Cerita Lengkap Penelitian Pesugihan di Gunung Kawi, Ada Tumbal-Kisah Mistis

Round-up

Cerita Lengkap Penelitian Pesugihan di Gunung Kawi, Ada Tumbal-Kisah Mistis

Suki Nurhalim - detikJatim
Minggu, 08 Okt 2023 19:50 WIB
Mahasiswa UB teliti pesugihan Gunung Kawi
Mahasiswa UB teliti pesugihan Gunung Kawi/Foto: Dok. Universitas Brawijaya
Surabaya -

Lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) melakukan ekspedisi dan penelitian soal praktik pesugihan di Keraton Gunung Kawi. Berikut ini cerita lengkapnya.

Mereka adalah Muhammad Harun Rasyid Al Habsyi, Zulfikar Dabby Anwar, Suntari Nur Cahyani, Anggi Zahwa Romadhoni, dan Andini Laily Putri. Mereka tergabung dalam tim Artha Kawi. Mereka dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Di bawah bimbingan sang dosen yakni Destyana Ellingga Pratiwi, SP, MP, MBA, penelitian yang mereka lakukan bertujuan untuk mencari tahu keterkaitan antara praktik mistisme di Gunung Kawi, dengan gangguan mental yakni skizofrenia psikosis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Harun mengaku, penelitian tersebut berawal dari ketertarikan pada desas-desus adanya praktik pesugihan di kawasan Gunung Kawi. Informasi awal yang diperoleh, praktik pesugihan membutuhkan syarat khusus, yakni permintaan tumbal.

"Berdasarkan artikel-artikel yang ada di internet, beberapa menyebutkan bahwa dalam praktik pesugihan tersebut terdapat syarat khusus yang dikenal dengan adanya tumbal," ujar Harun saat berbincang dengan detikJatim, Sabtu (7/10/2023).

ADVERTISEMENT

"Dari situ kami merasa penasaran terhadap kebenarannya, terutama terhadap kondisi pelaku pesugihan apabila harus mengorbankan orang di sekitarnya," imbuhnya.

Harun menambahkan, penelitian juga dilakukan untuk mengungkap dugaan apakah pelaku ritual memiliki kekhawatiran akan syarat tumbal yang diberikan. Sehingga mengalami kecenderungan mental disorder, suatu jenis gangguan mental atau jiwa.

"Kami menduga bahwa pelaku pesugihan akan merasa hidupnya tidak tenang, sehingga mengalami kecenderungan mental disorder," terangnya.

Hasil Penelitian 5 Mahasiswa UB

Penelitian dilakukan dengan mewawancarai sejumlah informan yang pernah melakukan ritual di Gunung Kawi. Hasil penelitian mengungkap bahwa banyak dari mereka yang memiliki pengalaman tidak biasa. Seperti mendengar suara atau melihat sosok yang tidak dapat dilihat oleh orang lain.

Peneliti masih terus menganalisis data yang diperoleh. Temuan awal menunjukkan keterkaitan yang signifikan antara ritual pesugihan Gunung Kawi dan kondisi psikologis pelakunya.

"Dari beberapa informan yang diwawancarai belum dapat divalidasi untuk adanya tumbal manusia," jelasnya.

Menurut Harun, tim telah menggali keterangan dan pengalaman pelaku ritual pesugihan Gunung Kawi, serta orang terdekatnya. Dari situ, mereka mendapatkan kesimpulan bahwa konsep harta dibalas nyawa dalam praktik pesugihan Gunung Kawi, dimaknai sebagai pengorbanan yang harus dilakukan oleh pelaku pesugihan atas tujuan dari individu tersebut.

Ia menambahkan, pengorbanan yang harus dilakukan seorang pelaku ritual tidak sama dengan pelaku ritual lainnya. Semua tergantung dengan tujuan serta motif ritual yang dijalani. Umumnya, pelaku ritual menginginkan kekayaan, pangkat atau penglaris.

Tim ekspedisi UB ritual pesugihan Gunung KawiTim ekspedisi UB soal pesugihan Gunung Kawi/ Foto: Dokumen mahasiswa UB

Gambaran soal Aturan Tumbal dalam Pesugihan di Gunung Kawi

Dalam observasi dan wawancara, informan yang ditemui tim Artha Kawi mengungkapkan bahwa setiap individu akan ditanya terkait keinginan atau tujuan ritual. Misalkan meminta kekayaan, maka mereka harus memenuhi syarat yang disampaikan oleh pembimbingnya.

