Cerita Menegangkan Mahasiswi Pasuruan Terjebak di Tengah Perang Sudan

Cerita Menegangkan Mahasiswi Pasuruan Terjebak di Tengah Perang Sudan

Muhajir Arifin - detikJatim
Selasa, 02 Mei 2023 17:25 WIB
Kisah mahasiswi berada di tengah Perang Sudan
Fatimah, mahasiswi asal Pasuruan yang menempuh pendidikan di Sudan (Foto: Muhajir Arifin/detikJatim)
Pasuruan -

Mahasiswi Universitas Internasional Afrika, Khartoum, Sudan, Ummu Fatimah Qomariyah (20) mengaku tak hentinya bersyukur. Mahasiswi asal Kelurahan Purworejo, Gang Jambangan II, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan ini merupakan satu dari ratusan warga negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi pasca meletusnya perang antara tentara Sudan dengan Paramiliter Rappid Support Forces (RSF).

Fatimah mengaku bersyukur bisa dievakuasi dari pusat peperangan. Ia mengaku lega bisa kembali ke kampung halaman dengan selamat.

"Perang meletus saat saya berada di asrama. Lalu diungsikan ke kampus. Itu kan pagi pukul 09.00 WIB, dikira awalnya perang hanya sebentar saja, nanti sore bisa pulang (ke asrama). Ternyata sampai seminggu di kampus (pengungsian)," kata Fatimah di rumahnya, Selasa (2/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fatimah mengisahkan selama seminggu hidup dalam ketakutan di dalam kampus yang menjadi tempat pengungsian. Menurutnya, wilayah kampus tersebut merupakan salah satu lokasi pusat peperangan. Setiap hari ia mendengar suara rentetan tembakan hingga roket.

Fatimah menyebutkan asrama putra sempat menjadi sasaran rentetan tembakan. Ia yang berada di asrama putri hanya bisa menangis. Para pengungsi banyak yang menangis dan saling menguatkan.

ADVERTISEMENT

Bahkan, para pengungsi sahur dan berbuka dengan makanan seadanya. Banyak juga yang tidak bisa menelan makanan karena ketakutan.

Suasana mencekam setiap hari. Mereka takut keluar, sementara jika terus di dalam, lebih terasa takut jika bangunan tempat mereka berlindung terkena roket.

Kisah mahasiswi berada di tengah Perang SudanKisah mahasiswi berada di tengah Perang Sudan Foto: Muhajir Arifin/detikJatim

"Militer sama paramiliter sempat masuk kampus, katanya hanya mencari tempat aman. Mereka tidak ada upaya mengancam atau menawan. Tapi ada juga yang menawarkan 'kalau mau jalan ke tempat aman, kasih uang' gitu," jelas Fatimah.

"Sempat peluru nyasar...," ungkap Fatimah lalu terdiam. "Bolak-balik ketemu (selongsong) peluru... Malam Idul Fitri terdengar banyak roket meledak," lanjutnya.

Perempuan berkacamata ini mengungkapkan, perang sempat mereda saat salat Idul Fitri. "Hari raya tenang, dua jam saat salat Id itu berhenti perang," ungkapnya.

Saat Tim Evakuasi Datang

Fatimah menjelaskan, ada ratusan mahasiswa asal Indonesia yang menimba ilmu di kampus tersebut. Mereka pasrah menunggu proses evakuasi.

"Pada hari tiga perang, ada kabar evakuasi dari KBRI, tapi kan belum kondusif. Baru sehari setelah Idul Fitri dikabari harus siap-siap berkas dan hanya sepasang pakaian di tas. Besoknya pukul 03.00 WIB, kita keluar dari pengungsian," jelas Fatimah.

Anak ketiga dari delapan bersaudara pasangan Abdul Kadir (52) dan Nurul Qomariyah (50) ini mengatakan, dari pengungsian, pengungsi berjalan kaki ke tempat kumpul, kemudian naik bus ke pelabuhan. Perjalanan ke pelabuhan Sudan memakan waktu 18 jam.

"Tanggal 23 April mulai evakuasi ke port Sudan. Sepanjang perjalanan ke port, sekitar lima kali diadang militer, mereka memeriksa penumpang. Jadi makan waktu 18 jam," jelasnya.

Dari pelabuhan, para pengungsi dibawa kapal Ferry ke Jeddah, Arab Saudi. Perjalanan laut ini ditempuh 20 jam.

"Setelah sampai Jeddah, sudah sangat lega," ujar lulusan Muhammadiyah Boarding School, Yogyakarta, ini.

Dari Jeddah, para pengungsi diterbangkan ke tanah air. Ia merasa bahagia bisa kembali ke tanah air.

"Tanggal 28 April sampai Jakarta," kata Fatimah lega.




(hil/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads