Peringatan Haul Bung Karno ke-54 Tahun 2024 tengah digelar. Berbagai rangkaian acara yang berlangsung mulai Kamis-Jumat (20-21/6/2024) telah dipersiapkan.
Sederet acara dilaksanakan di Blitar, tepatnya di sekitar area Makam Bung Karno. Acara dimulai sejak Kamis pagi dengan semaan Al-Qur'an. Dilanjutkan dengan doa lintas agama, selamatan hingga selawat dan pengajian.
Sementara kegiatan pada hari Jumat fokus berlangsungnya ziarah ke Makam Bung Karno. Dilansir detikJatim, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dikabarkan hadir dalam gelaran tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenang Wafatnya Bapak Proklamator
Menjelang akhir hayatnya, Soekarno rupanya mengalami masa yang memilukan. Pasalnya, Bung Karno harus menjadi tahanan rumah pada era Presiden Soeharto.
Dihimpun dari beberapa sumber, hal ini bermula dari kekuatan politik Bung Karno yang perlahan melemah setelah pecahnya G30S/PKI. Peristiwa itu membuat Soekarno harus mengakhiri kedekatannya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan negara-negara Blok Timur yang menganut paham komunis.
Terlebih, gelombang demonstrasi besar-besaran pun terjadi. Ini dilakukan mahasiswa dan tentara. Para mahasiswa menyuarakan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Salah satunya berisi tuntutan pembubaran PKI.
Kekuasaan Soekarno semakin melemah kala diterbitkan Surat Perintah 11 Maret atau dikenal sebagai Supersemar pada 1966. Surat tersebut ditujukan kepada Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib).
Mandat tersebut dimanfaatkan Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan Soekarno. Presiden RI ke-2 itu membubarkan PKI dan menangkap 15 menteri Soekarno yang dituduh terlibat dalam G30S/PKI.
7 Maret 1967 menandai akhir kekuasaan Soekarno dengan diresmikannya Soeharto sebagai presiden Indonesia melaui Sidang Istimewa yang digelar MPRS. Setelah resmi lengser, Soekarno memasuki masa karantina politik sebagai tahanan rumah.
Dengan begitu, Soekarno tidak lagi diizinkan untuk menetap di Jakarta. Mulanya, Soekarno tinggal di salah satu paviliun Istana Bogor. Tidak berselang lama, sebuah surat pencabutan hak tinggal di area Istana Kepresidenan dikirimkan kepada Bung Karno.
Sejak 1969, Bung Karno pindah ke Wisma Yaso, Jakarta Selatan. Rumah itu dahulu dihuni olehnya dengan Ratna Sari Dewi yang kala itu menjadi istrinya. Alih-alih mendapat kehangatan rumah, Soekarno harus dilanda kesepian akibat area rumah yang dijaga ketat dan istrinya yang telah angkat kaki ke Prancis atas perintah Soekarno.
Hari-hari terakhir Soekarno semakin terasa menyiksa. Sosoknya yang dikenal suka keramaian dan dikelilingi oleh para sahabat harus berhadapan dengan kesunyian sebagai tahanan rumah.
Jam untuk mengunjunginya pun dibatasi. Ini membuat Soekarno dan anak-anak nya semakin terpisah. Soekarno biasanya memanfaatkan waktu luang dengan membaca atau menonton film. Meski begitu, aktivitas tersebut tidak banyak membantu untuk pemulihan kesehatan Soekarno.
Kesehatan Soekarno Menurun
Kondisi kesehatan Soekarno diketahui semakin menurun. Dilansir laman Historia, dr Mahar Mardjono selaku ketua tim dokter yang merawat Soekarno kerap kali mengunjungi Wisma Yaso untuk memeriksanya. Soekarno juga terkadang mengeluhkan kondisinya yang harus diasingkan.
Hingga pada 1970, Bung Karno harus dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Menurut dr Mahar, Soekarno menderita penyakit batu ginjal, gangguan pendarahan otak, gangguan pendarahan pada jatung dan tekanan darah tinggi.
Hari demi hari berlalu, kesehatan Soekarno tidak membalik. Kesadarannya berangsur-angsur menurun. Setelah berjuang melawan penyakitnya, Bung Karno dinyatakan mengembuskan napas terakhir pada 21 Juni 1970 pukul 07.00 WIB.
Berdasarkan buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams, Soekarno berwasiat mengenai tempat makamnya. Yakni di bawah pohon rindang, dikelilingi alam indah, dan di samping sebuah sungai.
Sementara menurut buku Wasiat Bung Karno, Soekarno telah mengirimkan wasiat kepada kedua istrinya Hartini dan Ratna Sari Dewi agar jenazahnya dimakamkan di bawah kebun rindang di Kebun Raya Bogor.
Namun karena situasi politik yang cukup pelik, Presiden Soeharto memutuskan mengundang para tokoh penting untuk berdiskusi mengenai lokasi makam Soekarno. Soeharto akhirnya memutuskan untuk memakamkan Soekarno di Blitar, di samping makam ibunya, pada 22 Juni 1970. Proses pemakaman berlangsung berdasarkan Keputusan Presiden No. 44 Tahun 1970 tertanggal 21 Juni 1970.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(hil/fat)