Dugaan Jual Beli Guru Besar Libatkan Oknum Internal Lembaga Pendidikan

Dugaan Jual Beli Guru Besar Libatkan Oknum Internal Lembaga Pendidikan

Esti Widiyana - detikJatim
Sabtu, 10 Agu 2024 12:13 WIB
Guru Besar Hanya Administratif
Ilustrasi. (Foto: detik)
Surabaya -

Praktik jual beli jabatan guru besar sebagai jabatan fungsional tertinggi di lingkungan kampus terjadi di Jawa Timur. Praktik korup ini diduga melibatkan oknum internal kampus, bahkan oknum di internal lembaga pendidikan hingga kementerian.

"Betul, ini ada sindikatnya. Ada oknum internal yang terlibat seperti asesor, juga oknum dari LLDKTI (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi)," ujar dosen berinisial R yang saat ini juga menjadi pejabat fungsional salah satu kampus swasta di Jatim, Sabtu (10/8/2024).

Guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen di lingkungan kampus. Ternyata dosen yang sangat mendamba-dambakan jabatan puncak ini bisa mendapatkannya secara instan asalkan mampu menyiapkan biaya yang nominalnya tidak bisa dibilang sedikit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Faktanya memang ada jual beli jabatan gubes (guru besar) itu. Nilainya juga tidak kecil, ada berupa uang atau barang senilai Rp 200-300 juta," lanjut dosen R kepada detikJatim.

Namun, biaya ratusan juta itu tidak termasuk persyaratan khusus seperti karya ilmiah atau jurnal internasional bereputasi. Menurutnya untuk 1 jurnal harganya mulai Rp 35 juta-75 juta tergantung kualitas karya ilmiah tersebut.

ADVERTISEMENT

"Jurnal internasional ada sindikatnya juga, kepengurusan sendiri sindikatnya. Semakin banyak yang dipesan, ya borongan. Ini sudah informasi mulut ke mulut di perguruan tinggi. Makanya dewan guru besar protes minta disidik," ujarnya.

R sebelumnya juga sudah menyebutkan modus sindikat jual beli jabatan guru besar ini di perguruan tinggi. Dia berikan sedikit petunjuk, bahwa kesepakatan ini biasanya dilakukan dalam bimbingan teknis (bimtek).

"Modus awal diminta bimtek nanti lobi-lobiannya di situ," ujarnya.

R sendiri mengaku sebetulnya dirinya hendak mengurus agar mendapatkan jabatan profesor di kampusnya. Tapi dia urungkan niat itu karena merasa malu dengan praktik seperti itu.

"Mau urus profesor males, karena sudah rusak. Malu lah," pungkasnya.




(dpe/iwd)


Hide Ads