Pasangan suami istri (Pasutri) asal Tegal, Jawa Tengah, berinisial FJ (38) dan RA (37) hanya bisa menyesali perbuatannya. Niat hati kedua pasutri itu mengajak anaknya nonton pertandingan klub bola kesayangan malah berujung petaka. Mereka menyesal, karena ego kecintaan terhadap klub bola itu, harus mengorbankan nyawa putrinya.
Keduanya hendak menonton bola di Surabaya. Lalu, mereka berangkat membawa serta putrinya yang berusia 6 bulan dari Tegal dengan mengendarai motor.
Kepada detikJatim, FJ menceritakan detik-detik kejadian saat sang bayi meninggal dunia. Ia terpaksa naik motor dari Tegal ke Surabaya karena dinilai lebih hemat ketimbang naik mobil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau naik mobil habisnya kan sekitar Rp 2 juta. Jadi saya pilih naik motor dari tegal hari Sabtu (31/7) pukul 17.38 WIB," kata FJ, saat dikonfirmasi detikJatim, Sabtu (6/8/2022).
Dalam perjalanan ke Surabaya, FJ mengaku sudah berhenti sebanyak tiga kali di Kota Pekalongan, Kudus, dan Tuban. Hingga ia pun sampai di Surabaya pada Minggu (1/8) pukul 07.10 WIB.
"Di kudus itu masih sehat. Bahkan beberapa pengendara menyapa. Lucu, ya, anaknya. Mereka juga bertanya mau ke mana, saya jawab mau lihat bola di Surabaya," kata FJ.
Dari kudus mereka kembali beristirahat di Tuban. Selain beristirahat mereka juga sempat melaksanakan Salat Subuh. Setelah itu FJ melanjutkan perjalanan langsung ke Surabaya.
"Dari Tuban, saya langsung ke Surabaya karena sudah menyewa tempat penginapan harian di daerah Dukuh Kupang. Sampai pukul 07.10 pagi, itu anak saya masih sehat, masih sempat menyusu sama ibunya. Saya juga sempat beli bubur ayam untuk ibunya. Setelah itu, istri saya memandikan anak saya terus kemudian menyusu lagi," jelas FJ.
FJ menjelaskan, dalam proses menyusui setelah dimandikan itu lah, bayinya sudah tak mau minum susu kembali. Sebab, saat itu sang bayi batuk-batuk disertai dahak.
"Karena batuk terus, saya kasih Vicks di bagian dada dan punggungnya. Hingga pukul 08.30 WIB sampai pukul 09.00 WIB, kok masih batuk terus, nangis terus, rewel terus kayak kelelahan. Akhirnya saya bawa ke rumah sakit," ujarnya.
Ia sempat membawa bayinya ke RS Marinir di Gunungsari. Selanjutnya bayinya dirujuk ke RSAL Surabaya. Di rumah sakit itulah euforia FJ dan Rahma untuk membela tim kesayangannya hingga ke Surabaya berubah jadi duka.
"Sempat saya bawa ke Rumah Sakit Marinir di Gunung Sari hingga dirujuk ke RSAL Surabaya. Setelah mendapat perawatan, bayi saya dinyatakan meninggal," jelas FJ.
Keduanya mengaku belum sempat nonton pertandingan sepak bola. FJ menceritakan perjuangannya membawa anaknya tersebut ke rumah sakit. Sejak rewel disertai batuk berdahak tak kunjung selesai, FJ memutuskan membawanya ke rumah sakit sekitar Dukuh Kupang.
"Saya awalnya cari klinik di sekitar penginapan (Dukuh Kupang). Sampai di Kodam Brawijaya enggak nemu. Hingga saya bawa ke Rumah Sakit Marinir, Gunung Sari," kata FJ.
Berita selengkapnya di halaman selanjutnya!
Saat di rumah sakit itu, kata FJ, ia sempat ditanya pihak rumah sakit mengenai kartu keluarga. Setelah menjelaskan jika dirinya di Surabaya hanya liburan dan akan menonton bola, pihak rumah sakit pun merawat bayi FJ.
"Sempat ditanyai surat-surat kayak KK. Tapi setelah saya jelaskan akhirnya mendapat penanganan. Katanya anak saya kekurangan oksigen, dan harus dirujuk ke RSAL," lanjut FJ.
FJ menambahkan, setelah mendapat rujukan, ia terpaksa membawa anaknya ke RSAL naik motor pribadinya. Sebab kebetulan saat itu tidak ada ambulans yang tersedia.
"Saya enggak menyalahkan rumah sakit. Waktu itu enggak ada ambulans. Jadi saya bawa pakai motor saya sendiri," kata FJ.
Ujian FJ tak hanya sampai di situ. Saat membawa bayinya menuju RSAL, ia sempat tersesat hingga tiba di Taman Bungkul. Seharusnya ia berputar balik di depan KBS.
"Waktu cari putar balik itu saya kesasar sampai depan Taman Bungkul. Pas nyampai di Jembatan layang kena lampu merah. Mau saya terobos tapi takut," kata FJ.
Tidak cukup di situ, FJ kembali masih menghadapi rintangan lain. Palang pintu perlintasan kereta api menutup. Saat itulah istrinya menangis sambil bilang bayinya sudah tidak bergerak.
"Pas hijau, palang pintu kereta api itu turun. Waktu itu istri saya nangis terus, sambil mengatakan jika anak saya sudah enggak bergerak. Tapi saya tetap tak putus asa. Masuk RSAL saya harus putar balik karena salah jalur. Yang saya lewati jalur keluar," ujarnya dengan nada menyesal.
Tiba di IGD RSAL setelah mendaftar, bayi FJ mendapat penanganan dari dokter. Namun, saat itu dokter mengatakan jika bayi sudah tidak bernafas. Dokter pun memberikan alat bantu pernafasan.
"Setelah dibantu pakai alat pernafasan, nafasnya ada lagi. Kemudian dari hasil analisis dokter mengatakan ada cairan di paru-paru. Saya bilang 'lakukan yang terbaik agar anak saya tertolong dok'," jelas FJ.
Setelah menunggu cukup lama dokter akhirnya keluar dan mengatakan jika cairan dalam paru-paru sang bayi sudah berhasil dikeluarkan. Namun, jantung putrinya sudah tak lagi berdetak.
"Sekitar pukul 15.10 WIB saya dipanggil, katanya jantung anak saya sudah enggak berdetak. Terus dibantu lagi dengan alat agar jantungnya berdetak," kata FJ.
Sekitar pukul 16.02 WIB, FJ dipanggil kembali oleh dokter. Bagaikan disambar petir berkali-kali, FJ mendengar pernyataan bahwa putri ketiganya dinyatakan meninggal.
"Setelah diceritakan kronologi penanganan anak saya, kemudian dokter mengatakan jika anak saya tidak tertolong," tutur FJ.
FJ pun dihinggapi penyesalan yang tak akan terlupakan. Pertandingan bola yang seharusnya dia tonton tetap berlanjut, sementara dirinya meratapi kematian putrinya.
"Saya pribadi menyesal sedalam-dalamnya. Akibat keegoan saya agar mendapat kebanggaan saat mendukung klub bola ternyata membawa petaka bagi putri saya," sesalnya.