Bell's Palsy, Apa Penyebab dan Bagaimana Cara Mengobatinya?

Bell's Palsy, Apa Penyebab dan Bagaimana Cara Mengobatinya?

Angely Rahma - detikJatim
Selasa, 17 Sep 2024 15:58 WIB
white background vector illustration of a  facial lopsided illustration
Ilustrasi bell's palsy. Foto: Thinkstock
Surabaya -

Bell's palsy merupakan kondisi yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot-otot wajah, sehingga wajah tampak miring atau tidak simetris. Kondisi ini sering kali terjadi secara tiba-tiba dan bisa dialami siapa saja.

Meskipun tidak berbahaya, bell's palsy sering kali menimbulkan ketidaknyamanan dan ketakutan bagi penderitanya karena gejalanya mirip dengan penyakit stroke. Di Indonesia, bell's palsy cukup sering dibicarakan.

Salah satu isu yang muncul di kalangan masyarakat adalah anggapan bahwa bell's palsy disebabkan terlalu sering menggunakan kipas angin atau terpapar angin secara langsung. Lalu, benarkah bell's palsy disebabkan oleh hal tersebut?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Bell's Palsy

Dilansir dari jurnal Naval Health Institute Surabaya berjudul Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Bell's Palsy, yang ditulis Elsye Fitriasari dan Ni Komang Sri Dewi Untari, bell's palsy atau idiopathic facial paralysis (IFP) adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (jenis saraf kranial pada wajah yang berfungsi untuk mengontrol otot wajah) yang bersifat akut, dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) serta tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan kelumpuhan.

Sir Charles Bell, seorang dokter bedah dari Skotlandia yang pertama kali meneliti penderita dengan wajah asimetrik menyebutkan, semua kelumpuhan nervus fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya disebut bell's palsy. Kelumpuhan ini adalah salah satu gangguan neurologis yang paling umum dari saraf kranial.

ADVERTISEMENT

Bell's palsy dapat terjadi 20-30 kasus dari 100.000 orang per tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada pria maupun wanita pada semua usia dengan kejadian tertinggi pada kelompok usia 15-45 tahun. Namun, apa sebenarnya penyebab utama dari penyakit ini?

Penyebab Bell's Palsy

Bell's palsy disebabkan peradangan pada saraf wajah (nervus fasialis), yang mengontrol pergerakan otot-otot di satu sisi wajah. Peradangan ini diduga terjadi akibat beberapa hal sebagai berikut.

1. Virus

Reaktivasi infeksi virus diduga menjadi salah satu penyebab bell's palsy. Beberapa virus yang terlibat termasuk varicella zoster, herpes simplex virus tipe 1 (HSV-1), dan human herpes virus 6 (HHV-6).

Sebagian besar kasus dikaitkan dengan virus herpes, yang cenderung menargetkan neuron perifer. DNA HSV-1 memasuki tubuh manusia melalui mukosa kulit, kemudian menjadi dorman (Benih yang beristirahat) di ganglia multipel sepanjang neuroaksis manusia.

Virus herpes yang dorman dapat reaktif kembali saat imunitas tubuh melemah. Gejala Bell's Palsy muncul karena disfungsi saraf akibat aktivasi virus herpes tersebut atau respons lokal akson (bagian dari saraf) terhadap virus.

2. Iskemia

Beberapa kasus bell's palsy yang tidak kunjung sembuh dipengaruhi iskemia saraf, yang menyebabkan penebalan selubung saraf. Ini memicu pembentukan jaringan fibrosa yang menyebabkan strangulasi dan kompresi saraf, sehingga menghambat proses pemulihan bell's palsy.

3. Autoimun

Hipotesis autoimun pada kasus bell's palsy didasarkan pada adanya penurunan sel T supresor dan peningkatan limfosit B, yang dibarengi dengan peningkatan interleukin-1, interleukin-6, dan tumor necrosis factor alpha (TNF-Ξ±). Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada myelin atau pembungkus saraf.

