Alissa Qotrunnada Wahid anak sulung Almharhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Presiden ke-5 angkat bicara soal wacana libur sekolah sebulan selama Ramadan. Dia tegaskan bahwa program yang pernah diberlakukan Gus Dur pada Ramadan 1999 itu harus terdefinisi dengan jelas.
Menurut Alissa semua kebijakan pemerintah yang paling penting adalah underlying fundamental issue (persoalan mendasar yang mendasari kebijakan). Apa sebenarnya alasan mendasar dan tujuannya?
"Nggak sekadar libur. Kata libur sendiri berbahaya kalau digunakan untuk hal-hal yang justru tidak tepat," kata Alissa saat ditemui detikJatim di Masjid Cheng Hoo Surabaya, Senin (20/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alissa tidak memungkiri bahwa bisa saja libur sekolah sebulan selama Ramadan dapat diterapkan tahun ini. Tetapi, libur sekolah sebulan itu harus didefinisikan dengan jelas.
"Kalau definisinya jelas, setelah itu tujuan itu kemudian dikawal dengan cara apa? Misalnya tidak bersekolah atau belajar di sekolah, tetapi ada tugas-tugas yang mengasah karakternya, akhlaknya, dan lain-lain," ujarnya.
"Tapi kalau sekadar libur, itu tentu tidak oke. Karena akhirnya anak-anak kita kalau tidak di sekolah anak-anak ngapain? Kalau nggak ke mall atau di media sosial, bukan kah itu lebih berbahaya? Jadi tergantung untuk apa," tambahnya.
Diketahui, program libur sekolah selama Ramadan pernah diterapkan Almarhum Gus Dur ketika masih menjabat Presiden RI pada 1999. Alissa menyebutkan itu bisa kembali dilakukan pada zaman serba digital, namun harus disampaikan tujuan dan persiapan yang perlu dilakukan.
"Karena kebijakan bisa sama, tapi kalau di balik itu ada asumsi yang berbeda dan ada pengelolaan yang berbeda, maka hasilnya tidak akan sama. Sama-sama menyebut untuk musyawarah mufakat, tetapi musyawarah mufakatnya untuk korupsi, kan beda sekali dengan musyawarah mufakat untuk kemaslahatan bangsa," jelasnya.
Penting baginya bagaimana cara mengelola program dengan baik ketika wacana libur selama Ramadan benar-benar diterapkan. Catatan lainnya yakni dia mempertanyakan bagaimana dengan siswa non Muslim?
"Konsep merdeka belajar waktu itu, anak-anak bisa memilih ruang belajarnya dan tema belajarnya. Misalnya pandangan itu yang digunakan untuk mengelola libur Ramadan, tentu saja bisa, tapi dibatasi dengan misalnya untuk kekuatan pengembangan akhlak. Lalu bagaimana dengan murid-murid yang tidak beragama Islam. Itu juga harus dipikirkan," pungkasnya.
(dpe/fat)