Kiai di Jombang menyebut, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di Pilpres 2024, sulit meluluhkan suara NU di Jatim. Ada sebuah hal fatal yang membuat warga Nahdliyin enggan memilih Cak Imin.
Kiai yang juga dosen Pascasarjana UNHASY Tebuireng, Jombang, KH Musta'in Syafi'ie menilai, Cak Imin punya catatan buruk pernah merebut PKB dari tangan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Hal ini tentu masih diingat betul oleh warga Nahdliyin.
"Kalau tentang Mas Muhaimin ketika di politik itu kan merebut PKB secara tidak halal ya. Dari sisi politik, Mas Muhaimin bukan anak saleh. Karena menyakiti orang tua, Gus Dur kan orang tuanya, pamannya," bebernya kepada wartawan, Selasa (5/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria yang saat ini menjadi Dewan Hakim pada Musabaqah Tilwatil Qur'an Nasional (MTQN) bidang Tahfiz Al-Qur'an (MHQ) dan Musabaqah Qira'atil Kutub (MQK) ini menilai, dosa tersebut bisa megganjal langkah Cak Imin dalam meraup suara di Jatim.
"Itu dosa berani kepada orang tua, itu menurut agama rodok ngganjel (agak mengganjal) di tengah-tengah kita (para kiai yang saleh). Meskipun, kira-kira Pak Anies ingin menambal suaranya di Jawa Timur lewat NU. Kalau figurnya Mas Muhaimin saya kira kok berat juga," tambah Kiai Musta'in.
Baginya, duet AMIN atau Anies-Muhaimin biasa-biasa saja. Ia menilai, Cak Imin bukan representasi Islam moderat.
"Rasanya kok biasa-biasa saja. Lagian kalau sosok beliau bukan representasi seorang religius. Kok tidak populer kalau disebut representasi Islam moderat. Beda dengan tokoh keilmuan Islam, misalnya Pak Said Aqil. Karena Mas Muhaimin bukan sosok keilmuan. Mas Muhaimin saya kira bukan representasi kalau dikesan-kesankan lewat ke-NU-annya itu. Kan orang NU tidak mutlak di PKB," kata Kiai Musta'in.
Sementara itu, Ketua PCNU Jombang, KH Fahmi Amrullah Hadzik menilai, bersatunya Anies sebagai sosok Islam konservatif dan Cak Imin dari Islam moderat ini hanya terjadi di bidang politik.
"Hanya dalam politik yang dianggap konservatif dan moderat bisa bersatu. Kalau di bidang aqidah mungkin endak bisa. Pak Anies pribadi menurut saya orang baik ya. Perkara orang di sekelilingnya dulu berseberangan dengan NU, toh sekarang bisa bersatu. Terus kita mau apa kalau sidah begitu?," ujarnya.
Namun, sebagai kiai yang masuk struktural NU, Kiai Fahmi mematuhi instruksi Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya yang menyatakan tidak ada capres atau cawapres yang mengatasnamakan NU.
"Artinya, secara struktural kami terikat organisasi. Namun, kiai-kiai kultural bisa jadi ada yang mendukung (Cak Imin), ada yang tidak. Saya pikir untuk urusan satu ini, NU tidak bisa disatukan. Mungkin urusan caleg bisa, tapi urusan politik tentang presiden dan sebagainya dari dulu tidak bisa disatukan. Saya pikir itu biasa di lingkungan NU," ungkap cucu pendiri NU ini.
Kiai Fahmi berharap, Pemilu 2024 berjalan aman dan damai. Tak ada lagi model kampanye saling menjelekkan satu sama lain. Sebab menurutnya, tidak ada sosok capres dan cawapres yang sempurna. Namun, setiap calon pasti mempunyai kebaikan.
"Saya ingin pemilu berjalan aman, damai, tak ada saling caci maki dan terpilih wakil rakyat yang jujur dan amanah. Juga terpilih presiden dan wapres sesuai harapan kita semua. Kalau pun tak ada yang sempurna, kami berharap yang terpilih bisa membawa Indonesia lebih baik," tandasnya.
(hil/dte)