Bell's palsy juga diyakini terjadi akibat reaksi imunologis terhadap infeksi virus sebelumnya atau setelah imunisasi. Reaksi autoimun ini dapat menyebabkan demilinisasi atau kerusakan pelindung saraf wajah, yang akhirnya menimbulkan kelumpuhan pada satu sisi wajah.

4. Hipertensi

Hipertensi dan gangguan profil lipid (panel tes darah yang digunakan untuk menemukan kelainan konsentrasi lipid darah) dapat meningkatkan risiko bell's palsy. Kondisi ini disebabkan gangguan sirkulasi darah yang mengubah tekanan di dalam kanal wajah, sehingga menyebabkan kerusakan saraf.

5. Diabetes Melitus

Kasus bell's palsy lebih sering ditemukan pada pasien dengan diabetes melitus, disebabkan iskemia saraf wajah akibat mikroangiopati (penyakit pada pembuluh darah mikro), yang dikenal sebagai mononeuropati diabetikum.

6. Kehamilan

Pada masa kehamilan, terjadi pembengkakan jaringan yang mengakibatkan kompresi mekanis, termasuk pada saraf wajah. Selain itu, peningkatan hormon kortisol selama kehamilan menyebabkan penurunan imunitas, yang dapat memicu reaktivasi virus yang dorman.

7. Suhu

Paparan suhu dingin seperti AC, kipas angin, atau angin saat menyetir mobil dengan jendela terbuka dahulu dianggap sebagai pemicu utama bell's palsy. Namun, kini para ahli lebih meyakini bahwa ada banyak faktor penyebab lain selain suhu dingin.

8. Infeksi

HSV dianggap sebagai virus utama penyebab bell's palsy. Penelitian menunjukkan adanya HSV pada ganglion geniculata pada penderita bell's palsy. Studi PCR (Polymerase Chain Reaction) juga menemukan HSV dalam cairan endoneural pada penderita bell's palsy berat yang menjalani operasi.

Virus ini diduga dapat berpindah secara aksonal dari saraf sensorik dan menetap di sel ganglion. Ketika tubuh mengalami stres, virus ini dapat bereaktivasi dan menyebabkan kerusakan pada mielin saraf wajah.

Selain HSV, infeksi lain seperti herpes zoster, Borrelia burgdorferi (penyebab penyakit Lyme), syphilis, epstein-barr, cytomegalovirus, HIV, dan mycoplasma juga diyakini dapat menyebabkan bell's palsy. Human betaherpesvirus 7 (HHV-7) juga ditemukan dengan frekuensi deteksi tertinggi dalam beberapa penelitian terkait bell's palsy.

Cara Mendiagnosa Bells Palsy

Dikutip dari jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang berjudul Bell's Palsy: Diagnosis dan Tata Laksana, yang ditulis Zanty Rakhmania Putri, ada beberapa cara mendiagnosa bell's palsy sebagai berikut.

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Awal

Diagnosis bell's palsy dapat dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Biasanya, pasien yang datang ke ruang gawat darurat merasa mereka terkena stroke atau tumor otak karena kelumpuhan wajah yang tiba-tiba.

Gejala ini sering kali pertama dirasakan saat bangun pagi, bercermin, sikat gigi, berkumur, atau saat diberitahu orang lain bahwa salah satu sisi mulut mereka terlihat lebih rendah. Bell's palsy umumnya terjadi hanya di satu sisi wajah.

2. Pemeriksaan Fisik

Paralisis wajah pada bell's palsy mudah dikenali melalui pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang lengkap dan teliti dapat membantu menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari kelumpuhan wajah, seperti stroke atau infeksi saraf lainnya.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada tes laboratorium spesifik yang digunakan untuk menegakkan diagnosis bell's palsy. Namun, tes laboratorium mungkin dilakukan untuk menyingkirkan kondisi lain yang bisa menyebabkan kelumpuhan wajah, seperti infeksi atau gangguan autoimun.

