Nggak ada kapok-kapoknya. Dua bocah di Surabaya F (12) dan A (13) sudah 4 kali terciduk Satpol PP Surabaya. Masalahnya sama, kedua bocah itu kecanduan ngelem.
"Ini satu beban keluarga yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri sehingga kami Satpol PP memberikan perhatian untuk menjadikan adik itu sebagai adik asuh Satpol PP," kata Kepala Satpol PP Surabaya M Fikser kepada detikJatim, Selasa (7/11/2023).
Setelah ditelusuri, rupanya F merupakan anak yang putus sekolah saat kelas 1 SD sedangkan A putus sekolah saat duduk di kelas 2 SMP. Satpol PP Surabaya pun membantu mereka agar melanjutkan sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan upayakan kerja sama dengan dinas pendidikan, agar anak itu bisa sekolah. Kemudian untuk ibunya kami upayakan agar bisa mendapatkan modal usaha, kami akan ajukan lewat Baznas," jelasnya.
Fikser juga menggandeng DP3A dan beberapa lembaga anak, agar dua bocah ini bisa mendapatkan treatment khusus dan terlepas dari kecanduan ngelem. Pihaknya juga akan mengecek ke keluarga F dan A secara berkala untuk memastikan tidak mengulangi perbuatannya kembali.
"Untuk anak ini kami tidak bisa memberikan efek jera, ya. Tetapi kami melakukan pendampingan secara berkala dan serius. Supaya dia bisa terbebas dari kecanduan itu, nah pendekatan kekeluargaan itu yang akan kami lakukan. Serta akan kami kontrol anak ini terus menerus," katanya.
![]() |
Kedua anak itu telah dikirim ke tempat rehabilitasi Plato Foundation didampingi orang tua masing-masing bersama pendampingan dari Satpol PP dan DP3A Surabaya. Penanganan terkait kecanduan menghisap lem ini akan dilakukan tergantung pada hasil asesmen dari kedua anak tersebut.
"Penanganan nanti tergantung asesmen. Kami lihat dari keluarganya, pendidikannya, kesehatan anak, riwayat pemakaian, dan psikologi anak. Dari hasil asesmen akan muncul resume, setelah itu akan kami treatment sesuai hasil itu," ujar Ketua Lembaga Bantuan Hukum Plato Moch Choliq Al Muchlis.
Fikser mengatakan bahwa jenis perawatan terhadap bocah itu ada dua, yakni rawat inap dan rawat jalan. Rawat inap dan rawat jalan dilihat dari derajat keparahan kecanduan bocah itu pada lem.
"Rawat inap bergantung pada kecanduannya, bisa tiga sampai enam bulan. Atau bisa juga rawat inap tiga bulan dan rawat jalan tiga bulan, atau bisa juga rawat jalan tanpa rawat inap. Untuk rawat jalan ada rencana terapi, maka keluarga sangat penting untuk memberikan konseling kepada anak," jelasnya.
Dalam proses rehabilitasi, terdapat rutinitas harian dari pagi sampai malam. Mulai dari bangun pagi, melaksanakan salat bersama, membersihkan ruangan, makan bersama dan kegiatan share feeling, pasien rehab bisa mengutarakan perasaan mereka.
"Itu termasuk terapi sosiologis, jadi bukan kita yang menyuruh mereka, tetapi mereka melakukannya sendiri. Dan itu sebagai metode untuk bagaimana mereka peduli terhadap lingkungan," kata Choliq.
"Setiap hari terus begitu, yang biasanya tidak terbiasa seperti itu, itu adalah bentuk terapi psikologis yang kami terapkan. Apakah anak tersebut bisa bertahan atau tidak, dan jika ada yang melanggar maka akan ada punishment jika tidak mengikuti aturan," pungkasnya.
(dpe/iwd)