Ini Poin Penting Wajib Tahu soal Gugatan UU Cipta Kerja yang Dikabulkan MK

Ini Poin Penting Wajib Tahu soal Gugatan UU Cipta Kerja yang Dikabulkan MK

Angely Rahma - detikJatim
Senin, 04 Nov 2024 08:00 WIB
Infografis Undang-undang Cipta Kerja
Ilustrasi (Foto: Infografis detikcom/Fuad Hasim)
Surabaya -

Sejak awal penerapannya, UU Cipta Kerja menjadi sorotan banyak pihak di Indonesia. Beberapa kelompok, terutama kalangan buruh dan serikat pekerja, berpendapat bahwa UU tersebut telah mengubah secara signifikan aturan yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan yang sudah ada sejak tahun 2003.

Kritikan tajam ini datang dari Partai Buruh dan berbagai serikat buruh yang menilai bahwa UU Ciptakerja tidak hanya mengubah, tetapi juga menghapus beberapa aturan penting dalam UU Ketenagakerjaan yang sebelumnya dianggap sangat berpihak kepada pekerja.

Di antara isu-isu yang dipermasalahkan adalah waktu kerja, upah, serta ketentuan mengenai cuti hamil dan melahirkan, cuti untuk kegiatan keagamaan, ketentuan pemutusan hubungan kerja (PHK), aturan outsourcing, dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi kontroversi yang muncul, sejak awal tahun 2023, Partai Buruh bersama dengan berbagai serikat buruh telah menggelar serangkaian aksi penolakan terhadap UU Ciptakerja. Mereka berpendapat bahwa UU ini tidak hanya kurang berpihak kepada pekerja, tetapi juga mengandung banyak pasal yang bersifat multitafsir, yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi penyalahgunaan.

Dalam perkembangan terkini, Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, 31 Oktober 2024, akhirnya memutuskan untuk mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan, termasuk 21 poin penting terkait uji materi UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

ADVERTISEMENT

Keputusan MK ini menjadi sorotan publik dan diharapkan membawa perubahan signifikan dalam perlindungan hak-hak pekerja di Indonesia. Dari 21 poin yang dikabulkan MK, berikut 10 poin penting yang perlu diketahui terkait gugatan UU Cipta Kerja:

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Jangka waktu untuk PKWT kini menjadi maksimal 5 tahun. Sebelumnya, durasi perjanjian waktu tertentu dibatasi hanya sampai 3 tahun, sehingga keputusan ini memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi pekerja dan pengusaha dalam merencanakan hubungan kerja.

2. Waktu Kerja 5 Hari

MK memberikan alternatif opsi libur dua hari dalam seminggu, sehingga memungkinkan waktu kerja selama 5 hari. Aturan sebelumnya hanya mengatur satu hari istirahat dalam seminggu, yang dianggap tidak cukup memberikan keseimbangan antara waktu kerja dan waktu istirahat bagi para pekerja.

3. Outsourcing

Jenis pekerjaan yang dapat dialihkan ke tenaga kerja outsourcing kini dibatasi. MK menggarisbawahi perlunya ada landasan hukum yang jelas terkait jenis pekerjaan yang boleh dialihkan ke tenaga kerja outsourcing, dan meminta agar hal ini diatur oleh menteri terkait terlebih dahulu untuk menghindari potensi penyalahgunaan.

4. Upah atau Gaji

Penjelasan mengenai upah yang layak kini lebih jelas. Upah yang layak diartikan sebagai yang mampu memenuhi kebutuhan keluarga secara wajar, mencakup aspek-aspek penting seperti makanan, minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua. Penegasan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja.

5. Upah Minimum Sektoral (UMS)

Aturan mengenai Upah Minimum Sektoral (UMS) kini dipulihkan. Sebelumnya, poin ini dihapus dalam UU Cipta Kerja, namun kini MK mengembalikannya untuk menjamin kesejahteraan pekerja. Kembalinya UMS diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja di sektor-sektor tertentu yang memiliki kebutuhan upah berbeda.

6. PHK

MK menekankan adanya ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diatur. PHK kini hanya dapat dilakukan setelah ada keputusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang memiliki kekuatan hukum, sehingga pekerja tidak lagi merasa terancam oleh keputusan sepihak.

7. Ketentuan Pesangon

MK juga menegaskan perlunya adanya ketentuan pesangon bagi pekerja yang terkena PHK, memberikan jaminan bahwa pekerja akan mendapatkan hak-haknya saat menghadapi pemutusan hubungan kerja.

8. Tenaga Kerja Asing (TKA)

Dalam penggunaan tenaga kerja, diutamakan tenaga kerja Indonesia. Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) hanya diperbolehkan jika mereka memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki. Kebijakan ini diharapkan dapat lebih memprioritaskan pekerja lokal.

9. Pemisahan UU Cipta Kerja

MK meminta agar segera dibentuk UU Ketenagakerjaan yang baru, terpisah dari UU Cipta Kerja. Ini bertujuan untuk memperjelas dan menegaskan kembali ketentuan-ketentuan yang ada, serta memberikan kejelasan dalam regulasi ketenagakerjaan.

10. Dewan Pengupahan Kembali

Dewan pengupahan yang sebelumnya dihapus dalam UU Cipta Kerja kini diharuskan untuk dibentuk kembali. Fungsi dari dewan ini adalah memberikan saran dan pertimbangan terkait upah pekerja kepada pemerintah pusat, sehingga suara pekerja dalam hal penetapan upah dapat terdengar lebih jelas.

Keputusan MK ini menjadi langkah signifikan dalam upaya perlindungan hak-hak pekerja dan peningkatan kualitas ketenagakerjaan di Indonesia. Dengan adanya pengembalian beberapa aturan penting ini, diharapkan hubungan antara pekerja dan pengusaha dapat berjalan lebih seimbang dan adil.

Selain itu, keputusan ini juga diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia kerja. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan akan tercipta lingkungan kerja yang lebih kondusif dan berkeadilan, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.




(ihc/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads