Hampir seluruh wilayah Kota Malang terendam banjir akibat hujan deras Jumat (24/3) sore. Kinerja Pemkot Malang untuk mengatasi problem banjir dipertanyakan.
"Karena sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memberikan lingkungan yang baik dan sehat kepada warganya," ujar Sekretaris Prodi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Rachmad K Dwi Susilo kepada detikJatim, Sabtu (25/3/2023).
Menurut Rachmad, banjir selalu dikaitkan dengan intensitas hujan yang tinggi akibat cuaca ekstrem. Alasan itu dinilai tepat bagi pemangku kebijakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, alasan datangnya banjir karena bencana hidrometeorologi tersebut justru menunjukkan ketidakberdayaan pemerintah dalam menghadapi bencana.
"Kalau kita bicara politik pengetahuan mengenai kebencanaan, itu se-Indonesia bahkan dunia sudah kompak. Banjir karena intensitas air tinggi itu karena bencana hidrometeorologi. Jadi dimunculkan karena perubahan iklim," tuturnya.
"Tampaknya pengambil kebijakan merasa itu menjadi alasan paling tepat. Kelihatan sekali kalau ada ketidakberdayaan menghadapi bencana yang datang. Itu sering digunakan sebagai alasan, tidak bisa mengontrol dan mengevaluasi sejauh mana kinerja selama ini," sambungnya.
Seharusnya, lanjut Rachmad, pemerintah punya strategi untuk mitigasi. Kalau curah hujan semakin tinggi dan tidak bisa dikendalikan, harus dicari solusi pengelolaan ruang.
Apabila masih menggunakan pola kebijakan lama tentunya sulit akan teratasi. Semestinya sumber daya yang dimiliki pemerintah sudah memikirkan sampai ke level mitigasi tersebut.
"Kita sebagai masyarakat sipil harus mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan pemerintah untuk mengantisipasi efek banjir bisa diminimalkan. Kalau pemerintah sudah merasa optimal dan korban hari ini adalah capaian terbaik, itu pemerintah nggak tanggungjawab," tegasnya.
Rachmad melihat bahwa pemerintah baru menjalankan mitigasi struktural dalam upaya penanganan banjir di Kota Malang. Contohnya, pembersihan drainase sampai normalisasi sungai.
Namun, mitigasi nonstruktural terkait kebijakan, pengelolaan sosiologi, hingga peningkatan ketangguhan sosial masyarakat tampaknya belum dilakukan oleh pemerintah.
"Yang banyak dilakukan mitigasi struktural berbasis APBD saja. Untuk mitigasi nonstruktural sudah dilakukan apa belum, itu menjadi pertanyaan," ungkapnya.
(hil/dte)