Perjalanan Karier MT Haryono di TNI hingga Jadi Pahlawan Revolusi

Perjalanan Karier MT Haryono di TNI hingga Jadi Pahlawan Revolusi

Savira Oktavia - detikJatim
Kamis, 05 Okt 2023 08:30 WIB
Letjen MT Haryono
MT Haryono/Foto: Istimewa
Surabaya -

MT Haryono merupakan Pahlawan Revolusi. Berikut sekilas perjalanan karier pahlawan kelahiran Surabaya ini di Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Mengutip situs resmi Kabupaten Malang, Hari Kesaktian Pancasila diperingati untuk mengenang dan menghormati jasa Pahlawan Revolusi, yang gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September atau G30S.

G30S merupakan peristiwa penculikan dan pembunuhan 7 perwira TNI AD oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965. Dikutip dari buku Tragedi Fajar Perseteruan Tentara-PKI dan Peristiwa G30S karya Agus Salim, tujuan utama G30S/PKI adalah menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, PKI justru berdalih jika terdapat para perwira TNI AD yang akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno melalui Dewan Jenderal. Mereka adalah Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, dan Mayor Jenderal Siswondo Parman. Lalu Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo, dan Lettu Pierre Andreas Tendean.

Para perwira TNI AD yang dianggap tergabung dalam Dewan Jenderal tersebut diculik. Kemudian dibunuh dan dimasukkan ke sumur Lubang Buaya di Jakarta Timur.

ADVERTISEMENT

Dari tujuh Pahlawan Revolusi tersebut, salah satunya berasal dari Surabaya yaitu Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono (MT Haryono). Ia merupakan seorang perwira tinggi TNI-AD.

Cara ke Monumen Pancasila Sakti bisa menaiki transportasi umum. Apabila ingin terhindar dari macet, disarankan untuk menggunakan transportasi umum, seperti KRL.Monumen Pancasila Sakti/ Foto: Agung Pambudhy

Biografi MT Haryono

MT Haryono dilahirkan pada 20 Januari 1924 di Kota Surabaya, dari pasangan Mas Harsono Tirtodarmo dan Patimah. Ia hidup sebagai putra dari seorang jaksa di Sidoarjo.

Setelah mengenyam pendidikan di ELS (Europese Lagere School atau Sekolah Dasar Belanda), Haryono melanjutkan pendidikannya ke HBS (Hogere Burgerschool - Sekolah Menengah Belanda).

Saat itu, Haryono memiliki keinginan menjadi seorang dokter. Sehingga ia memutuskan masuk ke Sekolah Tinggi Kedokteran di Ika Dai Gakko pada masa pemerintahan Jepang.

Namun, Haryono harus mengubur impian tersebut karena tak dapat menyelesaikan pendidikannya. Sebab Jepang meninggalkan Indonesia setelah menyatakan kekalahan dari Sekutu, bersamaan dengan diumumkannya kemerdekaan Indonesia.

Perjalanan Karier MT Haryono

Pascakemerdekaan Republik Indonesia, Haryono memutuskan pergi ke Jakarta untuk bergabung bersama pemuda lain, dalam misi perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan itu yang mengantarkannya pada keputusan bergabung menjadi bagian dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan memperoleh pangkat Mayor.

Haryono tampak menguasai tiga bahasa asing. Di antaranya Belanda, Inggris, dan Jerman.

Kepandaiannya dalam menyampaikan diplomasi membuatnya ditunjuk sebagai Sekretaris Delegasi Publik Indonesia, pada perundingan Indonesia-Belanda.

Kemudian, Haryono menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Negara yang lantas membuat dirinya menjadi wakil tetap pada Kementerian Peranan Urusan Gencatan Senjata. Haryono pernah menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia saat Mohammad Hatta bertugas sebagai ketua Delegasi Republik Indonesia dalam Konferensi Meja Bunda (KMB).

Kariernya di dunia militer terus mengalami kenaikan dalam jajaran Staf Angkatan Darat. Hingga pada akhirnya Haryono dinobatkan sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Belanda pada tahun 1950.

Selanjutnya, Haryono diangkat menjadi Deputy III Menteri/Panglima Angkatan Darat dengan pangkat Major Jenderal pada tahun 1964.

Tragedi Pembunuhan MT Haryono

Pada 1 Oktober 1965, ketika memasuki waktu dini hari, Pasukan Cakrabirawa mendatangi kediamannya di Jalan Prambanan Nomor 8. Pasukan itu mengatakan kepada istri Haryono bahwa sang suami mendapat perintah untuk menghadap ke Presiden Soekarno.

Kejadian itu memunculkan kecurigaan pada Haryono, hingga akhirnya beliau mengarahkan kepada istri dan anaknya untuk bersembunyi dan mematikan lampu. Namun, Cakrabirawa seolah-olah dapat mengendus keberadaannya, dan melepaskan tembakan melalui pintu kamar tidur yang terkunci.

Haryono menunjukkan perlawanan sembari berusaha merebut senjata dari tangan Cakrabirawa tersebut, akan tetapi usahanya gagal, kemudian ia berlari keluar sebelum akhirnya ditembak mati. Jenazahnya diseret melalui kebun menuju Lubang Buaya, sebuah markas pemberontakan di selatan pinggiran Jakarta.

Jenazahnya disembunyikan di sumur bekas, bersama dengan jenazah para jenderal lainnya yang terbunuh dalam peristiwa penculikan tersebut. Pada 4 Oktober 1965, jasad mereka ditemukan, dan diberikan pemakaman kenegaraan. Haryono bersama rekan-rekannya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata keesokan harinya.

Gelar Pahlawan Revolusi MT Haryono

Presiden Soekarno memberikan gelar Pahlawan Revolusi kepada tujuh perwira TNI-AD yang tewas dalam pemberontakan tersebut, berdasarkan Keppres No. 111/KOTI/1964 pada tanggal 5 Oktober 1965.

Itulah informasi mengenai biografi MT Haryono yang diberi gelar Pahlawan Revolusi asal Surabaya.


Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(sun/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads