Sudah tahu tentang hari tanpa bayangan? Yuk, langsung simak penjelasannya di bawah ini!
Hari tanpa bayangan ditemukan kali pertama oleh Eratosthenes. Dikutip dari sebuah buku ajar berjudul Geografi dan Ilmu Sejarah yang disusun oleh Rusdi Effendi, disebutkan bahwa Eratosthenes merupakan seorang ilmuwan asal Yunani yang mampu menghitung keliling bumi dengan selisih hanya 1 persen dari keliling asli.
Mulanya, Eratosthenes mengamati sumur yang unik di daerah Syene, Mesir. Di mana setiap tanggal 20-22 Juni tengah hari, matahari mampu menerangi isi sumur tersebut tanpa membuat bayangan.
Itu membuat Eratosthenes tergerak untuk mengukur proyeksi bayangan matahari di Syene dan Alexandria. Dari situ, Eratosthenes menemukan gerak semu matahari yang kemudian menjadi penyebab hari tanpa bayangan.
Dalam istilah astronomi, hari tanpa bayangan disebut dengan kulminasi. Melansir dari laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kulminasi merupakan fenomena ketika matahari berada tepat di garis khatulistiwa. Pada posisi tersebut, tidak ada bayangan yang terbentuk oleh benda tegak dan berongga di tengah hari.
Di sisi lain, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan bahwa hari tanpa bayangan dapat terjadi karena nilai deklinasi matahari sama dengan lintang geografis suatu wilayah. Deklinasi matahari sendiri merupakan sudut apit antara lintasan semu harian matahari dengan proyeksi ekuator bumi pada bola langit.
Hari tanpa bayangan merupakan fenomena langka yang hanya terjadi di negara-negara yang dilalui garis khatulistiwa. Di Indonesia, hari tanpa bayangan terjadi selama dua kali dikarenakan posisi Indonesia yang berada pada 6° Lintang Utara hingga 11° Lintang Selatan dan dibelah oleh garis khatulistiwa.
Dikutip dari laman BRIN, fenomena hari tanpa bayangan di Indonesia tahun ini berlangsung pada akhir Februari sampai awal April serta awal September sampai akhir Oktober 2022.
(sun/sun)