Tawasul merupakan salah satu cara yang digunakan warga Nahdliyin untuk berdoa atau memohon kepada Allah SWT. Tawasul adalah cara mendekatkan diri kepada Allah dengan perantara atau wasilah.
Namun, dalam praktiknya, ada banyak perbedaan pendapat mengenai tawasul, apakah diperbolehkan atau bidah. Tawasul juga memiliki beberapa pengertian berdasarkan pandangan ulama. Berikut penjelasannya.
Baca juga: 2 Sholawat Masyhur: Arab, Latin dan Artinya |
Pengertian Tawasul
Melansir situs resmi Nahdlatul Ulama (NU) Online, secara bahasa, tawasul berawal dari fi'il madhiwassala. Sedangkan, menurut bahasa etimologi (bahasa-lughoh) memiliki arti al-qurbah atau al-taqarrub, yang artinya mendekatkan diri dengan suatu perantara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun definisi tawasul menurut M. Nashiruddin al-Albani, kata tawasul artinya mendekat kepada yang dituju dalam mencapai suatu usaha dengan sungguh-sungguh.
Tawasul dapat dilakukan dengan wasilah amal. Wasilah tersebut dapat berupa orang-orang yang dekat dengan Allah seperti Nabi, Wali, dan para ulama.
Sementara menurut KH Wazir Ali, wasilah memiliki beberapa pengertian. Ada yang mengertikan wasilah merupakan amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Perantara tersebut bisa seseorang karena orang tersebut alim serta dekat kepada Allah SWT. Adapun dalil mengenai tawasul atau wasilah tercantum pada Surat Al-Maidah ayat 35:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya (wasilah) dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kalian mendapat keberuntungan.
Baca juga: 99 Asmaul Husna dan Keistimewaan Membacanya |
Macam-macam Tawasul
Tawasul pun ada bermacam-macam bergantung perantara yang digunakan. Berikut macam-macam tawasul yang perlu diketahui.
1. Tawasul dengan Nama Allah
Tawasul bi asmaillah merupakan tawasul paling tinggi. Tawasul dengan nama Allah maksudnya berdoa dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah (Asmaul Husna).
Allah SWT berfirman:
وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَا
Artinya: Dan hanya milik Allah lah nama-nama yang paling indah, maka berdoalah kepada Allah dengan menyebutnya. (QS. Al-A'raf: 180)
2. Tawasul dengan Orang Terdekat Allah
Tawasul kedua dapat dilakukan dengan perantara orang-orang yang dekat dengan Allah SWT. Misalnya para rasul, nabi, sahabat-sahabat Rasulullah SAW, para ulama, dan wali.
Maksud bertawasul dengan orang terdekat Allah adalah berdoa dan meminta kepada Allah dengan menghadap orang-orang yang mendapatkan tempat terhormat dari-Nya. Seperti Rasulullah SAW bersabda:
"Siapa pun yang mengucapkan salam kepadaku, Allah akan mengembalikan ruhku untuk menjawab salam itu". (HR Abu Dawud)
Pada dasarnya, bertawasul dengan orang-orang terdekat Allah SWT bukan berarti bertawasul pada zat mereka. Melainkan bertawasul dengan amal perbuatan mereka.
3. Tawasul dengan Amal Baik
Kiai Wazir dalam kitab Riyadhus Shalihin menceritakan, ada tiga orang yang menemukan sebuah gua dalam perjalanannya. Mereka kemudian masuk ke dalam gua tersebut karena penasaran. Akan tetapi, angin besar datang dan menjatuhkan batu besar sehingga gua tertutup.
Mereka pun kesulitan karena hal tersebut. Selama seminggu tidak makan dan tidak ada satupun orang yang mendengar panggilan mereka. Akhirnya mereka bertiga muhasabah.
Salah satu dari mereka bertawasul dengan birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua). Hingga akhirnya batu besar yang menghalangi gua tersebut terdorong dan ada sinar matahari. Sedangkan, yang lainnya berdoa dengan amal unggulannya dan batu bergeser sedikit demi sedikit.
4. Tawasul dengan Zat
Tawasul dengan zat artinya bertawasul dengan bi jahi (kedudukan), bi hurmati (kemuliaan), dan bi karamati (kemurahan). Selawat Nariyah merupakan salah satu tawasul bi zat. Akan tetapi tawasul keempat ini masih diperdebatkan para ulama.
Kiai Wazir menjelaskan, menurut sebagian besar ulama, tawasul jenis ini tidak ada masalah. Akan tetapi, menurut Ibn Taimiyah semua tawasul masih dapat diterima karena sesuai syariat, kecuali tawasul bi zat.
Artikel ini ditulis oleh Allysa Salsabillah Dwi Gayatri, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/sun)