Kata Pengamat Unej soal Gelar Sahabat Santri Indonesia untuk Prabowo

Kata Pengamat Unej soal Gelar Sahabat Santri Indonesia untuk Prabowo

Hilda Rinanda - detikJatim
Rabu, 03 Jan 2024 16:22 WIB
Prabowo Subianto saat berkunjung ke Ponpes Zainul Hasan Genggong, Probolinggo didampingi Pakde Karwo.
Prabowo Subianto di Ponpes Genggong, Probolinggo, Selasa (2/1/2023). (Foto: M Rofiq/File detikJatim)
Surabaya - Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto diberi gelar jadi Sahabat Santri Indonesia oleh Pondok Pesantren (Ponpes) Zainul Hasan Genggong, Probolinggo. Pengamat politik Unej M Iqbal menilai pemberian gelar itu sah-sah saja. Namun, Iqbal juga melihat gelar itu tak memengaruhi elektoral dan justru bisa jadi blunder politik

Dosen Hubungan Internasional (HI) Unej itu menjelaskan, pemberian gelar itu merupakan tradisi kebaikan di lingkungan pesantren. Di dalam gelar itu tentu terkandung doa dari para santri, ulama, hingga kiai.

"Hal serupa juga patut kita apresiasi ketika komunitas ulama, santri, dan kiai misalnya menobatkan Muhaimin Iskandar sebagai Panglima Santri karena kiprahnya turut menginisiasi Hari Santri Nasional, Undang-undang Pesantren, dan Dana Abadi Pesantren. Ganjar juga mendapatkan kehormatan sebagai orang pesantren dari pimpinan Pesantren Darularafah Raya, Deli Serdang Sumatera Utara, KH. Indra Porkas Lubis," jelas Iqbal kepada detikJatim, Rabu (3/1/2024).

Meski demikian, Iqbal menyebut pemberian gelar itu tidak akan langsung berdampak pada elektoral. Sebab, suara warga NU terbagi menjadi struktural dan kultural.

"Namun tentu tidak otomatis ketika tradisi pemberian gelar itu bisa langsung dikonversi menjadi suara pemilih dalam hal ini kontestasi pilpres," sebutnya.

Iqbal menambahkan, Prabowo bisa saja memegang pengaruh struktural NU. Namun, bukan pekerjaan mudah untuk memengaruhi kultural warga Nahdliyin di Jatim.

Dia lalu mengaitkan dengan isu pencopotan KH Marzuki Mustamar dari kursi Ketua PWNU Jatim yang masih hangat. Menurutnya, bisa jadi muncul perlawanan dari level kultural, terutama yang menghormati dan tunduk kepada Kiai Marzuki.

"Mungkin saja yang terjadi adalah perlawanan kultural imbas dari wujud takzim sebagian besar struktural dan kultural warga NU Jatim. Motifnya bisa saja semata mengembalikan marwah dan khitah NU untuk tidak dijadikan sebagai alat politik kekuasaan," beber Iqbal.

"Alih-alih berbuah elektoral, pemberian gelar Sahabat Santri itu malah bisa jadi blunder politik baru karena mempertegas persepsi publik adanya pemanfaatan pragmatis entitas santri dan institusi pesantren sesaat di ajang pilpres saja," lanjutnya.

Terlepas dari motif pemberian gelar itu, kata Iqbal, rekam jejak Prabowo di basis NU Jawa Timur dalam kontestasi Pilpres selama ini tidak menggembirakan.

"Apapun motifnya, rekam jejak Prabowo dalam kontestasi pilpres memang selalu kalah di basis NU Jawa Timur. Mungkin melalui cara itu, kubu Prabowo bisa meraup simpati besar dari pemilih Nahdliyin Jawa Timur," katanya.

Iqbal melanjutkan, menjadi warga atau diakui sebagai warga Nahdliyin itu sebenarnya mudah. Selama seorang muslim mengamalkan ahlussunah wal jamaah dalam praktik ibadah sehari-hari, dia sudah dipandang sebagai orang NU.

"Namun, dalam konteks politik dikenal istilah NU naturalisasi, ketika seseorang dinobatkan menjadi warga NU melalui semacam penyematan gelar dan kedekatannya membantu sepak terjang perjuangan lembaga NU, santri, kiai, dan pesantren NU. Bila konteks NU naturalisasi itu terjadi dalam masa kontestasi politik pilpres, maka sudah jelas arah orientasinya semata pragmatisme politik," terangnya.

M Iqbal dosen HI UnejPengamat politik Unej, M Iqbal. Foto: Dok. pribadi

Iqbal mengatakan, langkah politik seperti itu adalah hal yang biasa. Lazim dilakukan di level struktural.

"Langkah politik macam ini sepenuhnya memang kewenangan NU struktural. Kita patut menghormatinya kendati secara kultural dan nalar sosial sejatinya bisa saja membawa kesan struktural NU tengah bertransaksi politik praktis kepada kandidat," katanya

"Bisa pula bermakna sebagai manuver politik untuk memengaruhi persepsi pemilih Nahdliyin bahwa Prabowo kini sudah menjadi sahabat santri. Maka, diharapkan tak ada alasan lain bagi santri untuk memperjuangkan sahabat santr," sambung Iqbal.

Kendati demikian, tegas Iqbal, manuver maupun strategi-strategi politik saat pilpres tetap harus dihormati. Kuncinya tetap akan kembali kepada santri sebagai voters dalam Pilpres 2024.

"Yang bakal memenangi pilpres di kalangan santri adalah yang mereka yang sejalan dengan khitah dan perjuangan masa depan santri dengan menjadikan santri sebagai subjek bukan objek politik semata," tukasnya.


(hil/dte)


Hide Ads