Kisah Kibtiyah, Marbot Perempuan di Malang Habiskan Hidup Memakmurkan Masjid

Kisah Kibtiyah, Marbot Perempuan di Malang Habiskan Hidup Memakmurkan Masjid

Muhammad Aminudin - detikJatim
Selasa, 26 Mar 2024 06:30 WIB
Marbot perempuan di Malang
Kibtiyah, marbot perempuan Masjid Fathul Bari Malang (Foto: Muhammad Aminudin/detik Jatim)
Malang -

Umumnya, marbot yang bertugas merawat kebersihan masjid adalah laki-laki. Namun di Masjid Fathul Bari di Desa Karangsuko, Pagelaran, Kabupaten Malang, marbotnya adalah seorang perempuan.

Nama marbot perempuan itu adalah Kibtiyah. Perempuan 70 tahun itu mengabdikan hampir seluruh hidupnya merawat dan memakmurkan masjid yang berdekatan dengan tempat tinggalnya itu.

Kibtiyah mengaku menjadi marbot masjid Fathul Bari merupakan pekerjaan yang dijalani turun temurun dari ayahnya. Masjid Fathul Bari sendiri telah ada sejak sekitar tahun 1940.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sejak saya lahir saya tinggal di sini dan mengurus masjid ini dan kini umur saya sudah lebih dari 70 tahun," kata Kibtiyah, Selasa (26/3/2024).

Meskipun bukan menjadi cita-citanya sejak kecil, Kibtiyah mengaku cukup bahagia dan ikhlas mengabdikan hidupnya menjadi marbot.

ADVERTISEMENT

Sebenarnya Kibtiyah tidak sendiri untuk merawat dan membersihkan area masjid. Setiap pagi dan sore, ia dibantu adik perempuannya untuk menyapu ataupun mencuci barang masjid yang sudah terpakai.

"Untuk muazin adik ipar saya," ucapnya.

Kibtiyah menceritakan Sanimun ayahnya dipercaya untuk mengurus sejak masjid didirikan pada tahun 1940-an lalu. Setelah ayahnya meninggal, tugas mengurus masjid kemudian diambil alih Kibtiyah sebagai generasi penerus.

Marbot perempuan di MalangMasjid Fathul Bari di Malang (Foto: Muhammad Aminudin/detik Jatim)

Berbeda ketika masa ayahnya dulu, saat ini ada honor untuk marbot. Nilainya tidak besar, hanya Rp 800 ribu yang diterima setiap bulan. Honor itu bukan hanya untuk Kibtiyah melainkan digunakan untuk satu keluarga.

"Honor itu didapat dari hasil pertanian aset milik masjid, yang dikelola oleh keluarga almarhum Haji Fathul Bari," katanya.

Namun semangat Kibtiyah tak pernah surut untuk mengurus masjid, meskipun hanya menerima honor yang tentunya tidak akan cukup memenuhi kebutuhan rumah tangga.

"Adik ipar saya kalau siang bekerja sebagai buruh tani. Kadang kami juga diberi bantuan oleh jemaah masjid dan warga sekitar. Dari situlah kebutuhan ekonomi kami tercukupi," tegasnya.

Kibtiyah mengaku menikmati profesinya sebagai marbot masjid. Karena justru merasa kehidupannya lebih tenang dan tentram.

"Belum tentu orang yang lebih kaya dari saya akan lebih tenang dan tentram seperti saya. Bisa jadi mereka lebih pusing. Mungkin itu yang dinamakan keberkahan," ucapnya.

Lebih dari itu, Kibtiyah percaya menjadi marbot masjid akan menjadi bekalnya nanti di akhirat. Masjid Fathul Bari sendiri adalah salah satu masjid tertua di kawasan Kecamatan Pagelaran dan Gondanglegi, Kabupaten Malang. Masjid itu dibangun oleh salah satu pengusaha penggilingan gula merah setempat bernama Haji Fathul Bari.

Sejak awal pembangunan hingga saat ini, masjid seluas sekitar 30x30 meter itu tidak mengalami perubahan atau renovasi.

"Mungkin masjid ini menjadi salah satu dari sedikit masjid yang tidak mengalami perubahan struktur bangunan sejak awal berdirinya," tutur Kibtiyah.

Meskipun tidak pernah direnovasi, bangunan masjid itu tampak terlihat masih kokoh. Pilar-pilar pun tampak keasliannya serta masih menggunakan lantai marmer kuno, dengan arsitektur kuno bernuansa timur tengah.

"Arsitektur masjid ini mengadopsi dari arsitektur Masjid Nabawi, Mekkah," pungkasnya.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads