Sejarah PGRI, Organisasi Pemersatu Guru Indonesia

Sejarah PGRI, Organisasi Pemersatu Guru Indonesia

Savira Oktavia - detikJatim
Selasa, 21 Nov 2023 11:12 WIB
Logo PGRI
Logo PGRI. Foto: dok PGRI
Surabaya -

Hari ulang tahun (HUT) PGRI diperingati setiap tanggal 25 November. Di balik peringatannya, organisasi ini menyimpan sejarah pendirian yang penuh semangat perjuangan, demi mewujudkan cita-cita bangsa dan negara.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) adalah organisasi yang menaungi guru dan tenaga kependidikan dengan tujuan mencerdaskan putra-putri bangsa. Organisasi ini resmi dibentuk melalui Kongres Guru Indonesia di Surakarta pada 25 November 1945.

Hingga kini, PGRI turut andil dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Berikut sejarah terbentuknya PGRI yang juga menjadi pencetus peringatan Hari Guru Nasional setiap tanggal 25 November.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah PGRI

1. Sejarah PGRI dari Masa ke Masa

Melansir situs PGRI, pada masa penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1912 dibentuk organisasi perjuangan yang mewadahi para guru pribumi. Organisasi ini diberi nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).

PGHB bersifat unitaristik. Artinya, organisasi ini tidak mengenal perbedaan latar belakang agama, suku, ras, pendidikan, jenis kelamin, dan sebagainya. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, PGHB mempersatukan segala potensi bangsa untuk memperjuangkan kemerdekaan.

ADVERTISEMENT

Awalnya, PGHB anggotanya para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Mereka memiliki perbedaan latar belakang yang umumnya bertugas di sekolah desa dan sekolah rakyat angka dua.

Organisasi ini sempat kesulitan memperjuangkan nasib para anggotanya karena masing-masing mempunyai perbedaan pangkat, status sosial, dan latar belakang berbeda. Sejalan dengan kondisi itu, berkembang organisasi guru baru, di antaranya Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), dan Hogere Kweekschool Bond (HKSB).

Ada juga organisasi guru dengan perbedaan corak keagamaan, kebangsaan atau lainnya. Yaitu Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katholieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG), yang beranggota para guru tanpa adanya diskriminasi.

Dari situ, muncul dorongan dari para guru pribumi untuk memperjuangkan persamaan hak dan posisi kepada pihak Belanda. Upaya tersebut membuahkan hasil. Kepala HIS yang dulu selalu ditempati bangsa Belanda perlahan-lahan berpindah tangan ke bangsa Indonesia.

Namun ketika pemerintahan Belanda bergulir digantikan Jepang, segala organisasi dilarang beroperasi, sekolah ditutup, bahkan Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan kegiatan. Pascaproklamasi barulah diadakan Kongres Guru Indonesia di Surakarta pada 24-25 November 1945.

Melalui kongres ini segala organisasi dan kelompok guru yang dibedakan berdasarkan tamatan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Hanya ada para guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Indonesia.

Hingga akhirnya, tepat 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 25 November 1945, dibentuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Maka dari itu, setiap tanggal 25 November diperingati sebagai HUT PGRI.

2. Jasa PGRI dalam Mengembangkan Pendidikan Indonesia

Setelah kongres pertama, PGRI mulai menyusun organisasi dan meluaskan pengaruhnya ke berbagai penjuru Indonesia. Namun, organisasi ini sempat mengalami hambatan di beberapa kota besar lainnya. Sebab, ada upaya pihak Belanda untuk mempersempit ruang gerak para guru.

Saat pemerintah Indonesia kembali dari Bukittinggi ke Yogyakarta pada 1949, dibentuk cabang-cabang PGRI hingga ke berbagai daerah di luar persetujuan Renville, meskipun tidak ada perintah dari PB PRI.

Ketika itu kedudukan PB PGRI berpindah dari Surakarta ke Yogyakarta. Kegiatan organisasi pun mengalami peningkatan di berbagai daerah, baik Yogyakarta sebagai pusa,t maupun daerah-daerah BFO (Byzonder Federal Overleg).

PB PGRI pusat bersama para tenaga inti mendapat bantuan dari tenaga lainnya untuk mengembangkan sayap. Sementara daerah-daerah, menghimpun kembali tenaga-tenaga yang sebelumnya berserakan secara serentak. Mereka saling mengadakan interaksi untuk mengkonsolidasikan organisasi.

Pada bidang politik, terdapat dua orang wakil PGRI yang ditunjuk sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang merupakan parlemen sementara RI. Berdasarkan amanat Presiden Soekarno pada Kongres II PGRI tahun 1946 di Surakarta, kedudukan politis organisasi mendapatkan pengakuan.

Dalam amanat itu, Presiden Soekarno menegaskan guru merupakan pembentuk manusia, pendidik rakyat ke arah kejayaan dan keagungan bangsa. Mereka juga yang telah mengembangkan pendidikan, sehingga menghasilkan para orang pandai dan patriot negara. Guru adalah pendidik rakyat ke arah kesempurnaan jiwa yang sepenuhnya mengabdi kepada bangsa dan negara.

Menurut jurnal Perjuangan Organisasi Guru di Masa Revolusi Sejarah PGRI di Awal Pendiriannya oleh Ahmad Kosasih, pendidikan yang bersifat kolonial mulai dialihkan ke bentuk pendidikan nasional dalam upaya mengembangkan pendidikan.

Pada 1948, PGRI menerbitkan majalah Guru Sasana. Majalah ini kemudian mengalami perubahan penamaan menjadi majalah Suara Guru hingga detik ini. Majalah tersebut menjadi media komunikasi bagi organisasi.

Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads