Ancaman Internet di Balik Radikalisasi dan Rekrutmen Teroris di Indonesia

Kolom Mahasiswa

Ancaman Internet di Balik Radikalisasi dan Rekrutmen Teroris di Indonesia

Bayu Febrianto Prayoga - detikJatim
Senin, 02 Okt 2023 03:02 WIB
kejahatan cyber
Ilustrasi kejahatan cyber. (Foto: Internet)
Surabaya -

Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia telah menghadapi tantangan serius terkait radikalisasi dan terorisme. Berdasar data skor Indeks Terorisme Global tahun 2022, Indonesia berada di posisi ketiga di antara negara-negara ASEAN yang terkena dampak atas kasus terorisme.

Selama beberapa tahun terakhir, keberadaan internet memiliki peran besar dalam proses radikalisasi dan rekrutmen teroris. Dalam jurnal Dinamika Sosial Budaya, 'Urgensi Literasi Digital dalam Menangkal Radikalisme pada Generasi Millenial di Era Revolusi Industri 4.0', menyebut bahwa internet telah mengubah lanskap komunikasi dan propagasi ideologi radikal secara signifikan. Kemudahan akses ke internet, pertumbuhan media sosial, serta berbagai platform daring semakin memudahkan individu terpapar radikalisme. Antara lain mudah terhubung dengan kelompok-kelompok teroris, berbagi pemikiran ekstrem, dan bahkan direkrut tanpa harus berinteraksi fisik.

Beberapa kasus bisa dijadikan contoh betapa internet memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan pemikiran radikal dan bahkan mendorong individu untuk terlibat dalam tindakan terorisme. Mulai Agus Aston, seorang anggota kelompok Abu Hasymy yang merencanakan serangan bom setelah terpapar dengan berita dan kajian radikal di situs tertentu. Lalu ada kasus lima remaja di Klaten yang belajar merakit bom dari forum online.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada pula Ahmad Taufiq alias Ofi yang mengunduh pengajian radikal dalam bentuk MP3. Sementara Ahmad Azhar Basyir mencari informasi tentang cara membuat detonator melalui media online, dan Judi Novaldi yang membeli atribut yang biasa digunakan oleh ISIS setelah mendapatkan informasi dari jejaring sosial. Di Amerika Serikat, remaja-remaja diduga direkrut oleh ISIS juga melalui media sosial. Semua contoh tersebut menjadi penting untuk digaribawahi perlunya pemantauan dan pengawasan internet untuk mencegah penyebaran radikalisme dan terorisme.

Irawan dan Nasrun dalam jurnal Sustainable yang berjudul 'Bahaya Perekrutan Terorisme Melalui Media Sosial di Indonesia' menuliskan, mudahnya akses internet menciptakan tantangan yang kompleks bagi pemerintah, penegak hukum, hingga masyarakat sipil untuk mencegah dan mengatasi ancaman terorisme. Fenomena radikalisasi dan rekrutmen teroris melalui internet tidak hanya berdampak pada tingkat nasional, tetapi juga memiliki implikasi global. Kelompok teroris internasional seperti ISIS telah berhasil memanfaatkan internet sebagai alat utama untuk mengajak pemuda di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, untuk terlibat dalam tindakan kekerasan.

ADVERTISEMENT

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman mengenai mekanisme, faktor-faktor, dan strategi yang terlibat dalam proses ini agar dapat membantu merumuskan kebijakan yang lebih efektif dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme, menjaga stabilitas dan keamanan negara, serta melindungi pemuda Indonesia dari pengaruh ekstremisme yang meresap melalui dunia maya.

Hal ini diperlukan tidak hanya tentang mengidentifikasi masalah, tetapi juga tentang mencari solusi yang efektif untuk menghadapinya. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang peran internet memupuk radikalisasi dan rekrutmen teroris di Indonesia, kita dapat merancang strategi yang lebih baik untuk melawan ancaman tersebut dan merumuskan kebijakan yang lebih tepat. Terutama dalam mengelola internet dan media sosial.

