Gus Fawait Sentil Fenomena Gus hingga Lora Dadakan Jelang Pemilu 2024

Gus Fawait Sentil Fenomena Gus hingga Lora Dadakan Jelang Pemilu 2024

Faiq Azmi - detikJatim
Kamis, 09 Mar 2023 23:00 WIB
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jatim M Fawait
Wakil Bendahara RMI Jatim Gus Fawait. (Dok Istimewa)
Surabaya -

Wakil Bendahara Pengurus Wilayah Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Jawa Timur Muhammad Fawait mengungkapkan fenomena relawan pendukung salah satu calon presiden mengatasnamakan ulama, gus, atau bahkan lora. Menurut pria yang akrab disapa Gus Fawait ini, silsilah ulama, kiai, gus, atau lora tidak semudah kata diberikan kepada seseorang atau bahkan relawan.

"Ini tentu sedikit menggelitik saya menjelang Pileg dan Pilpres 2024. Begitu mudahnya orang mengklaim dirinya ulama, gus ataupun lora untuk terlibat dalam proses dukung mendukung salah satu calon," kata Gus Fawait kepada detikJatim, Kamis (9/3/2023).

Gus Fawait menjelaskan pernyataan Ketua Umum PBNU KH Yahya Staquf jelas melarang politik identitas. Namun, saat ini banyak cara dilakukan tim pendukung bakal calon untuk mendukung calon tertentu menggunakan identitas gus, lora, atau kiai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya sebagai orang lahir di lingkungan pesantren agak tergelitik banyak dukung mendukung tersebut. Ulama, tidak gampang orang jadi ulama, karena pewaris para nabi, ulama adalah simbol agama dan kedudukan sangat mulia, tidak bisa bermodalkan pinter ngomong, berjubah, merangkai kata tiba-tiba dipanggil ulama," katanya.

"Gus dan lora panggilan untuk anak ulama sebagai bentuk penghormatan. Artinya, saya soroti bukan untuk pemilu, tapi dampak sosialnya. Kalau orang berkata bisa kebal, atraksi lalu disebut ulama, saya tidak setuju. Karena ulama adalah orang yang takut Allah dan paham agama," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Menurut Gus Fawait, mudahnya orang mengklaim sebagai ulama bisa merugikan ulama sesungguhnya.

"Dalam beberapa hal, mereka yang mengaku ulama padahal gadungan bisa merugikan ulama yang asli. Misal ada orang ngaku sakti, lalu tiba-tiba dipanggil gus, ini menggelitik kami di pesantren," ungkapnya.

"Yang saya khawatirkan kalau mudah menyebut itu terus nanti gus atau lora, ulama dengan modal serban dan jubah, bukan karena modalmu agama takut mereka berbuat sesuatu yang melenceng dari akhlak nabi, lalu semua orang menghakimi seolah-olah semua ulama, gus, lora itu sama (sama-sama melakukan hal buruk)," sambungnya.

Gus Fawait berharap agar masyarakat bisa jernih dalam memandang ulama atau kiai yang asli di lingkungan sekitarnya agar tidak terjadi kerugian di kemudian hari.

'"Kita sebagai santri tidak terima sebetulnya kalau mengklaim ulama tiba-tiba dia menipu orang, melakukan pelecehan seksual, bahkan untuk kepentingan lainnya. Ini membuat orang awam berpikir aneh-aneh soal simbol agama ini. Perlunya antar warga saling menjaga dan mengetahui apakah seseorang itu benar ulama atau tidak," tandasnya.




(dpe/dte)


Hide Ads