Apabila dalam waktu satu tahun harapan mereka terkabul, maka pelaku ritual harus menggelar selamatan sebagai bentuk pengorbanan. Biasanya ritual yang dilakukan pada malam Jumat Legi atau malam 1 Suro.

"Jadi yang minta kekayaan itu dijaluk (diminta) itu ya. Kekayaan itu ditanya, kamu mau apa, tapi ya diminta imbalannya. Engko (nanti) kalau misale kamu 1 tahun bisa kaya, itu diminta tiap tahun. Lek (kalau) gak masuk ya kita sing (yang) meninggal. Dari keluarganya, kalau nggak keponakan," kata Harun mengutip hasil wawancara tim dengan R, pelaku ritual berusia 78 tahun asal Lumajang.

Harun menjelaskan, tumbal atau pengorbanan bagi pelaku ritual pesugihan Gunung Kawi, wajibnya dilakukan sekali dalam satu tahun.

"Kebanyakan para pelaku ritual yang berasal dari luar Gunung Kawi. Mereka datang ke Keraton Gunung Kawi pada malam Jumat Legi atau malam 1 Suro dan Hari Raya Idul Fitri," paparnya.

Tentang Tumbal Wedhus Kendit

Tim peneliti menemukan keterangan bahwa kebanyakan permintaan yang disampaikan adalah mencari kekayaan, derajat atau pangkat, serta penglaris usaha.

"Persyaratan yang umum dan muncul di hasil wawancara beberapa informan, adanya penumbalan kambing dengan syarat bercorak sabuk melingkar di perutnya dan dalam bentuk selametan," ujar Harun kepada detikJatim, Sabtu (7/10/2023).

Kambing sebagai tumbal dengan syarat bercorak sabuk melingkar pada bagian perut yang dimaksud, umumnya dikenal khalayak sebagai wedhus kendit. Kambing jenis ini memang sering dijadikan sarana ritual untuk tolak bala.

"Biasanya diarahkan dengan tokoh yang bernama Pangoyeg. Untuk kisaran harga tidak diketahui, namun ada indikasi kurang lebih bisa mencapai Rp 10 juta," sambung Harun.

Kendati begitu, Harun menegaskan bahwa keterangan yang diperoleh dari warga lokal terkait adanya pengorbanan dalam ritual pesugihan di Gunung Kawi, belum dapat dipastikan kebenarannya.

"Itu menurut penuturan salah satu warga lokal. Tapi tidak kami periksa kebenarannya, sebab fokus penelitian kami di segi mental disorder-nya," tegasnya.

Dalam penelitian itu diketahui adanya keterkaitan antara praktik pesugihan Gunung Kawi, dengan kecenderungan mental disorder. Khususnya psikosis pada pelaku pesugihan.

"Secara general hasil yang kami dapatkan setelah melakukan wawancara dan observasi terhadap beberapa orang pelaku pesugihan Gunung Kawi dan orang terdekatnya yakni terdapat keterkaitan antara praktik pesugihan Gunung Kawi dengan kecenderungan mental disorder khususnya psikosis pada pelaku pesugihan," paparnya.

Kisah Mistis yang Dialami Tim Artha Kawi

"Untuk cerita unik dan seram kebetulan kami juga sempat mengalami beberapa pengalaman. Terutama di saat pengambilan data," kata Harun.

Harun mengungkapkan mereka pernah mengalami suatu pengalaman di luar nalar. Hal itu dialami ketika rombongan tim tengah perjalanan menuju Keraton Gunung Kawi.

Tiba-tiba, rombongan lima mahasiswa yang sebelumnya berjalan beriringan, kemudian terpisah. Bahkan dalam perjalanan, mereka seperti tersesat hingga memakan waktu cukup lama mencapai tujuan. Kondisi itu mengakibatkan ekspedisi hari itu mengalami keterbatasan waktu.

"Pernah saat perjalanan menuju Keraton Kawi, kami sempat berputar-putar atau kami merasa disesatkan dan tim sempat secara tidak logis terpecah dan terpisah di dalam perjalanan menuju Keraton Kawi. Sehingga penelitian kami di hari itu mengalami keterbatasan waktu," tutupnya.




(sun/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads