Kemenkeu mengapresiasi Pemkot Surabaya atas keberhasilan menurunkan angka kemiskinan ekstrem hingga stunting di Surabaya. Insentif Fiskal Rp 19 miliar diberikan kepada Pemkot Surabaya.
Dari Rp 19 miliar insentif yang diberikan di antaranya atas keberhasilan yang terbagi dalam penghapusan kemiskinan ekstrem Rp 7,17 miliar. Kinerja percepatan penurunan stunting Rp 6,49 miliar dan kinerja percepatan belanja daerah Rp 5,36 miliar.
Wali Kota Eri Cahyadi mengatakan penghargaan yang didapatkan Pemkot Surabaya ini karena berhasil menekan angka stunting semula di angka 4,8% menjadi 1,6%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Insentif Fiskal itu didapatkan karena stunting di Kota Surabaya ini terendah di bawah angka 3%. Ini membuktikan bahwa apa yang sudah dilakukan Pemkot Surabaya berada di jalur yang benar," kata Eri, Jumat (6/9/2024).
Insentif Fiskal itu, kata Eri, akan digunakan untuk percepatan penanganan gizi buruk dan stunting. Tentunya untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) sehat dan berkualitas.
"Insentif stunting akan digunakan untuk penanganan gizi buruk dan stunting, karena kami berkomitmen untuk membentuk SDM sehat supaya bisa menjadi pemimpin masa depan," ujarnya.
Terkait kemiskinan ekstrem, papar Wali Kota Eri, Pemkot Surabaya berhasil menurunkannya dari level 1,2% pada 2021 menjadi 0,8% pada 2022, dan terus berkurang hingga ke level 0,42% pada 2024.
"Berbagai langkah telah dijalankan untuk mengakselerasi penurunan kemiskinan ekstrem, mulai padat karya untuk berbagai program Pemkot Surabaya, seperti bedah ribuan rumah yang melibatkan warga kurang mampu di sekitar rumah yang dibedah sebagai pekerja; pelibatan warga miskin sebagai pekerja di kelompok-kelompok produksi paving yang produknya digunakan untuk membangun kampung-kampung, hingga pemanfaatan aset-aset pemerintah sebagai Rumah Padat Karya untuk beragam usaha di antaranya untuk cuci mobil, laundry, jahit, kafe, dan sebagainya," jelasnya.
Kepala Dinkes Nanik Sukristina menjelaskan penurunan stunting di Surabaya dilakukan dengan penerapan inovasi Zero Growth Stunting melalui intervensi spesifik. Yakni pemberian tablet tambah darah (TTD), kegiatan siber casting (aksi bergizi untuk remaja), pemberian pangan lokal balita dan ibu hamil dengan kondisi kekurangan energi kronis (KEK).
Selanjutnya, pemberian PKMK / PDK, pemberian kudapan tinggi protein hewani, penguatan ANC Terpadu, penguatan Kampung ASI, pemberian susu Ibu hamil dan menyusui, serta pemberian permakanan Ibu Hamil KEK Gakin.
"Selain itu, peningkatan kesejahteraan hingga kesehatan juga dilakukan melalui program 1 RW 1 nakes (R1N1), dan upaya sensitif lainnya seperti penguatan audit kasus stunting, perbaikan pola asuh salah melalui Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH), Surabaya Emas, Gotong royong CSR, dan orang tua asuh," kata Nanik.
Menuju zero stunting, pihaknya akan terus melakukan Kolaborasi dengan melibatkan masyarakat. Seperti KSH, Nakes, PKK, RT/RW/LPMK, seluruh camat dan lurah, OPD, organisasi profesi IDAI, Persagi, Pogi, Ibi, Hakli, Persakmi, Batra.
"Tak lupa kita juga akan terus melakukan kolaborasi lintas sektor, NGO serta dunia usaha untuk menurunkan stunting," pungkasnya.
(dpe/iwd)