Pengertian Tawasul dalam Mendekatkan Diri kepada Allah SWT

Pengertian Tawasul dalam Mendekatkan Diri kepada Allah SWT

Allysa Salsabillah Dwi Gayatri - detikJatim
Kamis, 29 Feb 2024 18:01 WIB
Muslim hands praying with prayer beads at outdoor with night scene background
Ilustrasi berdoa kepada Allah SWT/Foto: Getty Images/iStockphoto/leolintang
Surabaya -

Tawasul merupakan salah satu cara yang digunakan warga Nahdliyin untuk berdoa atau memohon kepada Allah SWT. Tawasul adalah cara mendekatkan diri kepada Allah dengan perantara atau wasilah.

Namun, dalam praktiknya, ada banyak perbedaan pendapat mengenai tawasul, apakah diperbolehkan atau bidah. Tawasul juga memiliki beberapa pengertian berdasarkan pandangan ulama. Berikut penjelasannya.

Pengertian Tawasul

Melansir situs resmi Nahdlatul Ulama (NU) Online, secara bahasa, tawasul berawal dari fi'il madhiwassala. Sedangkan, menurut bahasa etimologi (bahasa-lughoh) memiliki arti al-qurbah atau al-taqarrub, yang artinya mendekatkan diri dengan suatu perantara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun definisi tawasul menurut M. Nashiruddin al-Albani, kata tawasul artinya mendekat kepada yang dituju dalam mencapai suatu usaha dengan sungguh-sungguh.

Tawasul dapat dilakukan dengan wasilah amal. Wasilah tersebut dapat berupa orang-orang yang dekat dengan Allah seperti Nabi, Wali, dan para ulama.

ADVERTISEMENT

Sementara menurut KH Wazir Ali, wasilah memiliki beberapa pengertian. Ada yang mengertikan wasilah merupakan amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Perantara tersebut bisa seseorang karena orang tersebut alim serta dekat kepada Allah SWT. Adapun dalil mengenai tawasul atau wasilah tercantum pada Surat Al-Maidah ayat 35:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya (wasilah) dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kalian mendapat keberuntungan.

Macam-macam Tawasul

Tawasul pun ada bermacam-macam bergantung perantara yang digunakan. Berikut macam-macam tawasul yang perlu diketahui.

1. Tawasul dengan Nama Allah

Tawasul bi asmaillah merupakan tawasul paling tinggi. Tawasul dengan nama Allah maksudnya berdoa dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah (Asmaul Husna).

Allah SWT berfirman:

وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَا

Artinya: Dan hanya milik Allah lah nama-nama yang paling indah, maka berdoalah kepada Allah dengan menyebutnya. (QS. Al-A'raf: 180)

2. Tawasul dengan Orang Terdekat Allah

Tawasul kedua dapat dilakukan dengan perantara orang-orang yang dekat dengan Allah SWT. Misalnya para rasul, nabi, sahabat-sahabat Rasulullah SAW, para ulama, dan wali.

Maksud bertawasul dengan orang terdekat Allah adalah berdoa dan meminta kepada Allah dengan menghadap orang-orang yang mendapatkan tempat terhormat dari-Nya. Seperti Rasulullah SAW bersabda:

"Siapa pun yang mengucapkan salam kepadaku, Allah akan mengembalikan ruhku untuk menjawab salam itu". (HR Abu Dawud)

Pada dasarnya, bertawasul dengan orang-orang terdekat Allah SWT bukan berarti bertawasul pada zat mereka. Melainkan bertawasul dengan amal perbuatan mereka.

3. Tawasul dengan Amal Baik

Kiai Wazir dalam kitab Riyadhus Shalihin menceritakan, ada tiga orang yang menemukan sebuah gua dalam perjalanannya. Mereka kemudian masuk ke dalam gua tersebut karena penasaran. Akan tetapi, angin besar datang dan menjatuhkan batu besar sehingga gua tertutup.

Mereka pun kesulitan karena hal tersebut. Selama seminggu tidak makan dan tidak ada satupun orang yang mendengar panggilan mereka. Akhirnya mereka bertiga muhasabah.

Salah satu dari mereka bertawasul dengan birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua). Hingga akhirnya batu besar yang menghalangi gua tersebut terdorong dan ada sinar matahari. Sedangkan, yang lainnya berdoa dengan amal unggulannya dan batu bergeser sedikit demi sedikit.

4. Tawasul dengan Zat

Tawasul dengan zat artinya bertawasul dengan bi jahi (kedudukan), bi hurmati (kemuliaan), dan bi karamati (kemurahan). Selawat Nariyah merupakan salah satu tawasul bi zat. Akan tetapi tawasul keempat ini masih diperdebatkan para ulama.

Kiai Wazir menjelaskan, menurut sebagian besar ulama, tawasul jenis ini tidak ada masalah. Akan tetapi, menurut Ibn Taimiyah semua tawasul masih dapat diterima karena sesuai syariat, kecuali tawasul bi zat.

Artikel ini ditulis oleh Allysa Salsabillah Dwi Gayatri, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads