Sederet Fakta Baru soal Gempa Bawean

Sederet Fakta Baru soal Gempa Bawean

Hilda Rinanda - detikJatim
Senin, 25 Mar 2024 09:52 WIB
Warga membersihkan puing-puing bangunan rumah yang rusak akibat gempa di Desa Suwari, Sangkapura, Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur, Minggu (24/3/2024). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gresik mencatat sebanyak 4.085 rumah, 138 rumah ibadah, 68 sekolah, dan 12 perkantoran di Kecamatan Sangkapura dan Tambak mengalami kerusakan akibat gempa bumi yang berpusat di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/Spt.
Gempa di Bawean/Foto: ANTARA FOTO/Rizal Hanafi
Surabaya -

Sederet fakta baru terungkap soal gempa Bawean. Sebelumnya, gempa ini disebut gempa Tuban. BMKG pun mengubahnya menjadi gempa Bawean lantaran lokasinya yang lebih dekat dengan Pulau Bawean, Gresik.

Diketahui, gempa mengguncang Pulau Bawean, Gresik pada Jumat (22/3/2024). Getaran gempa tergolong kencang. Meski begitu, gempa tersebut tidak berpotensi tsunami.

Dari data BMKG, tercatat ada dua kali guncangan besar yang terjadi di Bawean. Gempa pertama yang terjadi pukul 11.22 WIB berkekuatan M 5,9 dengan kedalaman 10 kilometer dan episenter 574 LS-112.32 BT. Lokasi tepatnya di laut, 37 kilometer arah barat Pulau Bawean.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, gempa kedua terjadi pada pukul 15.52 WIB dengan kekuatan M 6,5, kedalaman 12 kilometer dan episenter 5,92 LS-112,35 BT. Lokasi tepatnya di laut, 35 kilometer arah barat Pulau Bawean.

Berikut Sederet Fakta Baru soal Gempa Bawean:

1. Nomenklatur Gempa Diubah

BMKG mengganti nomenklatur gempa Tuban dengan gempa Bawean. Alasannya, karena jarak gempa dengan magnitudo tertinggi 6,5 tersebut lebih dekat ke Bawean dari pada ke Tuban.

ADVERTISEMENT

"Berdasarkan kedekatan dengan sumber gempa dan tingkat makroseismik/dampak gempa, maka nomenklatur yang tepat adalah gempa Bawean, bukan gempa Tuban," kata Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG Daryono, dalam unggahannya di akun X, Sabtu (23/3/2024).

Getaran gempa dirasakan di Pulau Bawean dalam skala V-VI MMI, yang artinya getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, barang-barang/pajangan terpelanting, terjadi kerusakan ringan. Getaran gempa dirasakan di Blora, Madura, Gresik, Surabaya, Kabupaten Banjar dengan skala intensitas III-IV MMI yang artinya bila pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah.

2. Gempa Berjenis Kerak Dangkal

Gempa yang mengguncang Bawean pada Jumat (22/3) termasuk ke dalam jenis gempa kerak dangkal. Gempa tersebut menimbulkan kerusakan bangunan di sejumlah wilayah karena sifatnya yang memang merusak.

Daryono menyebut, gempa yang menggoyang Bawean merupakan gempa jenis kerak dangkal. Gempa tersebut terjadi karena sesar lokal di Laut Jawa.

"Gempa Bawean berkekuatan M 5,9 dan M6,5 pada 22 Maret 2024 merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu aktivitas sesar aktif dengan mekanisme geser/mendatar (strike-slip) di Laut Jawa," ujar Daryono dalam keterangannya, Minggu (24/3/2024).

Kejadian gempa ini mengakibatkan kerusakan rumah dan fasilitas umum. Tidak hanya terjadi di Pulau Bawean, kerusakan bangunan juga menimpa sejumlah kota.

"Gempa ini menimbulkan dampak kerusakan bangunan tidak hanya di Pulau Bawean, tetapi kerusakan akibat gempa juga terjadi di Gresik, Tuban, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, Bojonegoro, Pamekasan Madura, dan Banjarbaru," sambungnya.

3. Penjelasan Mengapa Gempa Bawean Tak Menimbulkan Tsunami

Daryono mengatakan, gempa Bawean tidak berpotensi tsunami. Sebab, dari hasil monitoring, muka laut menunjukkan hal yang normal.

"Hasil pemodelan tsunami BMKG menunjukkan bahwa gempa Bawean tidak berpotensi tsunami. Data lapangan hasil monitoring muka laut dengan menggunakan Tide Gauge milik Badan Informasi Geospasial (BIG) di Karimunjawa, Lamongan, dan Tuban menunjukkan muka laut yang normal tanpa ada anomali catatan tsunami," terang Daryono.

"Tampaknya gempa magnitudo M 6,5 belum dapat menimbulkan deformasi dasar laut yang dapat mengganggu kolom air laut, di samping mekanisme sumber gempanya yang berupa sesar geser atau mendatar tidak produktif dalam membangkitkan tsunami," jelasnya.

4. Alasan Gempa Disebut Tidak Lazim

Daryono menyebut, gempa Bawean terjadi karena sesar aktif lokal di Laut Jawa. Dia menilai, gempa tersebut tidak lazim lantaran berada di wilayah low seismicity.

