Berawal dari sebuah kampung kumuh dan langganan banjir, muncul inisiatif untuk menghijaukan kampung tersebut. Adalah Bambang Irianto, sang penggagas Gintung Go Green (3G) Malang yang tak pernah letih menebarkan semangat untuk melakukan penghijauan.
Semua berawal ketika Bambang menjabat sebagai ketua RW di Glintung, tepatnya di kampung yang terletak di Jalan Karya Timur, Kelurahan Purwantoro, Blimbing, Kota Malang pada tahun 2012. Bambang yang menjadi ketua RW 23 itu melihat satu-satunya prestasi yang dimiliki oleh RW-nya ketika itu adalah juara memandikan jenazah.
"Saya dipilih menjadi ketua RW pada akhir Desember 2012. Pada saat itu kampungnya kumuh, kriminalitasnya tinggi dan langganan banjir. Satu-satunya prestasi RW 23 ketika itu adalah juara lomba memandikan jenazah," kata Bambang, Kamis (13/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang menceritakan pada saat dirinya menjadi ketua RW, kas atau dana RW saat itu juga kosong alias tidak ada dana sama sekali. Kondisi kampung yang memprihatinkan itu membuat pria kelahiran Malang, 5 Mei 1957 itu berpikir untuk membangun kampung kelahirannya.
Baca juga: 10 Wisata Malang Raya yang Wajib Dikunjungi |
![]() |
"Saya kemudian berinisiatif menggerakkan seluruh warga untuk menghijaukan lingkungan sekitar sejak tahun 2012," ujarnya.
Bambang kemudian menggunakan jabatannya sebagai Ketua RW untuk mengubah pola pikir warga dengan berinisiatif menggerakkan seluruh warga untuk menghijaukan lingkungan sekitarnya. Secara konsisten ia berupaya meyakinkan warga untuk membangun kampungnya menjadi Glintung Go Green.
Gagasan ini, kata Bambang, memang tidak disambut antusias semua warga. Tidak semua warga mau atau tergerak hatinya untuk mengikuti keinginan Pak RW dan hanya sekitar 10 persen saja yang tergerak untuk membangun kampungnya.
"Saya mencoba menyadarkan warga untuk mengubah mindset dan wajah kampung sekaligus menyusun cita-cita bersama terkait wajah kampung. Sosialisasi dan imbauan terus menerus saya lakukan agar warga mau berinovasi," ungkapnya.
Bambang kemudian menyusun program membangun kampung sambil berupaya meyakinkan warga bahwa yang bisa mengubah kampung itu adalah warga kampungnya sendiri. Bambang berupaya memberikan contoh yang gampang dan bisa dilaksanakan dengan mudah.
Setelah semua kesadaran terbangun dan warga bergerak secara swadaya hingga merasakan hasilnya berupa kampung yang menjadi sejuk, indah dan gotong royong terbangun.
"Saya mulai dari apa yang ada dengan tidak ada dana sama sekali, dari barang bekas, kita minta bibit, minta pupuk dari berbagai relasi," tambahnya.
Kampung Glintung Go Green (3G) yang digagas Bambang pun perlahan terwujud. Dari kampung yang dulunya langganan banjir disulap menjadi kampung yang indah, cantik, bahkan menjadi destinasi wisata rujukan.
Tamu dari berbagai latar belakang, baik dalam maupun luar negeri datang untuk mempelajari bagaimana menjadikan kampungnya menjadi kampung seperti Glintung.
"Setelah kesadaran mulai terbentuk, kami kemudian membuat aturan-aturan RW yang berkaitan dengan penghijauan, seperti misalnya setiap pengurusan surat-surat maka warga harus punya tanaman di rumahnya, atau ketika ada pengurusan dokumen kelahiran harus punya tanaman baru di rumahnya," terang Bambang.
Proses selanjutnya setelah penghijauan adalah pembuatan sumur resapan dan biopori. Ada setidaknya 7 sumur resapan, 700 biopori standar, 200 biopori jumbo dan 200 biopori superjumbo yang dilakukan secara swadaya dengan memanfaatkan kaleng bekas cat ukuran 5 kilogram dan 25 kilogram.
Begitu pula dengan aneka tanaman hias yang semula tidak karu-karuan, diubah perlahan menjadi budidaya tanaman. Dari serangkaian proses ini, warga akhirnya tahu berbagai macam teknik budidaya, agro inovasi, hidroponik, vertical farming, sky garden dan teknik tanam lainnya.
"Program ini saya namakan Gerakan Menabung Air (Gemar). Tiga tahun berjalan sumur-sumur warga naik 5 meter, siang hari air bawah tanah menguap, kelembaban udara di lorong kampung semakin baik untuk kesehatan, suhu udara di kampung turun, global warming turun dan pada Oktober 2016 terpilih menjadi salah satu inovasi tingkat dunia di ajang Guangzhou International World Open Inovation 2017," imbuhnya.
Pria yang juga peraih Kalpataru itu pun kini menularkan ilmunya di banyak tempat di Indonesia. Bambang menyebut, strategi membangun kampung tematik bermacam-macam dan langkah pertamanya adalah dengan mengidentifikasi potensi dan masalah kampung itu sendiri agar dapat melihat bagaimana kampung akan dibentuk.
"Oleh karena itulah strategi yang kita ajarkan adalah strategi dan manajemen membangun kampung berbasis potensi yang dimiliki, disinergikan dengan potensi-potensi yang lain dimana inilah yang saya namakan kampung tematik Indonesia," tutur Bambang.
Beragam penghargaan dari banyak pihak diperoleh Bambang sejak Desember 2012. Berbagai penghargaan tersebut diantaranya adalah Piagam Penghargaan Kelurahan Bersih dan Lestari tingkat Pratama dari Provinsi Jawa Timur tahun 2016, Piagam Penghargaan sebagai Pegiat lingkungan Kota Malang tahun 2014 dari Walikota Malang.
Kemudian juara 3 Lomba Kampung Bersinar tahun 2015, 15 besar dari 301 kota di dunia dalam Guangzhou International Award for Urban Innovation 2016, menjadi ikon prestasi Indonesia tahun 2017 dari Presiden Republik Indonesia melalui Unit Kerja Presiden di bidang Pembinaan Ideologi Pancasila.
Selain itu, Penghargaan sebagai Pelestari Lingkungan Tingkat I Jawa Timur Kategori Pembina Lingkungan tahun 2017 dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Juara 1 Lomba antar juara kampung bersinar tahun 2018 dari Wali Kota Malang dan Penerima Penghargaan Kalpataru kategori Pembina Lingkungan tahun 2018 dari Presiden Republik Indonesia.
Serta Penghargaan sebagai Kampung Proklim Kategori Utama Tingkat Nasional Tahun 2018 dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan hingga Penghargaan di Taman Wisata Batu Putih, Tangkoko, Bitung, Sulawesi Tengah.
(dpe/iwd)