Salah satunya dari Pengamat Politik Universitas Brawijaya (UB) Prof Anang Sujoko. Prof Anang mempertanyakan, apakah pangkat tersebut diberikan tanpa adanya pertimbangan atas catatan masa lalu Prabowo.
"Sebagai pengamat politik saya menganggap istilah penghargaan itu adalah proses apresiasi yang luar biasa, apalagi itu dilakukan oleh seorang kepala negara. Itu jadi capaian yang luar biasa. Tapi dalam konteks ini apakah Prabowo memang benar-benar memiliki kriteria yang diakui validitasnya sebagai sebuah capaian yang luar biasa?" ungkap Anang kepada detikJatim, Rabu (28/2/2024).
Tak hanya itu, ia menganggap Jokowi sebagai Presiden memiliki nilai-nilai kontraproduktif yang menyebabkan kontroversi atas penyematan pangkat kehormatan kepada Prabowo ini.
"Ketika Prabowo sebagai seorang prajurit itu 'diberhentikan' melalui beberapa persidangan mahkamah militer, artinya ketika berbicara soal penghargaan saat ini, tentunya ada kaitan dengan prestasi jejak-jejak yang bersangkutan," katanya.
"Misal kemarin Komnas HAM sudah tidak membuktikan lagi, maka sebetulnya kalau hubungannya dengan prestasi Prabowo ya harus tetap ditengok kembali proses pemecatan yang lalu. Janganlah kemudian para pimpinan negeri ini mempunyai tindakan yang kontroversi," imbuhnya.
Menurut Anang, proses penyematan pangkat ini juga menjadi bagian dari sebuah kesepakatan politik antara Prabowo dengan Jokowi.
"Saya juga menangkap ada sebuah deal politik di belakang pemberian anugerah ini, lalu apa yang menjadi sebuah deal itu?," terangnya.
"Asumsi saya bisa jadi ada sebuah transaksi proses politik balas budi bahwa naiknya Prabowo menjadi Presiden juga mendapat perolehan suara tertinggi atas dukungan dari Jokowi. Oleh karena itu, maka sebetulnya Pak Jokowi ini tidak ingin lepas begitu saja pasca sudah tidak lagi menjadi presiden nantinya," tambahnya.
Terakhir, Anang menekankan bahwa proses penyematan pangkat Jenderal TNI (HOR) ini, tidak akan cukup untuk memulihkan catatan buruk masa lalu Prabowo di masa mendatang.
"Kalau ini sebagai upaya Pak Jokowi untuk memulihkan nama baik Pak Prabowo, itu tidak akan cukup. Karena saat ini Presiden tidak punya cukup kredibilitas untuk melakukan itu, apalagi Jokowi sebagai presiden juga memiliki conflict of interest yang begitu luar biasa terhadap deal politik saat ini," pungkasnya.
(hil/dte)