Ada 1.122 Kasus HIV/AIDS di Surabaya, Pemkot Gencarkan Skrining

Ada 1.122 Kasus HIV/AIDS di Surabaya, Pemkot Gencarkan Skrining

Esti Widiyana - detikJatim
Minggu, 03 Des 2023 18:15 WIB
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Nanik Sukristina di depan Gedung DPRD Surabaya.
Foto: Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Nanik Sukristina di depan Gedung DPRD Surabaya. (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya -

Kasus HIV/AIDS di Surabaya masih tinggi. Hingga bulan Oktober 2023, tercatat ada 1.122 kasus.

Tidak semua orang dengan HIV/AIDS (ODHA) ber-KTP Surabaya. Warga ber-KTP Surabaya ada 600 yang terjangkit HIV atau 53,47%. Sedangkan yang ber-KTP non-Surabaya ada 522 atau 46,52%.

Dalam periode yang sama di tahun lalu, total ada 827 kasus. "Akan tetapi, berdasarkan status kependudukan menunjukkan bahwa penemuan kasus dengan KTP Surabaya pada tahun 2023 mengalami penurunan sebesar 17,39% dibandingkan tahun 2022," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Nanik Sukristina, Minggu (3/12/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gambaran kasus HIV anak pada rentang usia ≀14 tahun sebanyak 7 kasus. Dibandingkan tahun sebelumnya, terjadi penurunan 1 kasus.

Indikasi terjadinya risiko penularan HIV pada anak bisa karena kurangnya kepatuhan minum obat ARV oleh ibu yang telah terinfeksi HIV. Itu bisa disebabkan oleh tidak adanya dukungan dari pasangan, keluarga, serta ketidakberdayaan seorang istri terhadap permasalahan kesehatannya.

ADVERTISEMENT

"Sebagai upaya pengendalian, Surabaya terus konsisten dan masif dalam kegiatan skrining HIV terhadap seluruh kelompok populasi berisiko, tanpa membedakan status kependudukan," ujarnya.

Untuk mencegah penyebaran, Dinkes Surabaya memasifkan skrining HIV. Dinkes juga memperluas layanan testing HIV melalui 122 layanan, yakni 63 Puskesmas, 57 rumah sakit dan 2 klinik utama.

"Sedangkan untuk pemberian layanan dukungan, perawatan dan pengobatan (PDP) HIV juga telah tersebar di 52 layanan di 38 Puskesmas, 13 rumah sakit dan 1 klinik utama," jelasnya.

Layanan testing HIV dilakukan agar bisa mendeteksi kasus HIV sejak dini. Sehingga segera diberikan obat ARV serta dipantau dan dikawal dengan ketat.

Upaya pencegahan juga dilakukan. Mulai dari penyebarluasan informasi pencegahan dan penularan HIV bagi pelajar. Lalu, membentuk petugas penjangkau untuk melakukan edukasi dan skrining HIV pada kelompok berisiko dengan sasaran waria, lelaki seks dengan lelaki, pengguna narkoba suntik (Penasun), serta pekerja rekreasi hiburan umum (RHU).

"Kami melakukan pemeriksaan HIV secara mobile/bergerak menyasar pada RHU dan tempat-tempat yang diduga sebagai hotspot (lokasi) kelompok berisiko. Selanjutnya, melakukan layanan testing HIV yang di fasilitas oleh layanan kesehatan, seperti Puskesmas, rumah sakit pemerintah dan swasta, maupun klinik utama," urainya.

Dinkes Surabaya juga melakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis bagi bayi usia minimal 6 minggu, rutin setiap 3 bulan sekali bagi perilaku kelompok berisiko penularan virus HIV. Obat ARV Test and Treat juga diberikan secara gratis, serta memperluas akses pengobatan HIV pada Puskesmas dan rumah sakit.

"Kami membentuk pendamping sebaya dari komunitas ODHIV di wilayah kerja untuk memberikan support psycho-sosial. Selain itu, kami juga memberikan dukungan PMT bagi ODHIV untuk mempertahankan kondisi kesehatan dan meningkatkan imunitas, pendampingan, konseling dan kunjungan rumah (home care) untuk memperkuat kondisi psikologis pasien," tambahnya.

Pihaknya menggandeng pula Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain di lingkup Pemkot Surabaya dalam penanganan permasalahan kependudukan. Seperti kebutuhan Akte dan Kartu Keluarga (KK).

"Penguatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) melibatkan ibu hamil HIV dan anak-anak dengan HIV juga terus dilakukan. Penguatan konseling oleh dokter atau psikolog di layanan HIV baik bagi pasien, pasangan pasien, dan keluarga juga demikian," pungkasnya.




(sun/iwd)


Hide Ads