Caranya dengan tetap mempertahankan kebebasan berbicara dan akses terhadap informasi, namun harus ada upaya identifikasi serta mitigasi konten radikal hingga mendeteksi upaya rekrutmen teroris secara dini. Dengan demikian, kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam melawan radikalisasi internet tetap terjalin secara erat. Pendekatan multistakeholder ini bisa mengembangkan inisiatif bersama untuk mendidik masyarakat tentang bahaya radikalisme online, mempromosikan toleransi, dan memberikan alternatif positif kepada pemuda yang rentan terhadap pengaruh ekstremisme.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, hal utama yang perlu dipahami adalah mengidentifikasi pengaruh perkembangan teknologi internet dalam proses radikalisasi pada masing-masing individu di Indonesia. Perkembangan teknologi internet telah memiliki dampak signifikan terhadap proses radikalisasi di Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa cara di mana internet memengaruhi proses radikalisasi, di antaranya keberadaan internet yang memungkinkan akses mudah ke informasi radikal, koneksi dengan kelompok radikal, penyebaran propaganda online, proses radikalisasi virtual, anonimitas, dan rekrutmen jarak jauh. Ini mengaburkan batasan geografis dalam penyebaran ideologi ekstrem. Perkembangan teknologi internet telah mengubah dinamika radikalisasi di Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk memahami dampak internet dalam upaya pencegahan radikalisasi dan penanggulangan terorisme.

Selain itu, media sosial memainkan peran kunci dalam memfasilitasi proses rekrutmen teroris di Indonesia. Berbagai platform memungkinkan kelompok teroris untuk mempromosikan propaganda, berkomunikasi secara rahasia, dan mengeksploitasi algoritma untuk mencapai audiens yang lebih luas. Mereka juga menggalang dana melalui media sosial. Pola komunikasi yang semakin canggih memerlukan upaya pencegahan yang berkembang, termasuk pemantauan aktif, kolaborasi antara pemerintah dan perusahaan media sosial, serta literasi digital dan pendidikan masyarakat tentang risiko radikalisme online.

Perusahaan media sosial perlu aktif menghapus konten teroris dan berperan dalam menjaga ekosistem online yang aman. Upaya ini harus disertai dengan pendekatan komprehensif yang mengatasi akar penyebab radikalisme, seperti pendidikan untuk mempromosikan pemahaman, toleransi, dan kritis terhadap ideologi ekstrem, serta program deradikalisasi. Dengan kerja sama dan kesadaran yang tinggi, diharapkan kita dapat mengatasi ancaman terorisme yang terus berkembang di era digital ini dan menjaga keamanan serta stabilitas masyarakat.

Weldi Rozika dalam laporan penelitiannya tahun 2017 yang termuat dalam Jurnal Ilmu Kepolisian, berjudul 'Propaganda dan Penyebaran Ideologi Terorisme Melalui Media Internet (Studi Kasus Pelaku Cyber Terorisme oleh Bahrun Naim)' menjelaskan bahwa penyebaran konten radikal dan propaganda terorisme di platform online telah menjadi tantangan besar dalam penanggulangan terorisme di Indonesia, terutama di kalangan pemuda. Media sosial seperti Facebook, Twitter atau X, dan Instagram berpotensi menjadi tempat utama propaganda terorisme disebarkan secara luas.

Kelompok teroris dan simpatisannya menggunakan akun palsu atau anonim untuk mempromosikan pesan-pesan ekstremis dan memanfaatkan algoritma platform-platform tersebut. Targetnya adalah pemuda yang lebih rentan terpapar propaganda tersebut.

Video propaganda juga menjadi alat yang sangat efektif dalam memengaruhi pemuda. Kelompok teroris seperti ISIS memproduksi video yang merayu pemuda untuk bergabung dengan mereka. Kemudian dengan mudahnya video itu diakses di YouTube.

Selain itu, forum online dan aplikasi pesan menjadi tempat di mana pemuda terlibat dalam diskusi tentang ideologi radikal, menciptakan ruang di mana keyakinan radikal dapat diperkuat. Dampak dari penyebaran konten radikal ini adalah meningkatnya risiko pemuda Indonesia yang rentan terpapar dengan pesan ekstremis dan mungkin tergoda untuk terlibat dalam kelompok teroris atau tindakan terorisme.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan teknologi, dan masyarakat sipil. Upaya ini mencakup pemantauan dan penghapusan konten radikal dari platform online, pendidikan yang mempromosikan pemahaman, kritis, dan responsif terhadap radikalisme, serta program deradikalisasi untuk membantu individu yang terpapar kembali ke jalur yang lebih positif.