4. Pemeriksaan Radiologi

Pada umumnya, pemeriksaan radiologi tidak diperlukan pada bell's palsy karena kebanyakan pasien sembuh dalam 8-10 minggu. Namun, jika tidak ada perbaikan atau jika kondisi semakin memburuk, pemeriksaan MRI dapat membantu mendeteksi tumor seperti schwannoma, hemangioma, atau meningioma, yang mungkin menyebabkan gejala serupa.

Pengobatan Bell's Palsy

Bell's palsy umumnya dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu beberapa minggu hingga bulan. Namun, pengobatan tetap dianjurkan untuk mempercepat pemulihan dan mengurangi risiko komplikasi. Beberapa bentuk pengobatan yang sering direkomendasikan meliputi sebagai berikut.

1. Penanganan dengan Obat

Menurut penelitian, pengobatan bell's palsy biasanya melibatkan penggunaan kortikosteroid seperti prednison. Penelitian menunjukkan prednison dapat mempercepat pemulihan dan meningkatkan peluang kesembuhan. Penggunaan prednison selama 10 hari terbukti lebih efektif daripada plasebo dalam waktu satu hingga tiga bulan.

Untuk hasil terbaik, prednison sebaiknya diberikan dalam dosis besar selama lima hari pertama setelah gejala muncul, seperti 25 mg dua kali sehari selama 10 hari, atau 60 mg per hari selama lima hari, kemudian dikurangi bertahap. Penelitian menunjukkan, menambahkan obat antivirus ke prednison mungkin memberikan sedikit peningkatan dalam pemulihan, tetapi hasil ini belum signifikan secara statistik.

Meski begitu, prednison tetap dianggap sebagai pilihan pengobatan yang terbaik berdasarkan bukti yang ada. Penelitian lain juga menunjukkan pemberian prednison lebih awal dapat secara signifikan meningkatkan peluang pemulihan total dalam waktu tiga hingga sembilan bulan setelah diagnosis.

2. Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengurangi dampak cacat dan meningkatkan kemampuan sosial penderita. Tim rehabilitasi biasanya terdiri dari dokter, fisioterapis, okupansi terapis, psikolog, dan perawat rehabilitasi.

3. Program Fisioterapi

Fisioterapi bisa dilakukan dengan stimulasi listrik. Terapi ini bertujuan menstimulasi otot guna mencegah atrofi sambil menunggu proses regenerasi otot. Fisioterapi juga dapat dilakukan dengan latihan otot.

Juga bisa dengan pijat wajah seperti mengangkat alis, mengerutkan dahi, menutup mata, dan mengangkat sudut mulut dilakukan untuk menguatkan otot-otot wajah. Latihan ini dapat dilakukan di depan kaca dengan konsentrasi penuh

4. Program Sosial Medik

Penderita bell's palsy sering merasa malu atau menarik diri dari pergaulan sosial. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi masalah ini dengan menghubungi tempat kerja untuk memberikan dukungan sementara, seperti pemindahan tugas ke bagian yang lebih sedikit berinteraksi dengan publik.

5. Program Psikologis

Bantuan psikolog sangat dibutuhkan, terutama bagi penderita muda, wanita, atau mereka yang sering tampil di depan umum. Perasaan cemas sering kali menyertai penderita, sehingga peran psikolog dalam mengelola kecemasan ini sangat penting

6. Program Ortotik-Prostetik

Jika setelah tiga bulan tidak ada perbaikan pada bell's palsy, pemasangan plester berbentuk "Y" bisa dilakukan. Plester ini membantu menjaga sudut mulut yang sakit agar tetap di tempat dan mencegah otot di wajah menjadi tegang atau mengalami kontraktur.

7. Akupunktur

Beberapa penelitian menunjukkan akupunktur dapat membantu meningkatkan fungsi saraf wajah dan mengurangi gejala sisa pada penderita bell's palsy. Dalam beberapa kasus, jika gejala bell's palsy tidak membaik dalam waktu tiga hingga enam bulan, diperlukan tindakan lebih lanjut dari spesialis saraf.

Artike ini ditulis oleh Angely Rahma, Peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads