Respons Untag Surabaya Soal Wacana Ganti Ranking Kampus dengan Capaian

Respons Untag Surabaya Soal Wacana Ganti Ranking Kampus dengan Capaian

Esti Widiyana - detikJatim
Rabu, 27 Nov 2024 06:00 WIB
Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Supangat
Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Supangat (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya -

Wacana penggantian sistem peringkat kampus dengan pendekatan berbasis capaian diusulkan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro. Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Supangat menanggapi ide tersebut.

Supangat menyebut usulan tersebut menarik untuk dikaji. Sebab dianggap lebih relevan dengan karakter unik setiap perguruan tinggi (PT), sekaligus berusaha mengatasi praktik tidak sehat seperti "obral gelar" akademik.

Supangat lalu menyinggung lima perguruan tinggi (PT) di Indonesia yang masuk Top 500 QS World University atau lembaga yang menyediakan publikasi atau informasi tahunan peringkat perguruan tinggi terbaik dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelima PT tersebut yakni, Universitas Indonesia (UI) mencatat kenaikan dari peringkat 248 ke 237, sedangkan UGM turun dari 231 ke 263, dan ITB turun dari 235 ke 281. Unair berhasil naik dari peringkat 369 ke 345, sementara IPB turun dari 449 ke 489.

Ia menyebut, data tersebut menggambarkan tantangan besar bagi PT di Indonesia untuk mencapai peringkat Top 200 dunia sejak 2019. Bahkan, sebagian besar institusi mengalami penurunan peringkat, dengan hanya sedikit yang berhasil mencatatkan peningkatan secara konsisten dalam 5 tahun terakhir.

ADVERTISEMENT

"Salah satu kelemahan sistem ini adalah ketergantungan pada survei akademik dan reputasi lulusan, yang mencapai 45-50% dari total skor peringkat. Hal ini membuat perguruan tinggi pengajaran (teaching university) sulit bersaing dengan universitas riset (research university), yang memiliki program doktoral dan menghasilkan penelitian berpengaruh besar," jelas Supangat kepada detikJatim, Selasa (26/11/2024).

Supangat lalu menyinggung usulan Menteri Satryo yang hendak mengganti fokus pada peringkat dengan capaian konkret. Capaian ini mencakup target yang ditetapkan setiap kampus sesuai janji mereka di awal tahun ajaran. Dengan cara ini, institusi bisa menunjukkan keunggulannya tanpa harus mengikuti standar global yang tidak selalu relevan.

"Namun, tantangan dalam sistem capaian adalah menentukan indikator yang obyektif dan bisa diukur secara jelas. Indikator tersebut harus mencakup kontribusi kampus pada masyarakat, seperti dampak penelitian, kerja sama global, dan efektivitas pengabdian masyarakat," jelasnya.

Baginya, kebijakan berbasis capaian memerlukan sistem informasi yang transparan dan dapat diandalkan. Data dari Bappenas dan Kemenristekdikti menunjukkan bahwa perguruan tinggi di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan kualitas riset.

Saat ini, lanjut Supangat, hanya 29 universitas Indonesia yang masuk 100 besar Asia Tenggara menurut Webometrik, dengan kurang dari 1% yang mampu bersaing di tingkat internasional.

"Sistem informasi yang baik memungkinkan perguruan tinggi untuk mengevaluasi standar pembelajaran, penelitian, hingga fasilitas yang ada secara berkelanjutan. Dengan begitu, capaian kampus tidak hanya terlihat di atas kertas, tetapi juga nyata dirasakan masyarakat," ujarnya.

Selain itu, perlu inspirasi dari kampus dunia. Membangun budaya kerja keras dan lingkungan belajar yang mendukung adalah kunci kesuksesan.

Contohnya TU Delft di Belanda menyediakan fasilitas belajar hingga tengah malam, dengan suasana perpustakaan yang kondusif. Mahasiswa di sana serius belajar, sehingga universitas ini berhasil menjadi salah satu yang terbaik di dunia.

"Kebijakan berbasis capaian menjadi langkah awal untuk membangun ekosistem pendidikan tinggi yang lebih adil dan relevan. Dengan memadukan kelebihan sistem pemeringkatan dan capaian, perguruan tinggi di Indonesia dapat terus meningkatkan kualitas secara berkelanjutan," katanya.

"Jika diterapkan dengan transparansi dan berbasis data, kebijakan ini bisa menjadi fondasi pendidikan tinggi Indonesia untuk mencapai visi besar yaitu menciptakan universitas kelas dunia pada tahun 2045," pungkasnya.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads