Muhammadiya Malang, Kamis (30/1/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau hukum acara pidana (KUHAP) bisa diselesaikan dahulu. Maka juga akan bisa menjadi pendamping KUHP baru nantinya," sambungnya.

Menurut Trisno, lembaga penegak hukum harus menanggalkan ego sektoral agar pembahasan RUU KUHAP bisa terselesaikan tahun ini. Karena juga telah masuk dalam prolegnas DPR RI.

ADVERTISEMENT

"Harus serius para penegak hukum hilangkan ego sektoral hingga RUU ini bisa diselesaikan tahun ini. Karena Januari 2026 KUHP baru sudah berlaku. Kalau hukum acaranya belum sesuai, kita akan melihat banyak hal yang akan tidak sesuai," tuturnya.

Terpisah, Dekan Fakultas Hukum UMM Prof Tongat menambahkan, distribusi kewenangan dari masing-masing lembaga penegak hukum harus diperjelas dalam RUU KUHAP.

Langkah ini menjadi hal penting demi menghindari tumpang tindih kewenangan dalam sistem peradilan di Indonesia.

"Distribusi kewenangan masing-masing lembaga harus jelas supaya tidak ada tumpang tindih. Kalau distribusi tidak jelas samar-samar misalnya pasal berkaitan dengan pengendalian penyidikan dan penyelidikan oleh Kejaksaan itu nanti akan menimbulkan tumpang tindih," imbuhnya.

"Termasuk nantinya penanganan tindak pidana yang selama ini kewenangan kepolisian. Kalau misalnya diberikan kepada kejaksaan akan berpotensi tumpang tindih kewenangan," sambungnya.

Maka dari itu, Tongat mendorong perlunya sinkronisasi dan harmonisasi terhadap RUU Kejaksaan, RUU Kepolisian dengan RUU KUHAP.

"KUHAP adalah induk dan rujukan dalam sistem hukum acara pidana, harusnya ada sinkronisasi dengan undang-undang sektoral. Idealnya RUU KUHAP selesai dibahas, kemudian baru mengarah kepada undang-undang sektoral," katanya.

"Tidak terbalik seperti sekarang. Kita sudah bahas RUU Kejaksaan. Sementara RUU KUHAP belum selesai," tandasnya.

Tongat mendorong tim perancang RUU KUHAP untuk bisa resposif terkait perkembangan aspirasi publik. Agar produk KUHAP dapat menjadi pijakan dalam proses hukum acara pidana di Indonesia.

"Makanya kita mendorong kepada tim perancang RUU KUHAP merespon atensi publik. Salah satunya kepastian kewenangan dalam proses Restorative Justice (RJ) yang seharusnya dilaksanakan saat awal proses penanganan pidana," pungkasnya.

Seminar Nasional Sinkronisasi dan Harmonisasi RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP menghadirkan sejumlah pakar hukum, praktisi, dan mahasiswa.

Selain Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Trisno Raharjo, Dekan FH UMM Prof Tongat, juga hadir sebagai pemateri Prof Dr Deny dari Universitas Trunojoyo, Madura, Dewan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminolog Indonesia Dr Sholehuddin, serta Ketua Fordek PTM se-Indonesia Dr Faizal.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads