Nama Anas Urbaningrum menjadi pemberitaan dalam sepekan terakhir. Sebab, eks politisi Partai Demokrat asal Blitar ini akan segera bebas dari bui.
Mengutip detikNews, Anas merupakan salah satu terpidana kasus korupsi Proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang. Ia akan menghabiskan masa tahanannya pada Selasa (11/4/2023).
Setelah diterimanya pengajuan PK atas vonis hukuman 14 tahun dalam tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (MA), Mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut diketahui telah menjalani 8 tahun masa tahanannya di Lapas Sukamiskin, Bandung. Jelang pembebasannya besok, Koordinator Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Rika Aprianti menjelaskan Anas menjalani Cuti Menjelang Bebas (CMB) seperti dikutip CNN Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak Lapas menyebutkan jika persyaratan bebas Anas dinyatakan lengkap, maka pembebasan dapat digelar esok hari. Meski begitu, Anas masih harus melapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas). Sehingga statusnya tak lagi sebagai narapidana, melainkan klien Bapas.
Berikut ini sekilas mengenai Anas Urbaningrum. Mulai dari profil hingga perjalanan kariernya.
Anas Urbaningrum:
1. Profil Anas Urbaningrum
Anas Urbaningrum lahir pada 15 Juli 1969 di Blitar. Ia mengenyam pendidikan SD hingga tamat SMA di Kabupaten Blitar.
Setelah lulus dari SMA 1 Srengat, Anas masuk ke dunia perkuliahan dengan memilih Jurusan Politik di Universitas Airlangga, Surabaya pada 1987. Ia lalu lulus pada 1992.
Anas melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Universitas Indonesia. Sehingga ia meraih gelar master bidang ilmu politik pada 2000. Ia juga disebutkan telah menyelesaikan studi doktor Ilmu Politik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sosok Anas dikenal sebagai seseorang yang gemar membaca. Ia juga memiliki ketertarikan yang besar dalam dunia olahraga.
Mengenai kehidupan pribadinya, Anas diketahui telah menikah dengan seorang wanita bernama Athiyyah Laila Attabik (Tia) pada 1999. Mereka dikaruniai empat anak yakni Akmal Naseery, Aqeela Nawal Fathina, Aqeel Najih Enayat, dan Aisara Najma Waleefa.
2. Karier dan Perjalanan Politik Anas Urbaningrum
Anas pernah berprofesi sebagai wartawan. Ia pernah mengatakan meliput pertandingan sepakbola merupakan penugasan favoritnya saat menjadi wartawan di Surabaya.
Ia kemudian menjelma politikus besar. Perjalanan karier politiknya dimulai dari organisasi gerakan mahasiswa. Di mana ia menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada kongres yang diadakan di Jogja pada 1997.
Ia menjadi ketua organisasi mahasiswa di masa perubahan politik pada masa Reformasi 1998. Ia menjadi anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik atau Tim Tujuh, yang menjadi salah satu tuntutan Reformasi.
Pada 1999, dalam persiapan Pemilihan Umum demokratis pertama, Anas terpilih menjadi anggota Tim Seleksi Partai Politik atau Tim Sebelas. Tugasnya memverifikasi pemenuhan syarat administratif dan kelayakan partai politik untuk ikut dalam Pemilu.
Selain itu, Anas juga menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2001-2005 yang mengawal jalannya Pemilu pada 2004. Tugas besar KPU periode tersebut adalah melaksanakan pemilihan presiden secara langsung yang pertama dalam sejarah Indonesia.
Kemudian pada 2005, Anas mengundurkan diri dari KPU dan bergabung dengan Partai Demokrat sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah. Ia juga pernah terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2009 dari daerah pemilihan Jawa Timur VII. Namun ia mengundurkan diri setelah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat waktu itu.
Anas diketahui menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada 2010-2013, hingga mencuat kasus korupsi yang menjerat dirinya. Setelah KPK menetapkan Anas sebagai tersangka gratifikasi proyek Hambalang, melalui sebuah pidato yang disampaikan di Kantor DPP Partai Demokrat, ia menyatakan berhenti dari jabatannya di Partai Demokrat.
3. Terjerat Kasus Korupsi Proyek Hambalang
Anas menjadi terpidana kasus korupsi dalam proyek P3SON di Hambalang. Ia terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP, pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No 15 Tahun 2002 jo UU No 25 Tahun 2003.
Majelis Hakim Kasasi menjatuhkan vonis hukuman 14 tahun penjara ditambah dengan kewajiban membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan. Hakim Agung Krisna Harahap menjelaskan, Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara dan pencabutan hak politik Anas.
Namun Anas menyatakan keberatan atas vonis ini dan mengajukan Peninjauan Kembali atau PK. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK tersebut dan memutuskan menjatuhkan pidana terhadap Anas dengan pidana penjara selama 8 tahun, ditambah dengan denda sebanyak Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan kurungan selama tiga bulan.
Mengutip detikNews, untuk uang pengganti tidak ada perubahan, yaitu Anas harus tetap mengembalikan uang sebesar Rp 57 miliar dan USD 5,261 juta. Bila tidak mau membayar, asetnya disita. Bila tidak cukup, diganti dengan 2 tahun kurungan.
(sun/dte)