Misteri Desa di Sidoarjo Tanpa Penjual Nasi dan Ganjaran Maut Jika Dilanggar

Kaleidoskop 2023

Misteri Desa di Sidoarjo Tanpa Penjual Nasi dan Ganjaran Maut Jika Dilanggar

Denza Perdana - detikJatim
Kamis, 28 Des 2023 12:47 WIB
Desa Randegan, Tanggulangin, Sidoarjo yang tidak ada satupun penjual nasi.
Desa tanpa penjual nasi di Sidoarjo yang warganya dihantui ganjaran maut. (Foto: Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

Adalah Desa Randegan di Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo yang menjadi satu-satunya desa tanpa satu pun warung yang menjual nasi. Warga desa itu benar-benar takut melanggar pantangan itu karena sudah terbukti ada ganjaran maut bagi siapa pun yang melanggarnya.

Siapa pun bisa membuktikan fakta bahwa di ruas jalan utama Tanggulangin hingga Tulangan yang menjadi bagian dari desa itu tidak satu pun warung di pinggir jalan yang menjual nasi seperti nasi rawon, nasi soto, atau nasi goreng. Mentok-mentok yang ditemukan hanyalah warung penjual lontong.

"Memang benar warga Desa Randegan sampai saat ini tidak ada yang berjualan nasi, karena berjualan nasi (dipercaya) akan membawa sial," kata Sholkan, warga RT 3, RW 1, Desa Randegan yang merupakan pedagang lontong tahu saat ditemui detikJatim pada 28 Agustus 2023.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Solkhan pun menjelaskan bahwa pantangan berjualan nasi itu dipertahankan secara turun temurun oleh warga setempat. Pelanggaran yang berujung sial itu menurutnya bukan isapan jempol. Sudah cukup banyak cerita warga yang nekat berjualan nasi benar-benar tertimpa sial.

Dia pun menceritakan peristiwa yang terjadi pada 2002. Saat itu ada warga pendatang dari daerah lain yang berjualan nasi goreng di pinggir jalan. Warga setempat sudah mengingatkan pendatang itu tapi yang bersangkutan tidak percaya.

ADVERTISEMENT

"Tiga hari berikutnya, saat penjual nasi goreng itu sedang sibuk melayani pembeli, tiba-tiba gerobaknya terbakar. Bahkan penjualnya lari terbirit-birit," kata Sholkan.

Anik, warga Randegan lainnya membenarkan soal pantangan berjualan nasi itu. Secara pribadi, bila dirinya diminta untuk berjualan nasi tidak akan mau. Karena dia enggan melanggar pantangan nenek moyang desa itu yang terbukti membawa sial.

"Menurut ceritanya apabila ada yang berjualan nasi kehidupannya akan sial terus, bahkan rumah tangganya tidak harmonis. Saya tidak berani melanggar. Kami berjualan ingin mendapatkan keselamatan dan rezeki yang barokah," ujar Anik yang berjualan Lontong Lodeh.

Cerita lain dikisahkan oleh Suyadhim. Pria ini merupakan juru kunci makam pembabat alas Desa Randegan yang dikenal dengan panggilan Mbah Sosro. Pada satu masa, kata Suyadhim, ada salah satu warga yang nekat berjualan nasi bebek.

Desa Randegan, Tanggulangin, Sidoarjo yang tidak ada satupun penjual nasi.Salah satu warung di Desa Randegan, Tanggulangin, Sidoarjo yang tidak menjual nasi. (Foto: Suparno/detikJatim)

"Ada yang nyoba jual nasi bebek, nggak ada 1 bulan dia kabur. Katanya nasinya tiba-tiba basi," terang Suyadhim.

Lebih jauh dari itu, pantangan dan ganjaran bagi yang melanggar itu juga berlaku bagi warga Desa Randegan yang merantau atau tinggal di desa lain. Mereka yang nekat berjualan makanan dengan nasi hidupnya akan sengsara.

"Pernah terjadi salah satu warga Desa Randegan ini menikah dengan warga desa lain kemudian mencoba jualan nasi di daerah lain, kehidupannya gagal. Sudah ada buktinya. Makanya warga sini meski sudah pindah tetap tidak berani jualan nasi. Ada yang mencoba melanggar pantangan akhirnya cerai sama istrinya," kata Suyadhim.

Pantangan Jual Nasi dari Pembabat Alas Desa Randegan

Kepercayaan warga itu ternyata berhulu pada cerita turun temurun tentang tokoh bernama Suryo Wiryo Diharjo yang dikenal dengan sebutan Mbah Sosro. Suyadhim sebagai juru kunci makam Mbah Sosro kembali berkisah.

Berdasarkan cerita dari nenek moyang warga di Desa Randegan, disebutkan bahwa almarhum Mbah Sosro adalah orang yang pertama kali membabat alas di kampung Randegan.

"Dari cerita juru kunci sebelumnya, beliau almarhum ini tidak rela bila warga Desa Randegan bekerja sebagai penjual nasi," kata Suyadhim.

Suyadhim menambahkan, sejauh yang diyakini warga, menjadi penjual nasi pada saat itu sangat susah dan menyedihkan. Namun, cerita yang sebenarnya seperti apa dirinya tidak mengetahui yang sebenarnya.

"Keyakinan dan kepercayaan itu masih melekat pada warga Desa Randegan. Hingga saat ini tidak ada warga desa itu berjualan nasi," imbuh Suyadhim.

Pantangan atau dalam istilah Jawa sirian itu melekat pada semua warga yang berasal dari Desa Randegan. Bahkan, pantangan itu tetap dipegang meski warga itu sudah pindah ke Desa yang lain. Tidak hanya dilarang menjual nasi, warga Desa Randegan juga dilarang berjualan rujak ulek.




(dpe/iwd)


Hide Ads