"Gempa Bawean berpusat di zona aktivitas kegempaan rendah (low seismicity). Sehingga masyarakat awam menilai gempa Bawean sebagai 'gempa tidak lazim', karena terjadi di wilayah yang jarang terjadi gempa dangkal," kata Daryono.

Aktivitas gempa di Laut Jawa itu, kata Daryono, menjadi peringatan bahwa sesar lokal yang masih aktif harus tetap diwaspadai. Sebab, bisa menimbulkan gempa berkekuatan besar.

"Selama ini wilayah Laut Jawa lazimnya menjadi episenter gempa-gempa hiposenter dalam (deep focus) akibat deformasi slab Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi di bawah Lempeng Eurasia, tepatnya di bawah Laut Jawa dengan kedalaman sekitar 500-600 kilometer," terangnya.

5. Berpusat di Zona Sesar Tua Pola Meratus

Tak hanya itu, Daryono mengatakan, gempa Bawean berpusat di zona sesar tua pola meratus. Dia menerangkan wilayah Laut Jawa utara Jawa Timur secara geologi dan tektonik berada pada zona sesar tua pola meratus yang mengindikasikan keberadaan jejak sesar-sesar atau patahan yang berusia tua.

Gempa Bawean, kata dia, membuktikan bahwa ternyata jalur sesar di Laut Jawa masih aktif. Daryono menilai gempa dapat berulang dan terjadi kapan saja meski Laut Jawa utara Jawa Timur termasuk zona kegempaan rendah.

"Tetap memiliki potensi gempa karena secara geologi dan tektonik terdapat jalur Sesar Tua Pola Meratus. Sulit untuk mengatakan sebuah zona sesar tua (sutur) disebut stabil dan aman dari gempa, karena sudah banyak bukti aktivitas gempa yang terjadi di zona stabil dimana terdapat sutur, contohnya di Benua Australia, USA dll," ujar Daryono.

"Meskipun masih dalam perdebatan terkait 'residual stress' tetapi fakta menunjukkan bahwa zona stabil masih bisa terjadi gempa di mana energi gempa sangat mungkin terbangun dari 'super slow stress accumulation'," lanjut Daryono.

6. Pemicu Gempa Bawean

Daryono mengungkapkan, gempa Bawean dipicu reaktivasi sesar tua. Episenter gempa Bawean terletak tepat di jalur sesar yang sudah terpetakan.

Jika mencermati lokasi pusat Gempa Bawean, tampak episenternya terletak tepat pada jalur Sesar Muria (Laut) menurut paper yang dipublikasikan Peter Lunt (2019).

"Jalur sesar ini berada di zona Sesar Tua Pola Meratus. Salah satu jalur sesar di zona Pola Meratus ini diduga mengalami reaktivasi dan memicu gempa," terang Daryono.

7. Pemicu Gempa Susulan Bawean Lebih Besar

Selain itu, Daryono menyebut, gempa susulan di Bawean sebesar M 6,5 terjadi karena asperity (bidang bakal geser di bidang sesar) yang ukurannya lebih besar (M 6,5) mengalami pecah belakangan. Salah satunya karena dipicu tekanan dari gempa pertama (M 5,9) dengan aspertity yang ukurannya relatif lebih kecil.

"Bidang sesar yang pecah pertama kali (first rupture) adalah asperity pada struktur batuan yang lebih lemah, sehingga mengalami pecah duluan sebagai gempa pembuka (foreshock)," kata Daryono.

Hingga Minggu (24/3/2024) pagi, BMKG telah mencatat terjadi 239 kali gempa susulan. Hal ini disebabkan karakteristik gempa kerak dangkal di Bawean terjadi pada batuan kerak bumi permukaan yang batuannya bersifat heterogen sehingga mudah rapuh patah.

Berbeda dengan gempa kerak samudra yang batuan bersifat homogen dan elastik sehingga biasanya miskin gempa susulan bahkan terkadang tidak diikuti gempa susulan meskipun magnitudo gempanya cukup besar.

"Gempa susulan lazim terjadi pasca terjadi gempa kuat dan bukan untuk ditakuti. Banyaknya gempa susulan justru dapat memberi informasi peluruhan gempa sehingga kita dapat mengestimasi kapan berakhirnya gempa susulan," bebernya.

8. Gempa Bawean Jadi Salah Satu yang Terkuat di Pulau Jawa

BMKG menyebut, gempa Bawean merupakan salah satu yang terkuat di Laut Jawa. Daryono mengatakan, gempa kuat di Laut Jawa terbilang langka. Dan, gempa yang terjadi beberapa hari lalu itu merupakan salah satu yang terkuat setelah tahun 1950.

"Gempa Bawean menambah catatan gempa kuat di Laut Jawa. Sejarah gempa kuat di Laut Jawa tidak banyak, hanya empat kali, yaitu pada 1902, 1939, 1950 dan terkini 2024," terang Daryono.

Lebih lanjut, Daryono menyebut, gempa Bawean bisa menjadi pelajaran penting akan ancaman gempa yang merusak Jawa Timur. Tidak hanya berasal dari selatan, yaitu sumber gempa subduksi lempeng atau megathrust dan sesar-sesar aktif di daratan.

"Tetapi ternyata juga dari sumber-sumber gempa di Laut Jawa di utara Jawa Timur," pungkasnya.




(hil/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads