Tanah longsor merupakan salah satu bencana hidrometeorologi yang perlu diwaspadai. Sebab, apabila tidak ada upaya antisipasi serta mitigasi, dampak dari bencana tanah longsor bisa merenggut korban jiwa sekaligus harta benda.
Baru-baru ini, seperti yang terjadi di Desa Tileng, Kecamatan Dagangan, Madiun pada Sabtu (21/12/2024) petang, seorang lansia dilaporkan tewas.
Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS Dr Ir Amien Widodo menjelaskan, ada beberapa faktor yang memicu terjadinya tanah longsor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perubahan hutan gunung menjadi faktor utama penyebab longsor. Selain itu, juga ada pengurangan vegetasi seperti karena terbakar atau dibakar, penambahan air seperti air hujan, terpotongnya lereng bagian bawah, penambahan beban, getaran salah satunya dipicu gempa, hingga pelapukan," jelas Amien, Senin (23/12/2024).
Oleh karena itu, Amien mengusulkan pembuatan kawasan berisiko longsor sebagai salah satu bentuk antisipasi yang dimuat dalam Peta Kawasan Rawan Bahaya Longsor (KRB).
"Peta itu dibuat mengikuti cara pemetaan Kawasan Rawan Bencana Gunungapi yang terbagi menjadi 3 bagian," kata Amien.
Bagian pertama adalah KRB III dengan indikator warna merah. Menunjukkan kawasan sangat berisiko, kawasan terbatas, serta hanya orang tertentu saja dan terlatih yang bisa mendekat dalam upaya mitigasi tanah longsor.
Lalu, KRB II dengan indikator oranye, yakni kawasan berisiko sedang, kawasan terbatas agak ketat, serta orang orang masuk tercatat dan tujuannya jelas.
"Kawasan rawan bencana sedang ini direkomendasikan sebagai kawasan terbatas, penduduk dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan tetap memperhatikan kesiapsiagaan bencana longsor," tutur Amien.
Terakhir, ada KRB I dengan indikator warna hijau yang menunjukkan kawasan aman untuk beraktivitas.
Selain itu, juga diperlukan pengamatan secara langsung seberapa besar tingkat kerawanan, seberapa jauh jarak jangkau longsoran, serta seberapa besar dampak yang akan terjadi di suatu wilayah yang termasuk kawasan rawan bahaya longsor.
Apabila sewaktu-waktu ditemukan retakan tanah dan indikasi longsor, perlu segera dilakukan pemetaan sebaran dan luas serta jumlah retakan yang ada.
"Kalau retakan mash kecil dan belum meluas bisa ditutup dengan tanah agar tidak kemasukan air hujan. Kemudian, data rumah-rumah yang terdampak, buat peta pola retakan dan perkirakan jarak jangkauan longsor yang akan terjadi, serta rumah-rumah yang akan terkena longsor," beber Amien.
Amien juga menyarankan, agar pemerintah setempat dapat berkoordinasi dengan pihak Badan Geologi dan atau KemenPUPR agar segera dilakukan kajian penanganan longsor secara lebih komprehensif.
Sekaligus, agar pemerintah maupun para stakeholder lainnya bisa memberikan sosialisasi terkait upaya mitigasi bencana bagi warga yang tinggal di kawasan rawan bahaya longsor.
"Serta melakukan sosialisasi dan latihan keadaan darurat secara berkelanjutan bagi warga yang bermukim di kawasan tersebut," pungkasnya.
(irb/hil)