Banjir merendam ratusan hektare sawah di Lamongan. Petani terpaksa memanen dini padi lantaran takut membusuk. Akibatnya petanipun merugi hingga ratusan juta rupiah.
Salah satu petani yang terpaksa harus memanen lebih dini padi tersebut adalah Dahlan, warga Desa Ketapangtelu, Karangbinangun. Kalau biasanya ia memanen padi di usia 90 hari, kini ia harus memanen padinya di usia yang baru 70 hari. Biaya ekstra juga harus ia keluarkan untuk memanen padi yang sudah 2 hari terendam banjir.
"Sudah 2 hari ini terendam air, makanya dipanen dini saja, padahal padi baru berusia 70 hari," kata Dahlan kepada wartawan, Selasa (25/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memanen padi yang terendam banjir itupun bukan perkara mudah. Pasalnya, petani harus membawa alat tambahan untuk memangkas padi-padi yang sudah terendam air tersebut. Baki, terpal dan perahu menjadi alat tambahan bagi petani yang memangkas padi-padi ini selain sabit.
"Banjir setinggi lebih kurang 1 meter telah menenggelamkan padi sehingga hanya terlihat pucuk daunnya saja," ujarnya.
Padi yang telah dipangkas, oleh petani kemudian diletakkan di wadah baki dan perahu atau terpal untuk kemudian dibawa ke tepi pematang atau jalan. Di pematang atau tepi jalan ini, padi-padi ini kemudian dijemur sebelum dirontokkan menggunakan mesin.
"Selain biaya ekstra, harga padi juga menjadi turun karena terendam air," akunya.
Nasib serupa juga dialami Rubai Hamid yang juga harus memanen dini padi yang ada di sawahnya. Banjir yang merendam padi milik petani ini, menurut Rubai, disebabkan melubernya sungai Bengawan Njero yang tak mampu menampung tingginya curah hujan selama sepekan terakhir ini.
"Banjir ini terjadi karena (sungai) bengawan njero meluap karena tidak sanggup menampung air hujan dengan intensitas tinggi," jelasnya.
Akibat banjir yang merendam tanaman padinya itu, Rubai mengaku rugi puluhan juta rupiah. Pasalnya, dari biaya produksi dengan hasil panen saat padi kebanjiran tersebut hasilnya tidak sesuai dan padi juga menjadi turun harga.
"Tidak hanya saya saja, tapi banyak petani lain di kawasan Bengawan Njero yang mengalami nasib sama," terangnya.
Melihat kondisi ini, para petani berharap agar pemerintah, baik daerah dan pusat, untuk melakukan normalisasi sungai yang kerap menjadi penyebab banjir tahunan di kawasan Bengawan Njero.
(abq/iwd)