Edelweiss Jawa disebut bunga abadi karena mekarnya bisa sampai 10 tahun. Namun sebutan itu justru mengancam keabadiannya karena membuat orang ingin memetiknya.
Edelweiss Jawa merupakan nama bunga endemik yang kerap ditemukan di wilayah pegunungan. Bunga yang juga tumbuh di sekitar Gunung Bromo ini memiliki nama latin Anaphalis javanica.
Bagi kamu yang menyukai kegiatan mendaki gunung, pasti sudah tidak asing dengan bunga yang satu ini. Namun, tahukah bahwa bunga ini sebenarnya bisa hidup sangat lama, tetapi dilarang untuk dipetik, mengapa?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menjawab beberapa pertanyaan tersebut, mari simak pembahasan mengenai salah satu bunga kebanggaan Nusantara ini, yang dikutip dari laman resmi Indonesia.
Sejarah Edelweiss Jawa dan Asal Namanya
Edelweiss Jawa pertama kali ditemukan di lereng Gunung Gede, Jawa Barat, oleh ilmuwan Jerman bernama Caspar Georg Carl Reindwardt. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Carl Heinrich Schultz pada tahun 1819.
Secara harfiah, kata Edelweiss berasal dari Bahasa Jerman yang merupakan gabungan kata 'edel' berarti mulia dan 'weiss' berarti putih.
Mengenal Edelweiss Jawa
Edelweiss Jawa, atau secara ilmiah dikenal sebagai Anaphalis javanica, umumnya memiliki tinggi tumbuh yang tidak melebihi 1 meter. Namun, dalam situasi tertentu, tanaman ini juga dapat mencapai hingga 8 meter, dengan batang yang seukuran kaki manusia.
Bunga abadi ini memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di atas tanah yang tidak subur, sekaligus menjadi tumbuhan pionir di tanah vulkanik yang masih muda di daerah pegunungan. Bunga ini mekar saat musim hujan berakhir dan sinar matahari memberikan dorongan, yaitu antara bulan April hingga September.
Edelweiss dianggap sebagai tanaman langka karena bunga yang dapat tumbuh di wilayah pegunungan sangatlah jarang ditemukan. Bunga Edelweiss Jawa umumnya muncul di ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) atau lebih tinggi, tergantung pada kondisi suhu dan kelembapan udara.
![]() |
Mengapa Disebut Bunga Abadi?
Bunga Edelweiss dikenal dengan nama lain yaitu Bunga Abadi. Bukan tanpa alasan, Edelweiss disebut sebagai bunga abadi karena hidupnya yang sangat lama.
Keabadian tersebut diperoleh Edelweiss berkat hormon etilen yang dimilikinya. Hormon ini dapat mencegah kerontokan kelopak bunga Edelweiss.
Bahkan, karena hormon etilen tersebut, bunga ini dapat mekar dan tetap hidup selama kurang lebih 10 tahun, bahkan dalam beberapa kasus bisa lebih dari itu.
Edelweiss Terancam Punah
Sayangnya, karena disebut sebagai Bunga Abadi, banyak orang yang justru menyalahgunakan Bunga Edelweiss dan memetiknya secara sembarangan. Bunga ini sering dijadikan kenang-kenangan oleh pada pendaki yang hendak turun.
Dikutip laman Pusat Wisata Bromo, bahkan muncul mitos yang mengaitkan sebutan Bunga Abadi dengan hubungan asmara. Edelweiss dianggap sebagai bunga yang membawa keabadian pada hubungan asmara pemberi dan penerima bunga tersebut.
Akibat tangan-tangan yang kurang bertanggung jawab itu, populasi bunga Edelweiss di Indonesia menurun drastis, hingga pemerintah membuat larangan untuk memetik Bunga Abadi itu secara sembarangan.
Edelweiss Sebagai Media Ritual Adat Tengger
Masyarakat Tengger di Gunung Bromo sering menggunakan Edelweiss dalam melakukan ritual-ritual adat khas. Oleh karena itu, kesadaran untuk menjaga keberlanjutan Edelweiss mulai berkembang di kalangan masyarakat Tengger.
Bersama-sama, mereka aktif terlibat dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan Edelweiss di lingkungan rumah mereka.
Edelweiss Tanaman yang Dilindungi
Bunga Edelweiss menjadi tanaman yang dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada orang yang memetik bunga tersebut secara sembarangan.
Edelweiss Jawa dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 33 ayat 1 yang berbunyi:
"Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional".
Oleh sebab itu, sebaiknya jangan memetik Bunga Edelweiss secara sembarangan, karena jika melanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan UU.
Artikel ini ditulis oleh Albert Benjamin Febrian Purba, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sun/iwd)