Korban kekerasan dan pelecehan seksual masih banyak yang tidak berani speak up. Baik melaporkan kejadian ke pihak berwenang, orang lain bahkan keluarga sebagai orang terdekat. Alasannya karena takut mendapat ancaman dari pelaku hingga stigma masyarakat.
"Masalah konsekuensi sosial lebih berat. Misal konsen pemerkosaan, kemudian diutarakan, divisum, diberitakan, masyarakat tahu lalu dikucilkan, merasa membuat nama keluarga jelek. Akhirnya diselesaikan sendiri," ujar Anggota DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto saat dihubungi detikJatim, Selasa (27/2/2024).
Menurut Herlina, Pemkot Surabaya sudah melakukan berbagai hal kuratif. Seperti pendampingan psikolog, pendampingan dokter, pendampingan pemerhati anak hingga pelatihan kesejahteraan ekonomi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau bicara preventif, maka harus melihat kebutuhan primer di masyarakat. Artinya masyarakat kita belum sejahtera secara ekonomi maupun sosial," ujarnya.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya ini memberi pesan kepada Pemkot agar anak dan perempuan berani melaporkan bila mendapat perlakuan kekerasan hingga pelecehan seksual. Salah satunya dengan mendorong peran aktif PKK sampai dengan tingkat dasawisma.
Dengan dasawisma ini, bisa lebih memperhatikan tetangga sekitar, seperti 10 rumah ke kanan dan 10 rumah ke kiri. Dengan begitu, tetangga bisa saling mengetahui kondisi tetangganya.
"Misalkan PKK dasawisma, kemudian ditarik ke tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan sampai kota. Artinya setiap 10 rumah ada yang saling memperhatikan, sudah tahu record masing-masing wilayah ini. Contohnya di tempat ini ada orang memiliki hunian yang tidak layak dan kurang sejahtera, inilah yang perlu di titik berat dan intervensi nya. Apakah kemudian pemerintah kota butuh menyediakan hunian, apakah pemerintah kota juga butuh membuka lapangan pekerjaan. Karena sejauh ini kalau saya melihat butuh diaktivasi kembali," jelasnya.
Berdasarkan catatan detikJatim, pada awal tahun ini ada sekitar 5 kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak dan perempuan. Rata-rata pelaku dari kalangan menengah ke bawah. Menurut Herlina, hal itu jadi PR Pemkot Surabaya.
"Menurut saya begitu, PR pemkot kesejahteraan sosial dan ekonomi, kebutuhan primer. Banyaknya kasus itu menunjukkan masih belum sehat secara mental untuk pelaku, salah satu penyebabnya ketidaksejahteran dia, baik ekonomi maupun sosial," pungkas Herlina.
(esw/iwd)