Panglima TNI Laksamana Yudo Margono datang ke Malang untuk memimpin upacara alih komando dan pengendalian Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI. Dalam kesempatan itu, Yudo menyampaikan beberapa amanat atau instruksi salah satunya adalah agar tidak melakukan pelanggaran HAM.
"Lakukan pembinaan dan pembekalan hukum kepada anggota PPRC TNI secara optimal. Sehingga pada saat menjalankan tugas tidak menyimpang dalam hukum, norma serta prosedur yang berlaku," ujarnya saat berada di landasan geliding Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh, Malang, Senin (6/2/2023).
Yudo mengatakan bahwa untuk menghindari pelanggaran HAM, perlu adanya pembekalan terkait aturan-aturan hukum. Sehingga dalam menjalankan tugas sehari-hari bisa membuat tolak ukur sikap yang diberikan dan tidak terjadi pelanggaran HAM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini dalam situasi damai, sehingga tugas-tugas TNI di bidang saat ini kan di BKO-kan ke Polri, Karena sifatnya gangguan keamanan. Nanti ketika ada sifatnya kontigensi yang harus dihadapi dengan PPRC, ini para prajurit kita harus dibekali penguasaan hukum sehingga terukur, dan tidak melanggar HAM," kata Yudo.
![]() |
Selain amanat tidak melakukan pelanggaran HAM, Yudo juga memberikan beberapa instruksi lain kepada PPRC. Seperti meminta pasukan agar terus memelihara dan meningkatkan kesiapan operasional dan kemampuan profesionalisme-nya.
Kemudian, meminta para perajurit memelihara peralatan dan alusista yang digunakan secara baik dengan penuh tanggungjawab dalam rangka mendukung kelancaran saat menjalankan tugas.
PPRC juga diminta untuk selalu mengikuti perkembangan di tanah air yang terus mengalami perubahan, sangat dinamis, cermat, guna menentukan kemungkinan PPRC ke depan.
Amanat dan instruksi itu pun disampaikan Panglima TNI usai kegiatan penyerahan bendera PPRC dari Panglima Divisi Infanteri 1 Kostrad Mayjen TNI Bobby Rinal Makmun kepada Panglima Divisi Infanteri 2 Kostrad Mayjen TNI Syafrial sebagai penerus tonggak kepemimpinan.
Yudo sendiri sempat menjelaskan bahwa PPRC ini memiliki tugas untuk bergerak cepat selama kurun waktu maksimal selama 7 hari guna melaksanakan penangkalan serta penindakan pada musuh negara.
"Apabila (selama 7 hari) ternyata dia tidak bisa diselesaikan akan dilaksanakan operasi gabungan yang lebih besar. Artinya ini adalah operasi gabungan dari darat, laut, dan udara yang dibentuk untuk satuan diproyeksikan untuk mengatasi gerakan yang sifatnya operasi militer selain perang," terangnya.
"Seperti gerakan separatis, pemberontak bersenjata, kemudian perombakan, pembajakan dan juga apabila ada yang menggangu objek-objek nasional yang sifatnya strategis ini bisa kita kirim dulu, kita instruksikan dulu Menggunakan PPRC sebelum dilaksanakan operasi yang lebih besar, apabila ini nggak bisa Melaksanakan," sambungnya.
Karena PPRC TNI berasal dari gabungan tiga Matra, yaitu TNI AD, AL dan AU. Sehingga diharapkan Yudo dalam menjalankan latihan harus berlangsung secara terpadu dan dilaksanakan dengan skenario latihan yang realistis.
"Sehingga, perlu dilaksanakan pembinaan secara bertingkat dan berlanjut, dan pelatihan antar satuan tugas darat, laut dan udara tidak boleh dilaksanakan secara sendiri-sendiri. Namun, harus terpadu dan dilaksanakan dengan skenario latihan yang realistis," tuturnya.
"Prajurit PPRC TNI harus memiliki kesamaan teknik, taktik dan prosedur meskipun berasal dari matra yang berbeda. Termasuk pola pikir, terminologi serta pola tindak prajurit PPRC TNI juga harus seragam sehingga interoperabilitas akan tercapai dan PPRC TNI akan semakin padu," tandasnya.
(abq/iwd)