Profil KH Abdul Hamid, Ulama Berpengaruh di Pasuruan

Profil KH Abdul Hamid, Ulama Berpengaruh di Pasuruan

Angely Rahma - detikJatim
Jumat, 13 Sep 2024 18:12 WIB
Haul ke-38 KH Abdul Hamid Pasuruan dihadiri puluhan ribu jamaah. Sejumlah ulama dan pejabat juga hadir.
Haul KH Abdul Hamid Pasuruan. Foto: Muhajir Arifin
Pasuruan -

Peringatan Haul ke-43 KH Abdul Hamid, atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Hamid, puncaknya digelar pada 13-14 September 2024. Mbah Hamid adalah seorang ulama, pendakwah, dan pengasuh pondok pesantren yang telah banyak berkontribusi terhadap pengembangan Islam di Pasuruan.

Haulnya selalu dinantikan dan diikuti ribuan orang dari berbagai penjuru daerah. Untuk lebih memahami makna peringatan ini, mari mengenal lebih dekat sosok Mbah Hamid.

Masa Kecil dan Remaja

KH Abdul Hamid, lahir dengan nama Abdul Mu'thi di Dukuh Sumurkepel, Desa Sumber Gerang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, pada 22 November 1914 M (4 Muharram H). Ia merupakan anak keempat dari 12 bersaudara, putra dari KH Abdullah bin KH Umar dan Nyai Raihanah binti KH Shiddiq, keduanya merupakan ulama yang dihormati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada masa kecil, Mu'thi dikenal sebagai anak nakal yang sering membuat masalah, termasuk dengan masyarakat Tionghoa di lingkungannya. Dia sering bersembunyi dan menyamar untuk menghindari aparat Hindia Belanda, serta memiliki kebiasaan bermain sepak bola dan layang-layang.

Pada usia 15 tahun, Mu'thi diajak sang kakek, KH Shiddiq menunaikan ibadah haji. Setelah pulang dari haji, ia mengganti namanya dari Abdul Mu'thi menjadi Abdul Hamid. Ada dua versi mengenai perubahan nama ini. Versi pertama menyebutkan, perubahan nama dilakukan untuk menghindari kekeliruan panggilan, sementara versi lain menyebutkan bahwa perubahan nama terjadi sekitar usia 12-13 tahun saat di Pondok Kasingan.

ADVERTISEMENT

Masa Pendidikan

Sejak kecil, Mu'thi dididik ibunya dalam belajar Al-Qur'an dan dasar hukum Islam. Pada usia 7 tahun, ia sudah menghafal nadham balaghah dan pada usia 9 tahun mulai menghafalkan kitab Alfiyah Ibnu Malik.

Pada usia 12 tahun, ayahnya mengirim Mu'thi ke Pondok Pesantren Kasingan di Rembang, yang diasuh KH Kholil bin Harun. Masa belajarnya di sini tidak terlalu lama, hanya sekitar satu setengah tahun.

Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Tremas di Pacitan yang diasuh KH Dimyathi. Di sini, ia belajar ilmu agama selama 12 tahun dan dikenal sebagai siswa yang serius, hingga dipercaya menjadi lurah pondok dan mengisi pengajian di masjid. Ia juga bersahabat dengan tokoh-tokoh penting seperti KH Ali Maksum dan Mukti Ali.

Kehidupan Pribadi

KH Abdul Hamid menikah pada usia 22 tahun dengan sepupunya sendiri, yakni putri KH Ahmad Qusyairi, Nafisah, pada 12 September 1940, di Masjid Jami' Pasuruan. Acara akad nikah yang dijadwalkan pukul 13.00 WIB, terpaksa dimulai terlambat karena rombongan pengantin pria baru tiba sore hari.

Meskipun walimah sudah dimulai, akad nikah baru dilaksanakan pukul 17.00 WIB, dengan hanya beberapa kerabat yang hadir karena tamu undangan telah pulang. KH Ahmad Qusyairi sempat bertanya mengapa rombongan terlambat, dan KH Ma'shum menjelaskan bahwa mereka sempat mampir untuk ziarah ke makam-makam wali.

Dari perkawinan ini mereka dikaruniai lima orang anak, yakni Muhammad Nu'man, Muhammad Nasih, Muhammad Idris, Anas, dan Zainab. Dua yang disebut terakhir meninggal sewaktu mereka masih kecil.

Selama beberapa tahun pertama pernikahan, KH Abdul Hamid bersama keluarga tinggal di rumah mertuanya yang sederhana di Kebonsari, Pasuruan. Dalam upaya menghidupi keluarganya, KH Abdul Hamid menjalani berbagai pekerjaan seperti berdagang sepeda, kelapa, kedelai, menyewa sawah, dan suku cadang dokar.

