Pengamat Politik Beber Plus-Minus Efek Demokrat Dukung Prabowo

Pengamat Politik Beber Plus-Minus Efek Demokrat Dukung Prabowo

Faiq Azmi - detikJatim
Sabtu, 23 Sep 2023 13:09 WIB
Pengamat Surabaya Survey Center Iksan Rosidi
Pengamat Surabaya Survey Center Iksan Rosidi beber plus minus Demokrat dukung Prabowo Subianto (Foto: Faiq Azmi/detikJatim)
Surabaya -

Partai Demokrat telah resmi bergabung di Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan mendukung bacapres Prabowo Subianto. Keputusan Demokrat mendukung Prabowo dianggap lebih logis.

Pengamat Surabaya Survey Center Iksan Rosidi mengatakan Demokrat mengambil keputusan yang tepat usai 'dikhianati' Koalisi Perubahan yang memutuskan mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

"Pertama, bagi Demokrat, keputusan untuk segera bergabung dengan KIM ini merupakan keputusan politik yang cermat agar di mata publik partai ini tidak terlalu lama tersandera pasca kekecewaan dan pengkhianatan menyusul dinyatakannya Cak Imin sebagai bakal Cawapres Anies Baswedan," kata Iksan, Sabtu (23/9/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Iksan menyebut keputusan Demokrat bergabung dengan KIM adalah hal paling logis dan rasional. Sebab, secara komunikasi politik antara Demokrat dengan Prabowo Subianto, relatif tidak ada hambatan, dibanding komunikasi dengan Megawati.

"Saya melihat dibandingkan komunikasi politik dengan Prabowo, komunikasi SBY dengan Megawati dianggap masih beku. Dan sejauh ini belum ada handicap politik menonjol yang mengganggu relasi politik antara Demokrat atau antara SBY dengan Prabowo Subianto," bebernya.

ADVERTISEMENT

"Bahkan, Partai Demokrat adalah bagian dari perjalanan sejarah politik Prabowo saat menjadi Capres pada Pemilu 2019 yang lalu, di mana Partai Demokrat adalah juga menjadi salah satu partai pendukung Capres Prabowo Subianto," ungkapnya.

Selain itu, Iksan mengatakan Demokrat bisa meraih benefit politik dengan bergabung dalam KIM. Benefit itu yakni tetap terjaganya potensi dan kemungkinan untuk menjadi bagian dari kekuasaan pada pemerintahan baru setelah Pemilu 2024.

"Karena, secara survei besarnya potensi elektabilitas Prabowo untuk memenangkan kontestasi Pilpres mendatang yang ditopang pula dengan kekuatan politik dari partai-partai pendukung yang tergabung dalam KIM saat ini. Ini juga membuka kemungkinan bagi Demokrat akan mendapatkan insentif elektoral atau coattail effect dari Capres Prabowo Subianto, di samping dari AHY yang elektabilitasnya juga relatif tinggi," bebernya.

Dengan hitungan itu, Iksan menilai tambahan elektoral sangat mungkin diraih Demokrat pada Pemilu 2024 ini, yang langsung berdampak positif pada perolehan suara partai.

Iksan juga melihat, masuknya Demokrat ke KIM bisa memberi penguatan peluang Khofifah sebagai cawapres Prabowo.

"Peluang Khofifah untuk menjadi bacawapres Prabowo berpotensi menguat seiring kehadiran Demokrat di KIM. Selama ini, Khofifah secara politik dikenal memiliki hubungan khusus dengan SBY," jelasnya.

"Bukan tidak mungkin SBY akan mendorong Khofifah yang memiliki keunggulan elektoral sebagai tokoh yang memiliki representasi Jawa Timur dan NU untuk menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto," tambahnya.

Meski dinilai cermat dengan keputusan Demokrat mendukung Prabowo dalam pilpres 2024, Iksan juga mengingatkan akan adanya ongkos politik yang harus dibayar Demokrat.

"Persepsi publik bahwa KIM adalah koalisi yang mengusung narasi keberlanjutan atas kepemimpinan Presiden Jokowi, sementara Demokrat cenderung mengusung narasi perubahan, maka Demokrat tentu harus menyesuaikan narasi politik yang dibangun selama ini," katanya.

"Demokrat harus lebih fleksibel dalam mengemas narasi perubahan ini bahkan mungkin harus mengubah kemasan menjadi narasi keberlanjutan, sebagai konsekuensinya," lanjutnya.

Iksan juga menilai, peluang bagi AHY untuk menjadi cawapres Prabowo tidak begitu besar.

"Tidak bisa dipungkiri di tubuh KIM saat ini telah ada nama-nama kuat lain juga santer disebut akan mendampingi Prabowo, ada Erick Thohir, Khofifah, Airlangga Hartarto, dan Ridwan Kamil. Sehingga peluang AHY sebagai bakal cawapres meskipun tetap ada, namun cenderung mengecil," kata Iksan.

Bagi Prabowo, dengan koalisi yang gemuk ini, tentu akan berimbas pula pada potensi pendulangan suara yang lebih besar. Namun di sisi lain, banyaknya anggota parpol yang bergabung dengan koalisi ini justru akan mendatangkan masalah yang tidak kalah rumit yakni semakin banyak kepentingan politik yang harus diakomodasi oleh Prabowo.

"Ini akan membuat proses konsolidasi, koordinasi dan proses penyesuaian diantara parpol anggota dan di antara tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya juga menjadi tidak sederhana. Sehingga kalau Prabowo Subianto tidak mengelolanya dengan baik, bukan tidak mungkin potensi ini menjadi bumerang bagi upaya pemenangan Prabowo Subianto," pungkasnya.




(hil/iwd)


Hide Ads