Pemahaman yang lebih baik tentang penyebaran konten radikal di platform online dan dampaknya pada pemuda adalah langkah awal yang penting dalam upaya untuk mengatasi ancaman terorisme secara efektif. Menurut Imam dan Nurul dalam bukunya yang berjudul 'Radikalisasi dan Deradikalisasi' (2019), faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik berperan penting dalam meningkatkan kerentanan individu terhadap radikalisasi melalui internet di Indonesia. Faktor sosial seperti ketidaksetaraan, perpecahan sosial, dan isolasi dapat membuat individu mencari identitas dan tujuan dalam kelompok-kelompok radikal yang menawarkan solidaritas. Perpecahan sosial berdasarkan agama, etnis, atau sektarianisme juga memudahkan rekrutmen oleh kelompok-kelompok radikal.

Selanjutnya, faktor ekonomi seperti pengangguran dan ketidakstabilan ekonomi dapat menciptakan ketidakpuasan di kalangan pemuda, yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok teroris yang menawarkan solusi finansial. Faktor politik seperti ketidakpuasan terhadap pemerintah juga dapat memotivasi individu untuk mencari alternatif melalui kelompok radikal.

Selain faktor-faktor tersebut, lingkungan online memainkan peran penting dalam proses radikalisasi dengan akses mudah ke konten radikal dan anonimitas yang diberikan oleh internet. Untuk mengatasi radikalisasi melalui internet, dibutuhkan pendekatan holistik yang mencakup perbaikan dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik. Ini mencakup peningkatan peluang pendidikan dan ekonomi, promosi toleransi, dan pembangunan kebijakan inklusif untuk mengurangi ketidakpuasan dan rentan terhadap radikalisasi. Selain itu, edukasi yang lebih baik tentang bahaya radikalisme online dan kampanye untuk mempromosikan pemahaman serta kritis terhadap ideologi ekstrem juga memiliki peran penting dalam melawan ancaman ini.

Untuk mengurangi dampak peran internet dalam rekrutmen teroris di Indonesia, diperlukan pendekatan pencegahan yang komprehensif dan berkelanjutan. Langkah pertama adalah pendidikan dan kesadaran publik, di mana masyarakat harus diberikan pemahaman tentang bahaya radikalisme online dan cara mengenali, serta melaporkan konten radikal. Kesadaran publik yang tinggi dapat membuat masyarakat lebih tanggap terhadap ancaman radikalisme online.

Kedua, kerja sama dengan perusahaan teknologi internet sangat penting. Pemerintah dan lembaga penegak hukum harus bekerja sama dengan perusahaan teknologi untuk memantau dan menghapus konten teroris secara efektif, serta mengembangkan alat deteksi otomatis. Selain itu, pemberdayaan pemuda juga merupakan strategi kunci dengan memberikan mereka peluang pendidikan, pelatihan keterampilan, dan kesempatan berpartisipasi dalam kegiatan positif untuk menjauhkan mereka dari ideologi ekstrem.

Terakhir, pengawasan aktif oleh lembaga penegak hukum dan penerapan hukum yang tegas terhadap pelaku radikalisme online juga diperlukan dalam mengidentifikasi dan mengatasi ancaman radikalisme online. Oleh karena itu, pendekatan ini harus diterapkan bersama-sama dengan kerja sama antarlembaga dan perusahaan teknologi, serta pendekatan yang berfokus pada pemahaman ulang ideologi ekstrem, reintegrasi sosial, dan pemulihan individu melalui program deradikalisasi. Dengan upaya bersama yang komprehensif, Indonesia akan lebih efektif dalam menjaga keamanan masyarakat dan mengurangi dampak peran internet dalam rekrutmen teroris.

Bayu Febrianto Prayoga, SH., SIK., MIK merupakan mahasiswa S3 STIK. Artikel ini telah dikurasi oleh redaktur detikJatim




(hil/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads