Peristiwa 10 November 1945 menjadi peperangan pertama yang terjadi pasca Indonesia merdeka. Dalam pertempuran itu, banyak lahir pejuang, termasuk dari tokoh-tokoh muda.
10 November 1945 menjadi kisah datangnya pasukan sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI) dengan pimpinan Brigadir Jenderal AWS Malabby, 25 Oktober 1945.
Kala itu, Malabby melanggar kesepakatan yang dibuat dengan Indonesia, sehingga memantik protes keras dari masyarakat. Peristiwa ini kian memuncak usai Mallaby tertembak dan penggantinya Mayor Jenderal EC Mansrergh mengeluarkan ultimatum agar pejuang Surabaya menyerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari hasil kejadian ini, pertempuran antara pejuang di Surabaya dengan pasukan Sekutu tidak dapat dihindarkan, mencapai puncak pada 10 November 1945. Peristiwa ini kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan usai dahsyatnya pertempuran tersebut.
Berikut ini tokoh-tokoh yang berjuang dalam pertempuran Surabaya 10 November 1945:
1. Bung Tomo
Bung Tomo, yang lahir dengan nama Sutomo pada 3 Oktober 1920 di Surabaya, adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia berasal dari keluarga yang sederhana dan memiliki pendidikan yang baik, sehingga ia mampu mengembangkan keterampilan berbicaranya.
Sejak muda, Bung Tomo menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap politik dan pergerakan nasionalis. Ia aktif dalam berbagai organisasi pemuda dan mulai terlibat dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda.
Puncak kepemimpinan Bung Tomo terjadi selama Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Dalam situasi yang sangat genting, ia tampil sebagai orator ulung yang mampu membangkitkan semangat juang rakyat Surabaya.
Melalui pidatonya yang berapi-api, Bung Tomo berhasil menggerakkan ribuan rakyat untuk melawan pasukan Inggris yang ingin menguasai kembali Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Ia mengajak rakyat untuk berjuang hingga titik darah penghabisan, menjadi simbol semangat perjuangan dan keberanian.
Setelah perjuangan di Surabaya, Bung Tomo terus berkontribusi dalam berbagai bidang, termasuk jurnalisme dan politik. Ia mendirikan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia dan menjabat dalam berbagai posisi di pemerintahan.
Meskipun menghadapi banyak tantangan, dedikasinya terhadap bangsa tidak pernah pudar. Bung Tomo meninggal dunia pada 7 Oktober 1981 saat menunaikan ibadah haji, namun namanya tetap dikenang sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia. Hari Pahlawan yang diperingati setiap 10 November menjadi salah satu warisan penting dari perjuangannya yang tak akan terlupakan.
2. Gubernur Suryo
Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo, yang lebih dikenal sebagai Gubernur Suryo, lahir pada 9 Juli 1898 di Magetan, Jawa Timur. Ia adalah Gubernur pertama Jawa Timur dari 1945 hingga 1948, setelah menjabat sebagai Bupati Magetan.
Gubernur Suryo diakui sebagai pahlawan nasional usai berperan penting dalam peristiwa pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, di mana ia menjadi penggerak rakyat untuk melawan sekutu. Suryo menempuh pendidikan di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) dan Bestuursacademie di Batavia.
Selama menjabat, ia terlibat dalam peristiwa penting seperti perjanjian gencatan senjata dengan Inggris dan penolakan ultimatum untuk menyerahkan senjata. Gubernur Suryo gugur pada 10 November 1948 akibat kekerasan yang dilakukan oleh simpatisan PKI.
3. Mayjen Sungkono
Mayor Jenderal TNI (Purn) Sungkono lahir pada 1 Januari 1911 di Purbalingga, Jawa Tengah. Ia merupakan salah satu tokoh militer yang berpengaruh dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dengan dedikasi tinggi, Sungkono aktif terlibat dalam berbagai pertempuran melawan penjajah, terutama pada masa awal kemerdekaan. Pendidikan militer yang dijalaninya memberinya kemampuan strategis yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan di medan perang.
Sungkono terkenal karena perannya yang penting dalam Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Saat itu, ia menjabat sebagai komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Surabaya dan memimpin pasukan melawan tentara Inggris yang ingin menguasai kembali Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan.
Di bawah kepemimpinannya, pasukan rakyat menunjukkan perlawanan gigih meskipun menghadapi kondisi yang sulit. Keberanian dan kepemimpinan Sungkono dalam pertempuran ini membuatnya dihormati sebagai salah satu pahlawan nasional.
Setelah pertempuran tersebut, Sungkono diangkat sebagai Gubernur Militer Jawa Timur dan terus berjuang melawan berbagai ancaman terhadap stabilitas negara, termasuk pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948.
Ia kemudian gugur pada 12 September 1977, tetapi warisannya tetap hidup dalam ingatan masyarakat. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Surabaya untuk menghormati jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
4. Moestopo
Mayor Jenderal TNI (Purn) Prof. Dr. Moestopo, lahir di Kediri pada 13 Juni 1913. Ia adalah seorang dokter gigi dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia dikenal sebagai pendiri Universitas Prof. Dr. Moestopo (UPDM) yang didirikan pada tahun 1962, setelah sebelumnya mendirikan Dental College Dr. Moestopo pada tahun 1958.
Dalam Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, Moestopo berperan sebagai komandan yang cerdas dan berani, memimpin pasukan Indonesia melawan tentara Inggris setelah kematian Brigadir Jenderal Mallaby. Ia menolak ultimatum Inggris dan mengorganisir perlawanan meskipun hanya bersenjatakan bambu runcing.
Moestopo juga mengangkat dirinya sebagai "Menteri Pertahanan" secara simbolis dan berdiskusi dengan para pemimpin mengenai strategi perlawanan. Keberaniannya di medan perang menjadikannya salah satu pahlawan yang dikenang dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia meninggal pada 29 September 1986, tetapi warisannya dalam pendidikan dan kesehatan gigi tetap hidup melalui yayasan yang didirikannya.
5. KH Hasyim Asy'ari
Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari, lahir pada 14 Februari 1871 di Jombang, adalah seorang ulama dan pahlawan nasional yang dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926.
Ia tumbuh dalam lingkungan pesantren dan belajar dari berbagai ulama terkemuka di Makkah. Setelahnya, ia mendirikan Pesantren Tebuireng pada 1899, yang menjadi pusat pendidikan Islam di Indonesia.
KH Hasyim Asy'ari memainkan peran krusial dalam Pertempuran Surabaya melalui pencetusan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Fatwa ini menyerukan kewajiban membela tanah air dari ancaman penjajah, khususnya menghadapi pasukan Sekutu yang kembali ke Indonesia setelah Perang Dunia II.
Sebagai pemimpin Nahdlatul Ulama, Hasyim Asy'ari mengorganisir santri dan ulama untuk berperang, memotivasi ribuan santri dari berbagai daerah untuk berpartisipasi dalam pertempuran 10 November 1945. Strategi pertempuran melibatkan pembagian wilayah pertahanan, di mana Hasyim Asy'ari memimpin perlawanan darat.
Pemikiran Hasyim Asy'ari tentang Ahlussunnah wal Jama'ah menjadi landasan bagi banyak umat Islam di Indonesia. Ia kemudian wafat pada 25 Juli 1947 dan dimakamkan di kompleks Pesantren Tebuireng.
Itulah sederet tokoh-tokoh yang turut terlibat dalam pertempuran Surabaya. Peristiwa pertempuran itu kerap dikenal sebagai Hari Pahlawan dan diperingati setiap tanggal 10 November detikers!
(hil/iwd)