Hidup dalam kondisi yang serba kekurangan, KH Abdul Hamid harus mengayuh sepeda sejauh 30 kilometer setiap hari untuk berjualan, tetapi ia tidak pernah mengeluh. Ia lebih memilih menutupinya dan tidak membebani orang lain dengan masalahnya. Kesabaran dan keteladanan KH Abdul Hamid dalam mendidik anak-anaknya sangat diutamakan, dengan pendekatan pendidikan yang lembut dan penuh pengertian.

Mengasuh Pesantren dan Berdakwah

Beberapa bulan setelah menikah, KH Abdul Hamid diamanahi untuk menggantikan posisi KH Ahmad Qusyairi, sebagai Pengasuh Pesantren Salafiyah setelah KH Ahmad Qusyairi pindah ke Glenmore, Banyuwangi. Meskipun pada awalnya pesantren mengalami penurunan jumlah santri akibat kepemimpinan yang keras sebelumnya, KH Abdul Hamid berhasil menarik kembali santri, dan jumlahnya meningkat sekitar 80 orang pada tahun 1962.

Selain mengelola pesantren, ia juga sering mengisi pengajian di berbagai kampung sekitar Pasuruan dan rumah pribadinya. Kewalian KH Abdul Hamid semakin dikenal di kalangan masyarakat, dan ia sering dikunjungi orang-orang yang mencari nasihat religius.

Salah satu kisah menarik dari kehidupannya adalah mengenai kebiasaan rutin menghadiri pengajian bersama Habib Ja'far bin Syaikhan, di mana KH Abdul Hamid sering ditunjuk untuk menyampaikan kesimpulan dari pembahasan kitab. Dalam cerita yang beredar, KH Abdul Hamid dikenal memiliki karamah yang luar biasa, termasuk kisah tentang pertemuannya dengan Syekh Hasan dari Baghdad, yang mengakui kehadiran KH Abdul Hamid setiap tahun pada acara haul Syekh Abdul Qodir Jaelani, meskipun KH Abdul Hamid sendiri tidak pernah mengungkapkan perjalanan tersebut kepada siapa pun.

Wafat

KH Abdul Hamid wafat pada hari Sabtu 25 Desember 1982, tepat pukul 03.00 WIB atau dini hari. Ia mengembuskan napas terakhirnya pada usia 70 tahun dalam hitungan Hijriah, atau 9 Rabiul Awwal 1403 H.

Kabar duka segera menyebar melalui berbagai saluran, seperti radio, telepon, dan dari mulut ke mulut. Berita kematian KH Abdul Hamid mengejutkan banyak orang, sehingga umat berbondong-bondong datang untuk melayat sejak pagi. Mereka datang dari berbagai penjuru, mengungkapkan rasa kehilangan dan penghormatan terakhir untuk sang Kiai.

Jumlah pelayat yang sangat banyak membuat keluarga khawatir akan keranda yang bisa rusak akibat kerumunan. Menjelang sore, keranda dibawa ke masjid, tetapi saking padatnya pelayat, proses tersebut memakan waktu hingga dua jam karena keranda harus dipindahkan dari satu tangan ke tangan lainnya.

Ketika pelayat berusaha untuk mengantarkan jenazah dari rumah ke masjid, situasi menjadi sangat padat hingga menyebabkan tarik menarik keranda. Diperkirakan, jemaah yang menghadiri salat jenazah KH Abdul Hamid tidak hanya memenuhi area masjid dan alun-alun, tetapi juga meluas hingga perempatan PLN sekitar 100 meter dan ruas-ruas jalan Nusantara sepanjang 1 kilometer.

KH Ali Ma'shum bertindak sebagai imam salat jenazah. Setelah salat asar, jenazah KH Abdul Hamid disemayamkan di kompleks makam sebelah barat Masjid Jami Al-Anwar Pasuruan. Makamnya terletak di antara makam gurunya, Habib Ja'far bin Syichan Assegaf, mertua KH Ahmad Qusyairi, dan ipar KH Ahmad Sahal.

Sebelum wafat, KH Abdul Hamid dilarikan ke RSI Surabaya pada Kamis 23 Desember 1982, setelah tiba-tiba jatuh sakit. Pemeriksaan medis mengungkapkan adanya pembengkakan jantung serta kondisi ginjal dan liver yang parah. Meskipun kondisi kesehatannya sudah cukup lama mengalami masalah, KH Abdul Hamid memilih tidak membicarakannya dengan siapapun, termasuk keluarganya, karena tidak ingin merepotkan orang lain.

Setiap tahun, peringatan haul atau hari wafatnya KH Abdul Hamid menjadi acara besar yang dihadiri ribuan jemaah dari berbagai penjuru. Acara tersebut sering dihadiri tokoh-tokoh besar dari Nahdlatul Ulama, tokoh politik nasional, dan kepala-kepala daerah di Jawa Timur. Kompleks pemakaman KH Abdul Hamid di seberang alun-alun, di belakang Masjid Agung Al-Anwar Kota Pasuruan, dan menjadi tujuan wisata religi yang ramai dikunjungi hingga kini.

Artikel ini ditulis oleh Angely Rahma, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads