DPRD Kota Malang memperketat pengawasan program kerja yang dijalankan Pj Wali Kota Malang Wahyu Hidayat. Langkah itu diambil setelah Wahyu Hidayat menyampaikan keinginannya untuk maju dalam kontestasi Pemilihan Wali Kota Malang 2024.
"Yang jelas fungsi DPRD bidang pengawasan harus diperketat lagi. Karena sudah ada sinyal positif dan terang benderang bahwa beliau (Wahyu Hidayat) running (Pemilihan Wali Kota Malang 2024)," ujar Ketua DPRD Kota Malang I Made Riandiana Kartika, Jumat (19/7/2024).
Keinginan kuat Wahyu Hidayat untuk ikut serta dalam Pemilihan Wali Kota Malang 2024 ditunjukkan dengan pengajuan surat pengunduran diri dari jabatannya yang dikirimkan ke Mendagri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Made menyampaikan, dengan Wahyu berniat maju dalam Pemilihan Wali Kota Malang 2024, tentu potensi penyalahgunaan jabatan sebagai Pj Wali Kota Malang untuk kepentingan politik cukup besar. Hal ini yang kini menjadi perhatian dan fokus utama dari DPRD Kota Malang.
"Tugas Pj itu sudah jelas menjalankan fungsi administrasi bukan kampanye. Di sini harus tegas mana yang menjalankan fungsi administrasi dan kampanye. Dinas-dinas sekarang tidak boleh mem-back up kegiatan yang berkaitan dengan kampanye," terangnya.
Ia mencontohkan, kegiatan cangkruk bareng petugas kebersihan Kota Malang bertempat di Alun-alun Merdeka pada Kamis (18/7). Menurutnya, dalam kegiatan tersebut ada unsur branding dan kampanye Wahyu Hidayat.
"Banyak lah (kegiatan mengarah ke kampanye). Contoh belum pernah ada wali kota menggelar kegiatan membagikan kaos (dengan disertai gambar Wahyu Hidayat). Kalau kemarin oke lah. Kalau sekarang sudah mau running Pilkada ya gak boleh," ungkapnya.
Made menegaskan, jika ditemukan ada OPD yang memfasilitasi kampanye Pj Wali Kota Malang, maka pihak DPRD Kota Malang yang memiliki tugas pengawasan akan menegur dan menindaklanjutinya.
"Baru kali ini ada Pj Wali Kota Malang yang Wali Kota Malang definitif saja tidak pernah memanfaatkan APBD (untuk kampanye) seterang benderang seperti saat ini. Beliau ASN seharusnya mengetahui etika politik, mana yang boleh dan tidak," terangnya.
"Seorang Abah Anton, Sutiaji, Peni Suparto saja tidak pernah memanfaatkan APBD (untuk kampanye) segamblang ini. Sekarang tinggal nuraninya, merasa bersalah atau enggak menggunakam APBD untuk kampanye," sambungnya.
(hil/iwd)