3 Kata Maaf dalam Bahasa Jawa Sesuai Unggah-ungguh yang Ada

3 Kata Maaf dalam Bahasa Jawa Sesuai Unggah-ungguh yang Ada

Firda Aulia Miftahul Zanah - detikJatim
Rabu, 16 Nov 2022 07:30 WIB
Ilustrasi orang atau adat Jawa.
Ilustrasi Jawa/Foto: Agto Nugroho/Unsplash
Surabaya -

Bahasa Jawa adalah bahasa daerah yang paling banyak penuturnya di Tanah Air. Kali ini, detikJatim mengajak Anda kepo soal ragam kata maaf dalam bahasa Jawa.

Sebelum membahas soal kata maaf, ada baiknya terlebih dahulu memahami tingkatan dalam bahasa Jawa. Dalam sebuah jurnal Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dijelaskan, ragam unggah-ungguh basa banyak sekali, empat di antaranya yaitu ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu dan krama alus.

Ngoko lugu merupakan bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosa katanya ngoko atau netral. Tanpa terselip krama, krama inggil atau krama andhap.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara ngoko alus bukan hanya terdiri dari leksikon ngoko dan netral saja. Tetapi juga leksikon krama inggil, krama andhap, dan krama.

Krama lugu adalah bentuk ragam krama yang tingkat kehalusannya rendah. Namun saat dibandingkan dengan bentuk ngoko alus, ragam krama lugu masih tetap menunjukkan kadar kehalusannya.

ADVERTISEMENT

Sementara krama alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya bentuk krama, dan dapat ditambah dengan krama inggil atau krama andhap.

Terlepas dari itu, ada 3 kata bahasa Jawa yang biasa digunakan dalam keseharian saat meminta maaf. Berikut ini tiga kata tersebut:

1. Ngapura

Ngapura adalah bahasa Jawa ragam ngoko dari kata maaf. Biasanya kata informal ini diucapkan kepada teman, saudara dan tetangga yang sudah akrab.

2. Ngapunten

Ngapunten adalah versi singkat dari pangapunten. Kata ini cocok untuk Anda saat ingin meminta maaf kepada orang tua atau yang lebih sepuh.

3. Sepurane

Sepurane ialah kata maaf santai yang biasa digunakan ketika berbicara dengan orang yang sebaya. Atau dengan orang yang lebih muda.

Seorang penulis, Kitty O Locker menyebut, cara berkomunikasi seseorang dipengaruhi oleh norma sosial budaya yang bersumber dari budaya nasional, budaya kelompok dan budaya pribadi.

Sifat bahasa daerah mengandung derajat tata krama. Sehingga penutur harus cermat mengidentifikasi siapa lawan bicara. Sebab, jika salah dalam penerapannya, akan dianggap sebagai orang yang tidak peduli tata krama.




(sun/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads