Pengertian dan Hukum Puasa di Hari Syak

Pengertian dan Hukum Puasa di Hari Syak

Alifia Kamila - detikJatim
Sabtu, 09 Mar 2024 15:47 WIB
Kalender Maret 2024.
Kalender Maret 2024/Foto: ELIPSKI Kemenag
Surabaya -

Saat ini, umat Islam memasuki hari-hari terakhir bulan Syakban 1445 Hijriah. Pada periode ini, ada yang disebut sebagai Hari Syak.

Hari Syak jatuh pada hari ke-30 bulan Syakban dan biasa disebut juga sebagai hari meragukan. Mengapa demikian? Simak penjelasan selengkapnya mengenai Hari Syak berikut ini.

Pengertian Hari Syak

Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (OIF UMSU) mengungkapkan yaumus syak atau Hari Syak merupakan sebuah terminologi yang berkaitan dengan puasa, hilal, dan penetapan awal bulan Hijriah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip situs resmi Universitas Islam An Nur Lampung, Hari Syak biasanya merujuk pada tanggal 30 Syakban atau 29 Ramadan. Hari Syak juga berarti hari meragukan yang disebabkan oleh ketidakpastian yang muncul akibat pergantian awal bulan.

Munculnya keraguan itu akibat hilal yang tidak terlihat karena faktor alam. Seperti mendung, hujan, polusi, dan awan. Hilal yang tidak tampak sementara ada informasi telah masuknya bulan Ramadan, membuat umat Islam tidak bisa memastikan awal bulan Ramadan.

ADVERTISEMENT

Hukum Puasa pada Hari Syak

Adanya stilah Hari Syak sebagai hari yang meragukan disebabkan oleh ketidakpastian mengenai apakah sudah memasuki awal Ramadan atau belum. Ketidakpastian ini yang membuat hukum puasa pada Hari Syak masih diperdebatkan.

Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Al-Hakim, menyebutkan bahwa haram hukumnya untuk puasa pada Hari Syak.

مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya: Siapa yang puasa pada hari syak maka sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Abu al-Qashim (Nabi Muhammad Saw). (HR. al-Bukhari dan al-Hakim)

Meski demikian, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam memahami hadis tersebut. Ada ulama yang menyatakan hukumnya makruh dan ada juga yang melarang.

Selain itu, terdapat perbedaan pendapat juga terkait konsep dilarangnya berpuasa pada Hari Syak. Ada yang berpendapat bahwa larangan tersebut mengacu pada dilarangnya melaksanakan puasa Ramadan dan diperbolehkan jika niatnya untuk puasa sunah.

Hal tersebut sesuai dengan salah satu hadis yang berbunyi: Janganlah kalian mendahului Ramadan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang telah berpuasa maka berpuasalah. (HR Bukhari dan Muslim)

Dikutip laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), Syekh Wahhab Al-Zuhaili menjelaskannya melalui kitab Fiqhul Islami wa Adillatuhu.

قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد

Artinya: Ulama mazhab Syafi'i mengatakan, puasa setelah nisfu Sya'ban diharamkan karena termasuk hari Syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa Daud, puasa Senin-Kamis, puasa nadzar, puasa qadla, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah nisfu Sya'ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nisfu Sya'ban. Dalil mereka adalah hadits: Apabila telah melewati nisfu Sya'ban janganlah kalian puasa. Hadits ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dlaif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan pendapat mengenai puasa yang dilakukan ketika sudah memasuki masa Hari Syak. Hal itu disebabkan oleh berbedanya cara ulama dalam memahami dan menghukumi hadis puasa pada Hari Syak.


Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(sun/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads