Balap liar masih marak terjadi di Surabaya. DPRD Kota Surabaya mendorong Pemkot Surabaya memfasilitasi mereka di sirkuit GBT dengan bebas retribusi.
Arif Fathoni anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya mengatakan pada prinsipnya pelaku balap liar yang memanfaatkan ruas jalan pada malam hari ialah talenta-talenta pebalap. Namun memilih jalan yang tidak tepat.
"Artinya ketika mereka melakukan aksi balap liar di ruas jalan di Kota Surabaya, meskipun dini hari itu membahayakan pengendara yang lain, tetapi kita tidak bisa menutup balapan mereka. Maka saya berharap Pemerintah Kota melakukan pembinaan dengan cara menggratiskan retribusi sirkuit motor yang ada di Gelora Bung Tomo," ungkap Fathoni saat dikonfirmasi detikJatim, Senin (28/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fathoni, jika event itu mendatangkan sponsor atau mendatangkan penonton, maka penarikan retribusi itu di haruskan.
"Itu nggak apa-apa dikenakan retribusi," ujar Fathoni.
Akan tetapi jika untuk mengakomodasi talenta-talenta pembalap di Kota Surabaya, Arif Fathoni kembali menyarankan agar digratiskan.
"Sebagainya digratiskan. Dari pada mereka memilih jalan yang salah bisa membahayakan pengendara yang lain," ungkap Fathoni.
"Saya yakin mereka pebalap liar memiliki komunitas-komunitas. Nah tentu tinggal pendekatan dengan koordinasi dengan TNI/Polri berkomunikasi dengan mereka, menyiapkan panggung jalurnya bernama sirkuit Bung Tomo itu. Agar mereka terasa dari pebalap liar menjadi pebalap profesional," tegas Fathoni.
Pria yang juga menjabat Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Surabaya itu, juga mendorong ada peningkatan keselamatan di jalan seperti safety reading juga menjadi hal yang utama.
"Rata-rata balap liar di Kota Surabaya tidak memakai helm. Lampu mati dan lain-lain. Itu ketika terjadi insiden pasti nyawa menjadi taruhannya. Tapi itu ketika Pemkot memfasilitasi di sirkuit GBT tanpa retribusi maka pebalap-pebalap ini wajib menggunakan standar balapan motor," ungkap Fathoni.
Fathoni meyakini para pebalap liar yang di jalanan ini tidak hanya dari golongan kurang mampu. Namun juga ada dari golongan berada.
"Mereka mampu membeli helm, jaket standar balapan," ungkap Fathoni.
Fathoni kembali mendorong Pemkot Surabaya agar berkoordinasi dengan pihak Polri dan TNI agar membuka komunikasi dengan pelaku balap liar ini agar mau di pindahkan arenanya dan tidak di jalan raya lagi.
"Penggunaan jalan raya, kalau di pakai balapan itu tentu mengganggu kenyamanan, baik pengendara maupun masyarakat di sekitar jalan itu. Karena biasanya balap-balapan motor ini deru knalpotnya itu mengganggu jam istirahat warga Surabaya," ungkap Fathoni.
Disampaikan Fathoni hal yang lebih penting adalah aktivitas warga di Surabaya 24 jam. Oleh sebab itu, menurutnya jangan sampai aksi balap liar di jalan raya ini menimbulkan kecelakaan.
"Kemudian ada warga Kota Surabaya yang pulang kerja, melintas di situ kemudian menjadi korban. Ini kita menghindari risiko yang tidak perlu," tandas Fathoni.
(dnp/iwd)